Kontroversi Visum Debitor Citibank Irzen Octa

Keluarga almarhum Irzen Octa
Sumber :
  • ANTARA/ Andika Wahyu

VIVAnews - Penyebab kematian debitor Citibank Irzen Octa sampai saat ini simpang-siur. Ketidakpastian ini terungkap saat kuasa hukum keluarga Irzen, OC Kaligis, membawa dua surat visum dengan hasil berbeda.

Padahal, surat visum yang dimiliki Kaligis tersebut dikeluarkan dokter forensik yang sama, Ade Firmansyah dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), bahkan diterbitkan di hari dan jam yang sama.

Hasil visum pertama, menunjukkan ada luka lecet pada hidung akibat kekerasan benda tumpul, serta tanda-tanda mati lemas. Pada lembar pertama ini, sebab pasti kematian Irzen belum dapat ditentukan sebelum pemeriksaan bedah jenasah.

Sedangkan hasil visum kedua menyebutkan bahwa sebab kematiannya adalah pecahnya pembuluh darah di bilik otak dan di bawah selaput keras otak hingga menekan batang otak. Kaligis mempertanyakan hasil otopsi yang berbeda ini. "Memar batang otak itu seharusnya diketahui setelah bedah mayat. Bagaimana mungkin dalam waktu bersamaan terdapat dua visum yang bertentangan," ujarnya.

Berbekal surat ini, keluarga dan kuasa hukum mendatangi Polres Jakarta Selatan untuk meminta otopsi ulang atas jasad Irzen, Selas 12 April 2011. Mereka pun meminta polisi mengganti dokter forensik.

Menjawab ini, dokter Ade Firmansyah angkat bicara dan membantah pernyataan OC Kaligis. Menurutnya, dua dokumen yang dimaksud OC Kaligis tersebut bukanlah hasil visum et repertum. "Memang benar ada dua, tapi itu kalau dilihat bukan hasil visum, tapi hasil laporan pemeriksaan sementara," terang Ade.

Dia pun menegaskan, dokter dibolehkan membuat dua laporan pemeriksaan sementara dan ini tercantum dalam kode etik kedokteran. Apalagi, tambah dia, dua penyebab kematian Irzen Octa yang dimuat dalam dua keterangan tersebut benar adanya.

"Jadi prosesnya begini, kalau seorang dokter telah memeriksa sebelum hasil visum selesai, bisa kita keluarkan hasil pemeriksaan sementara. Kalau visum et repertum sudah selesai, maka hasil sementara itu tidak berlaku lagi," jelasnya.

Jadi dimana hasil visum asli tersebut kini berada? "Sudah kami serahkan ke penyidik." Namun, Ade tidak mau membuka hasil visum tersebut.

Dokter ini pun bersedia datang kapan saja ke kantor polisi untuk dimintai keterangan terkait hasil visum kematian Irzen Octa. "Saya tidak mendapat intervensi dari pihak mana pun. Jangan kepolisian, bahkan jaksa pun saya tidak pernah merubah satu kata pun," tegasnya.


                                        

Dalam kasus ini, Kepolisian telah menetapkan sejumlah tersangka, termasuk Koordinator penagihan (Leader Collection) Citibank berinisial DT. Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Polisi Budi Irawan menjelaskan, DT ini adalah orang yang awalnya akan ditemui oleh korban.

Alih-alih menemui Irzen, DT malah memerintahkan tersangka A untuk menemui korban pada Selasa 29 Maret 2011. Hari itu, Irzen sengaja mendatangi kantor Citibank di gedung Menara Jamsostek, Jakarta Selatan untuk menanyakan utangnya. "Padahal, saat itu, DT ada di kantor."

Menurutnya, penyidik kini masih terus mendalami apakah DT memerintahkan tiga tersangka lain untuk menggertak korban ketika berada di ruangan khusus bank tersebut.

Kejadian ini bermula ketika korban datang sekitar pukul 10.20 WIB ke kantor Citibank di Menara Jamsostek. Korban datang ke kantor untuk mempertanyakan jumlah tagihan kartu kreditnya.

Masa RAFI 2024, Konsumsi Avtur Naik 10%

Menurut korban, tunggakannya itu Rp68 juta. Namun, tagihan yang datang ke tempatnya ternyata mencapai Rp100 juta.

Korban yang datang bersama seorang kawannya kemudian dibawa ke salah satu ruangan. Di situ, korban diinterogasi oleh ketiga tersangka dan dipaksa untuk membayar utangnya. Namun, entah mengapa, justru rekan korban yang menunggu di luar kaget begitu diberitahu kalau korban sudah pingsan.

Saat datang ke bank tersebut, tersangka A membawa Irzen Octa ke ruang Cleo di lantai lima gedung. Di sana Irzen diinterogasi oleh A, B dan H. Ketiga tersangka baru mengetahui kalau korban sudah tidak bernyawa setelah setengah jam kemudian.

Para pelaku kemudian menghubungi rekan korban melalui ponsel milik Irzen dan mengatakan kalau korban hanya pingsan tanpa membawanya terlebih dahulu ke rumah sakit. Baru setelah rekannya datang, korban dilarikan ke Rumah Sakit Mintoharjo, namun pihak rumah sakit saat itu menyatakan korban telah meninggal dunia hingga akhirnya langsung dibawa ke RSCM.

Dari hasil visum ditemukan pembuluh darah pada otak korban pecah. Sehingga mengakibatkan pendarahan hebat yang berujung pada kematian. Selain itu, dalam olah tempat kejadian perkara (TKP) polisi menemukan bercak darah yang menempel di gorden dan dinding ruangan di lantai lima.

Ketiga tersangka, dijerat pasal berlapis yaitu pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman 2 tahun, pasal 170 tentang pengeroyokan dengan ancaman penjara selama lima tahun, dan pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman satu tahun penjara. (SJ)

IHSG Dibayangi Koreksi Wajar, Intip Rekomendasi Saham Jelang Akhir Pekan
Tim Jakarta LavAni Allo Bank Electric di Proliga 2024

Menang di Laga Perdana Proliga, Jakarta LavAni Akui Masih Punya Kekurangan

Juara bertahan Proliga, Jakarta LavAni Allobank Electric memetik kemenangan perdana pada laga pembuka PLN Mobile Proliga 2024 dengan menekuk Jakarta Garuda Jaya.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024