Melarang Gerakan #2019GantiPresiden

Relawan Nasional dalam sesi rekaman video lagu #2019GantiPresiden
Sumber :
  • Instagram Mardani Ali Sera

VIVA – Memasuki tahapan pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden untuk Pemilu 2019, dinamika politik memanas. Sikap Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat yang melarang gerakan #2019GantiPresiden menuai polemik.

Rektor Pakuan: Klaim Menang Pilpres 2019 Agar Disikapi Hati-hati

Pengurus MUI Jabar menilai gerakan #2019GantiPresiden dinilai cenderung provokatif. Kejadian di Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau, Minggu, 29 Juli 2018 dijadikan contoh. Saat itu, aktivis gerakan #2019GantiPresiden, Neno Warisman diadang massa yang kontra.

Pernyataan pengurus MUI disambut pejabat MUI pusat yang disuarakan Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi. Ia mendukung MUI Jabar karena untuk mencegah konflik di tengah tensi politik yang menguat.

PKB Mengadu ke KPU Lamongan

Spekulasi politik pun mencuat sikap MUI karena dipicu nama Ma'ruf Amin yang masuk bursa calon wakil presiden untuk Joko Widodo. Status Ma'ruf saat ini merupakan Ketua Umum MUI.

Kritikan tertuju ke pengurus MUI yang dinilai membuat gaduh karena menyampaikan pernyataan yang bukan ranah kewenangannya. Pakar komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menyebut pengurus MUI blunder saat memberikan pernyataan melarang #2019GantiPresiden.

Duh, Kantor Jurdil2019.org Diintai Orang Tak Dikenal

"Namanya alam demokrasi seharusnya MUI bisa tahan masuk politik praktis. Kalau begini bisa timbul dugaan yang enggak perlu dan jadi gaduh," kata Hendri kepada VIVA, Minggu, 5 Agustus 2018.

Deklarasi jargon hashtag #2019GANTIPRESIDEN di kawasan Monas, Jakarta

Baca: MUI Dukung Deklarasi Gerakan #2019GantiPresiden Dilarang di Jabar

Posisi MUI sebagai lembaga umat mestinya bisa dicerna dengan bijaksana oleh pengurusnya. Pernyataan pengurus MUI yang di luar konteks akan menjadi sorotan publik.

"Biarkan demokrasi berkembang, jangan banyak larangan. Ulama juga harus memberikan masukan yang baik kepada umat, jangan berpihak," jelas Hendri.

Dicap Mudarat

Pembelaan terhadap MUI disuarakan elite barisan pendukung pemerintah. Suara lantang dinyatakan Ketua DPP PDIP bidang politik dan keamanan non aktif, Puan Maharani. Menurut dia, seharusnya gerakan #2019GantiPresiden pantas disuarakan saat kampanye. Bukan justru seperti sekarang yang digalakkan sebelum tahapan kampanye. Kemudian, tak perlu gerakan #2019GantiPresiden karena sudah ada pemilu untuk memilih presiden.

"Bahwa setiap lima tahunan itu akan ada pemilu untuk melakukan pemilihan presiden dan wakil presiden," ujar Puan.

Baca: #2019GantiPresiden Dilarang, Puan: Ada Pemilu Pilih Presiden

MUI dinilai punya pertimbangan dengan mengeluarkan imbauan larangan #2019GantiPresiden. Elite Nasdem yang juga Ketua DPW Jabar, Saan Mustofa mengatakan pernyataan tersebut merujuk gerakan #2019GantiPresiden dinilai lebih banyak mudaratnya.

"MUI mempertimbangkan bahwa acara itu banyak mudaratnya, ketimbang manfaatnya,” ujar Saan di Bandung, Minggu 5 Agustus 2018.

#JokowiDuaPeriode Boleh

Aksi bela bangsa #2019GantiPresiden yang dibatalkan di Yogya.

Secara konstitusi, gerakan #2019GantiPresiden dinilai tak ada masalah. Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis mengatakan gerakan #2019GantiPresiden sama dengan seruan #JokowiDuaPeriode. Kedua gerakan ini dinilai sama posisinya dan sah.

"Dua-duanya sah dan punya posisi yang sama," ujar Margarito kepada VIVA, Minggu, 5 Agustus 2018.

Bila ada anggapan gerakan #2019GantiPresiden keliru dan melanggar maka menurutnya justru janggal. Sebab, dalam aturan tak ada yang menekankan pelanggaran. Terkecuali mungkin bila nanti sudah memasuki tahapan kampanye.

"Kenapa #2019GantiPresiden dilarang? Ini yang aneh. Wong JokowiDuaPeriode enggak masalah kan," kata Margarito.

Baca: Mustofa: Neno Warisman Dipersekusi, Aksi #2019GantiPresiden Membesar

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan Misbah ikut memberikan penjelasan. Menurutnya, gerakan #2019GantiPresiden yang sujdah marak dengan kaos hingga gelang tak melanggar. Sebab, dalam gerakan tersebut tak ada figur yang diusung.

"Itu kan belum ada paslon capres dan cawapres. Belum ada penetapan," ujar Abhan, Minggu, 5 Agustus 2018.

Menguat di Jabar

Persaingan menuju Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 memang menjadi faktor utamanya. Elite PDI Perjuangan tak menampik persaingan ini. Apalagi Jokowi di Pilpres 2014 takluk karena kalah suara di Jawa Barat.

Baca: PDIP Mulai Risih #2019GantiPresiden Menguat di Jabar

Pertemuan Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto.

Foto: Rivalitas Jokowi melawan Prabowo di Pilpres 2014.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Jawa Barat, TB Hasanudin menjelaskan, gerakan #2019GantiPresiden adalah bentuk kampanye. Seharusnya, gerakan ini dilakukan saat tahapan Pilpres sudah diberlakukan. Sementara, dorongan gerakan ini sudah mulai kencang di Tanah Pasundan.

"Ini keliru. Kan belum kampanye. Enggak perlu deklarasi ke berbagai daerah. Harus diperjelas makanya ini kan," ujar TB, Sabtu, 4 Agustus 2018.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan mengacu dinamika saat ini, tahapan Pilpres 2019 berpotensi akan memanas. Merujuk belum ada capres serta cawapres, gesekan politik sudah terasa.

Menurut dia, saat ini yang terpenting semua pihak bisa cermat dalam menyikapi dinamika politik.

"Ya kalau lihat sekarang kan begitu. Kalau sudah ada penetapan, kampanye, ini bisa lebih panas. Bersikap cermat dan bijak karena tahun politik ini beda ada pemilu serentak 2019," sebut Titi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya