'Vonis' Demokrat untuk Nazaruddin

Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin
Sumber :
  • ANTARA/Andika Wahyu

VIVAnews - Dewan Kehormatan Partai Demokrat mengumumkan pemberhentian Muhammad Nazaruddin sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat, menyusul munculnya sejumlah kasus dugaan pidana yang membelitnya. Nazaruddin dipandang perlu fokus membela dirinya sehingga juga tidak mengganggu kerja partai.

"Status Saudara Nazaruddin di DPR, masih tetap sebagai anggota," kata Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Amir Syamsuddin, mengumumkan dalam jumpa pers di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Senin 23 Mei 2011. Amir didampingi empat anggota Dewan Kehormatan lainnya, hanya kurang Ketua Dewan Kehormatan SBY dan Wakil Ketua Dewan Kehormatan Anas Urbaningrum.

Keputusan pemberhentian Nazaruddin dihasilkan dalam rapat Dewan Kehormatan yang digelar di rumah Ketua Dewan Kehormatan Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Senin pagi. "Kami diinstruksikan memberitahukan ini kepada media pukul delapan (malam) ini," kata Amir.

"Kami mohon maaf, pengumuman terlambat satu jam karena Pak Ketua Dewan Kehormatan harus menghadiri satu tahun wafatnya Ibu Hasri Ainun Habibie," kata Amir dalam jumpa pers yang dipandu Ketua Bidang Komunikasi Partai Demokrat, Andi Nurpati.

Namun rapat memberhentikan Nazaruddin sebagai Bendahara ini tidak membahas siapa pengganti posisinya di Demokrat. Menurut Amir, hal itu diatur belakangan.

Dalam sesi tanya jawab usai jumpa pers, Amir menyatakan, alasan pemberhentian adalah karena merebaknya sejumlah kasus yang melibatkan Nazaruddin. Namun apa saja kasus tersebut, tidak disebutkan secara spesifik. "Seperti yang banyak diberitakan belakangan ini," katanya.

Keinginan SBY

Sebuah sumber di Demokrat menyatakan, permintaan Nazaruddin diberhentikan dari kepengurusan adalah kehendak SBY sendiri. SBY memimpin langsung rapat Dewan Kehormatan Partai Demokrat pada Senin pagi dengan satu syarat, bahwa semua anggota Dewan Kehormatan sepakat memberhentikan Nazaruddin.

"SBY sebelumnya meminta, baru mau memimpin rapat kalau semua sepakat Nazaruddin dilengserkan," kata sumber tersebut.

Salah satu Ketua Departemen di DPP Demokrat Kastoris Sinaga mengungkapkan bahwa rekomendasi Dewan Kehormatan soal nasib Nazaruddin sebetulnya sudah ada di tangan Susilo Bambang Yudhoyono sebelum kasus pemberian uang ke Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar sebesar SG$120 ribu menyeruak ke publik pada Jumat lalu.

“Rekomendasi Dewan Kehormatan tentang Nazaruddin sudah difinalisasi dan diserahkan ke SBY, bahkan sebelum laporan Ketua MK soal Nazaruddin diumumkan,” kata Kastorius kepada VIVAnews. Menurutnya, laporan Ketua MK Mahfud MD terkait Nazaruddin sebetulnya tak bisa dipisahkan dengan rekomendasi Dewan Kehormatan.

“Keduanya paralel. MK kan sudah lama mengetahui kasus pemberian uang oleh Nazaruddin. SBY pun sudah lama mengetahuinya dari laporan MK. Jadi pengumuman oleh Ketua MK ke publik tentang hal itu, hanya momentum yang sudah direncanakan,” kata Kastorius.

SBY selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, ujar Kastorius, sangat wajar apabila mempersilakan Ketua MK untuk membeberkan kasus pemberian uang oleh Nazaruddin ke publik. “Ini adalah suatu hal yang sangat serius, pelanggaran kode etik oleh kader inti partai."

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan dugaan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin melakukan penyuapan memang disilakan SBY untuk dibeberkan ke publik setelah terpendam selama tujuh bulan yakni sejak November 2010. Selama tujuh bulan itu, Mahfud memilih bungkam karena tak ingin ikut campur urusan Partai Demokrat.

"Saya menutup kasus itu dan tidak bicara kepada siapapun selama 7 bulan karena saya tidak ingin ikut campur urusan Partai Demokrat," ujar Mahfud di Gedung MK, Senin, 23 Mei 2011.

Namun, sikap Mahfud itu berubah ketika Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memintanya membuka itu agar terjadi transparansi. "Kata SBY, 'Pak Mahfud, umumkanlah kepada masyarakat biar kita tidak dianggap menyembunyikan apa yang terjadi. Jangan ada yang disembunyikan karena Pak Mahfud yang punya faktanya. Silakan umumkan'," kata Mahfud menirukan ucapan SBY.

"Saya sebagai teman bersedia ketika beliau minta, tapi ternyata persepsi masyarakat berbeda," kata mantan politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu. Mahfud pun dituduh memanfaatkan momentum di mana Nazaruddin sedang dipojokkan dengan sejumlah kasus.

"Ah itu terserah saja. Saya tidak mencuri momentum. Ada yang bilang saya memanfaatkan situasi, ada yang bilang dimanfaatkan. Saya tidak peduli dimanfaatkan atau memanfaatkan karena saya tidak mempunyai kepentingan apapun," kata Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia itu.

Nazaruddin Membantah

Nazaruddin  membantah tuduhan menyuap Janedjri. Anggota DPR yang terpilih dari daerah pemilihan Jawa Timur IV ini menuding balik Janedjri yang justru sering melobi DPR. "Saya tahu benar kelakukan Pak Janed. Saya kenal dia sejak 2007-2008," katanya.

Menurut Nazaruddin, Janedjri sebagai pengelola anggaran di MK sering melobi dirinya. "Saya kan selaku anggota badan anggaran di Komisi III. Tiga bulan lalu dia menemui saya dan memaksakan membangun rumah hakim. Permohonan itu sudah ditolak Kementerian Keuangan. Tapi beliau memaksakan agar itu diloloskan DPR," ujarnya.

Nazaruddin pun mengklaim tidak memiliki urusan apapun dengan MK. "Jadi kenapa saya yang disebut melobi," ujarnya.

Mengenai tudingan tersebut, Janedjri membantahnya. "Saya lebih menggunakan kata konsultasi bukan melobi. Jadi Nazar ini anggota Komisi III dan anggota Komisi III yang menjadi badan anggaran. Saya juga sering rapat dengar pendapat dengan Komisi III karena hakim tidak boleh datang, jadi yang datang Sekjen MK dan membicarakan tentang anggaran," kata Janedjri di Gedung MK.

Menurut pengakuan Janedjri, Nazaruddin memberikan uang berjumlah 120 dolar Singapura itu sebagai tanda persahabatan. Dia sendiri mengaku tidak tahu menahu tujuan pemberian uang tersebut, sebab Nazaruddin sedang tidak berperkara di MK.

Nazaruddin juga menyebut Mahfud MD sebagai penipu. "Dia telah melakukan fitnah besar," kata Nazaruddin.

Dan Nazaruddin yang sekarang berada di Komisi VII DPR itu mengancam akan membuka dugaan penyimpangan yang terjadi di Mahkamah Konstitusi. "Nanti sore saya akan buka. Lagi diatur jamnya," kata Nazaruddin. Namun sampai sore menjelang, Nazaruddin tak kunjung membuktikan ancamannya.

Mahfud MD sendiri tak gentar dengan ancaman Nazaruddin. Bahkan Mahfud semakin blak-blakan menyebut Nazaruddin juga terkait dua kasus lain di Mahkamah Konstitusi. "Itu biar polisi saja yang mengurus," kata mantan politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu. Mahfud yakin, kasus itu diduga merupakan tindak pidana.

Sementara soal tudingan Nazaruddin menyuap anak buahnya, Mahfud menyatakan siap memberikan keterangan ke KPK. "Tapi saya tidak akan melaporkan dan  tidak mau diperiksa. Saya mau memberi keterangan, bukan diperiksa. Karena berbeda konteksnya, kalau KPK minta keterangan saya berikan selengkap-lengkapnya," katanya.

KPK sendiri sebenarnya sudah menangani satu kasus yang terkait dengan Nazaruddin. Nazaruddin disebut terlibat oleh Kamaruddin Simanjuntak dalam kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games di Jakabaring, Sumatera Selatan. Bekas pengacara tersangka Mindo Rosalina Manulang itu menyatakan Rosalina bertindak atas perintah Nazaruddin. Rosa terhitung pegawai di PT Anak Negeri, perusahaan yang didirikan Nazaruddin meski keduanya membantah memiliki hubungan.

Soal laporan Mahfud ini, Ketua KPK Busyro Muqoddas memastikan lembaganya bakal menindaklanjuti. Menurut Busyro, dugaan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M. Gaffar ditawari uang suap adalah delik biasa, bukan aduan.

Busyro menyatakan langsung menghubungi Mahfud setelah Ketua Mahkamah Konstitusi itu dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar jumpa pers pada Jumat lalu mengenai kasus itu. "Mengapa saya kontak, karena KPK juga melakukan kegiatan-kegiatan yang kewenangannya itu proaktif," kata Busyro dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Senayan.

Busyro pun membantah ada kesulitan mengusut Nazaruddin. KPK, kata Busyro, tidak terpengaruh status Nazaruddin sebagai petinggi partai terbesar. "Kami tidak terpengaruh, partai besar atau kecil," katanya. (sj)

Sekjen Gerindra Sebut Prabowo Butuh Dukungan Rakyat dan Parpol untuk Wujudkan Janji Kampanye
Monumen Pancasila Sakti

Komnas Perempuan Harapkan Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat Diperpanjang

Komnas Perempuan berharap pelaksanaan rekomendasi penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM yang berat dapat diperpanjang, termasuk untuk periode kepemimpinan berikutnya.

img_title
VIVA.co.id
14 Mei 2024