Tepatkah, Ekonomi Lesu Tunjangan Wakil Rakyat Naik?

Rapat paripurna DPR
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Selangkah lagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI akan mendapatkan kenaikan tunjangan. Sebab, pemerintah telah menyetujui usulan permintaan kenaikan tunjangan anggota wakil rakyat tersebut.

Tunjangan Anggota Naik, DPR Salahkan Menteri

Meskipun, usulan yang dikabulkan jauh dari yang diinginkan dewan, karena ada beberapa yang dipotong.

Tunjangan yang diusulkan, di antaranya tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi insentif, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan, hingga bantuan langganan listrik dan telepon. Nilai tunjangannya, bervariasi untuk ketua alat kelengkapan dewan, wakil, dan anggota.

Menteri Keuangan Bambang Permadi Brodjonegoro, mengatakan pemotongan usulan DPR ini, mengingat kementerian dan lembaga (KL) lain turut mengajukan kenaikan tunjangan yang sama. Atas dasar itu, usulan yang diajukan DPR tak sepenuhnya disetujui pemerintah.

"Kami tidak berikan sesuai permintaan, karena yang lain juga naik tunjangannya. Makanya, kami potong banyak," kata Bambang Brodjonegoro, saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Selasa malam, 15 September 2015.

Kenaikan tunjangan anggota DPR tercantum dalam Surat Menteri Keuangan No S-520/MK.02/2015, dengan hal persetujuan prinsip tentang kenaikan indeks tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, serta bantuan langganan listrik dan telepon bagi anggota DPR RI tanggal 9 Juli 2015. 

Berikut, kenaikan tunjangan yang diusulkan DPR dan tunjangan yang disetujui Kementerian Keuangan:

1. Tunjangan kehormatan

a) Ketua badan/komisi: DPR mengusulkan kenaikan Rp11,15 juta, hanya disetujui Rp6,69 juta (dari sebelumnya Rp4,46 juta);

b) Wakil ketua: DPR mengusulkan kenaikan Rp10,75 juta, hanya disetujui Rp6,46 juta. (dari sebelumnya Rp4,3 juta);

c) Anggota: DPR mengusulkan kenaikan Rp9,3 juta, hanya disetujui Rp5,58 juta. (dari sebelumnya Rp3,72 juta).

2. Tunjangan komunikasi intensif

a) Ketua badan/komisi: DPR mengusulkan kenaikan Rp18,71 juta, hanya disetujui Rp16.468.000. (dari sebelumnya Rp14,14 juta);

b) Wakil ketua: DPR mengusulkan kenaikan Rp18.192.000, hanya disetujui Rp16.009.000. (dari sebelumnya Rp14,14 juta);

c) Anggota: DPR mengusulkan kenaikan Rp 17.675.000, hanya disetujui Rp 15.554.000. (dari sebelumnya Rp14,14 juta);

3. Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan

a) Ketua komisi/badan: DPR mengusulkan kenaikan Rp7 juta, hanya disetujui Rp5,25 juta. (dari sebelumnya Rp3,5 juta);

b) Wakil ketua komisi/badan: DPR mengusulkan kenaikan Rp6 juta, hanya disetujui Rp4,5 juta. (dari sebelumnya Rp3 juta);

c) Anggota: DPR mengusulkan Rp5 juta, hanya disetujui Rp3,75 juta. (dari sebelumnya Rp2,5 juta);

4. Bantuan langganan listrik dan telepon

DPR mengusulkan kenaikan Rp11 juta, hanya disetujui Rp7,7 juta (dari sebelumnya Rp5,5 juta).

Usulan siapa?

Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, Irma Suryani mengaku pemerintah telah menyetujui kenaikan anggaran tunjangan DPR, melalui Surat Kementerian Keuangan No S-520/MK.02/2015.

Politikus Partai Nasdem itu menuturkan, usulan kenaikan tunjangan anggota DPR ini merupakan permintaan dari BURT ke pemerintah untuk perbaikan tunjangan dewan.

Selain itu, kenaikan tunjangan ini dibutuhkan, karena faktor laju inflasi yang terus meningkat setiap tahunnya. Selain itu, dalam 10 tahun terakhir, tunjangan DPR tidak pernah mengalami kenaikan.

"Informasi dari kawan incumbent, sudah hampir dua periode tunjangan tidak naik," kata dia.

Walaupun usulannya tidak seluruhnya disetujui pemerintah, Irma mengatakan kenaikan tunjangan itu baru berlaku pada APBN 2016, yang saat ini tengah digodok di DPR.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah geram dengan nada sumbang yang memprotes kenaikan tunjangan para legislator. Dia meminta kenaikan itu tidak perlu diributkan, karena dari total APBN 2015 hanya Rp4 triliun untuk keseluruhan pengelolaan legislatif, atau sebesar 0,19 persen.

"Saya terus terang agak curiga, kenapa DPR diserang terus soal yang kecil-kecil ini. Supaya kita lupa di luar sana, ada uang besar yang bisa buat kita bungkam. Harusnya, publik ada di belakang DPR supaya kita awasi," kata Fahri di gedung DPR RI.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menjelaskan anggaran Rp4 triliun itu digunakan untuk operasional seluruh parlemen.

"Inilah yang diributkan. Setiap hari, setiap kasus, soal tunjangan, soal parfum, soal kunjungan ke Amerika, dan lain lain," ujar Fahri.

Menurutnya, dengan meributkan masalah kecil ini justru menghambat kinerja DPR, terutama fungsi pengawasan karena eksekutif yang memegang anggaran paling besar dari APBN sebesar 2035 triliun.

"Harusnya publik ada di belakang DPR supaya kita awasi. Asap di Riau DPR tidak bisa dipadamkan DPR, yang bisa eksekutif. Kenapa jalan berlubang, ya bukan DPR, tetapi eksekutif. Fungsi DPR pengawas. Kalau DPR diserang terus, enggak sempat mengawasi pemerintah," katanya.

Lagipula, tambah dia, anggaran yang diterima DPR sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah. Karena itu, DPR tunduk pada eksekutif yang menetukan anggaran. "Kesetjenan awalnya mengajukan Rp6 triliun, ternyata dipotong Rp2 triliun," tambahnya.

Kenaikan Dana Tunjangan Sebaiknya Ditunda

Ekonomi sempoyongan

Rencana kenaikan tunjangan bagi wakil rakyat memang menuai pro dan kontra. Tak sedikit, elit partai yang menolak rencana tersebut, bahkan ada pula yang mempertanyakan sikap menteri keuangan yang meloloskan usulan dewan tersebut.  Banyak yang menilai, persoalan tersebut belum mendesak, atau menjadi prioritas.

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, menilai kenaikan tunjangan jabatan sesuatu yang logis. Namun, kondisi ekonomi dan sosial masyarakat saat ini yang tidak memungkinkan kenaikan tersebut direalisasikan.

"Gerindra meminta agar ini ditunda dulu. Saya kira, ini situasinya tidak tepat, dalam kondisi situasi ekonomi sempoyongan," kata anggota Komisi I DPR RI ini.

Muzani mengatakan, saat ini ekonomi RI tengah lesu, PHK terjadi di mana-mana, rakyat miskin bertambah, pengangguran meningkat, daya beli merosot dan beban rakyat semakin meningkat. "Jangan sampai, pejabat dan wakil rakyat tidak menghiraukan penderitaan rakyat," ucapnya.

Namun, setelah pemerintah berhasil mengatasi itu semua, barulah tunjangan kenaikan bagi pejabat dan wakil rakyat bisa direalisasikan.

Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono juga menolak wacana kenaikan tunjangan bagi pejabat negara, termasuk DPR. Ibas, sapaan akrab Edhie Baskoro, meminta pemerintah tak fokus pada persoalan tersebut.

"Pemerintah lebih baik fokus untuk menyelesaikan tekanan ekonomi saat ini dengan memberikan beberapa stimul dan regulasi yang pro bisnis, pro rakyat," kata Ibas dalam siaran persnya.

Menurut Ibas, langkah itu agar pertumbuhan bisa tetap tercapai, ekonomi berkembang dan daya beli terjaga. Namun, jika tetap merencanakan kenaikan gaji/tunjangan, putra bungsu mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu usul bukan untuk para pejabat negara.

"Saat ini, lebih baik fokusnya untuk menaikkan gaji, peningkatan kesejahteraan para PNS, TNI, Polri, guru, perawat, buruh, dosen, nelayan, petani, dan lain-lain," ujar dia.

Ibas berpendapat semua itu demi terjaganya daya beli dan peningkatan kesejahteraan mereka. Baru setelah itu terlaksana, baru bisa meningkatkan gaji Presiden, Menteri dan DPR. "Itu semua senafas dengan pandangan Fraksi Partai Demokrat untuk APBN," tuturnya

Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto juga menyatakan hal serupa. Dia menolak kenaikan tunjangan bagi anggota DPR. Ia berharap, alokasi kenaikan tunjangan ini dialihkan pada pihak yang lebih membutuhkan dan terdampak langsung.

"Ya enggak usah dulu, masih banyak yang dipikirkan pemerintah untuk memberikan suatu perbaikan nasib pihak-pihak yang lebih tidak beruntung dari anggota DPR," katanya di gedung DPR RI, Jakarta.


(Baca juga: )

DPR: Gaji Pejabat dan Direksi BUMN Bisa Saja Diturunkan


Gaji Presiden naik

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menilai wajar kenaikan gaji dan tunjangan pejabat semua lembaga negara. Lagipula, usulan kenaikan tunjangan dan gaji ini tidak hanya di DPR, tetapi juga seluruh lembaga negara.

"Kami sudah konfirmasi menkeu terkait kenaikan tunjangan itu, ternyata tidak hanya DPR saja," kata Taufik di gedung DPR.

Sebab itu, dia mengusulkan format ulang gaji dan tunjangan pejabat negara agar gaji Presiden tidak kalah oleh gaji direksi Badan Usaha Mili Negara (BUMN). Dengan format yang jelas, tunjangan dan gaji pejabat bisa proposional sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

"Jangan sampai gaji sekelas direksi BUMN di atas Presiden," ujarnya.

Terlepas dari polemik kenaikan tunjangan anggota DPR, Politikus PDIP, Trimedya Panjaitan, justru mendukung kenaikan gaji Presiden RI. Menurut Trimedya, gaji Presiden tak sebanding dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Kepala Negara. Bila dibandingkan kepala negara lain, jumlah gaji Presiden Indonesia terbilang kecil.

"Kalau dilihat tanggung jawab, kompleksitas masalah dan beban kerja sebagai Presiden, gaji sebesar Rp200 juta sudah wajar. Sekarang sekitar Rp62 juta," kata Trimedya di kompleks Parlemen.

Wakil Ketua Komisi III DPR itu membandingkan dengan gaji kepala negara lain di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Gaji Presiden Indonesia dianggap lebih kecil, dibandingkan negara kawasan. Dengan asumsi itu, wajar jika gaji Presiden Indonesia dinaikkan.

"Paling enggak Rp200 juta, tetapi  mampu (atau) enggak negara," papar Trimedya. (

Kenaikan gaji Presiden itu, lanjutnya, harus melihat momentum kondisi perekonomian. "Tinggal momentum, tahun ini atau tahun depan, karena disesuaikan dengan APBN. Yang penting, gaji pokok saja karena berpengaruh pada uang pensiun Presiden," ujar dia.

Penilaian serupa juga disampaikan Anggota Komisi II Fraksi PDIP, Tagoer Abubakar. Menurutnya, gaji Presiden dianggap tidak signifikan dengan tanggung jawabnya sebagai Kepala Negara, sekaligus Kepala Pemerintahan. Sebab, gaji presiden tidak lebih besar dari gaji direktur BUMN.

"Gaji itu diukur berdasarkan tanggung jawab dan kewenangan. Jadi, saya lihat di negeri ini, gaji presiden hanya Rp62 juta. Sementara itu, gaji direktur utama BUMN dan yang lain Rp200-500 juta," kata Tagoer.

Jokowi malu

Presiden Joko Widodo menolak usulan sejumlah anggota Fraksi PDI Perjuangan di DPR, yang mengusulkan gajinya naik dari Rp62 juta menjadi Rp200 juta. Jokowi berpandangan, usul kenaikan gaji pejabat negara, termasuk Presiden, tidak pantas di tengah kondisi ekonomi yang saat ini tengah lesu.

"Ya, tanyakan ke sana (anggota Fraksi PDIP yang mengusulkan). Sekali lagi, dalam ekonomi yang melambat seperti ini, malu kita ngurus-ngurus yang berkaitan dengan tunjangan dan gaji. Itu saja," ujar Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Kamis 17 September 2015.

Jokowi, bahkan balik mempertanyakan rasa empati politikus pengusungnya yang sepatutnya malu pada rakyat. Sebab, di tengah situasi sulit, politikus malah memikirkan nasibnya sendiri. "Jangan aneh-anehlah, ekonomi melambat kayak gini," kata Presiden.

Wakil Presiden, Jusuf Kalla juga menolak usulan kenaikan gaji Presiden dan pejabat negara. Meskipun diakui JK, gaji Presiden, Wakil Presiden, dan menteri kabinet di Indonesia termasuk kecil, dibandingkan negara-negara di ASEAN.

"Memang gaji Presiden di Indonesia termasuk gaji Wakil Presiden, menteri, termasuk terkecil di banyak negara," ujar JK.

Walau demikian, JK sudah bersyukur dengan gaji yang ia terima saat ini. Dia juga mengapresiasi anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan yang mengusulkan kenaikan gaji pejabat eksekutif tersebut. "Tetapi, kalau ingin jujur kita lihat keadaanlah," katanya menambahkan.

Dengan situasi ekonomi bangsa yang menurun, JK menilai, belum saatnya untuk memikirkan kenaikan gaji, atau pun tunjangan. "Kalau ekonomi naik sedikit, sudahlah," ucapnya. (asp)

Sekjen Gerindra Ahmad Muzani bersama Fraksi Gerindra

Tunjangan Anggota DPR Sudah Cair?

"Nanti saya cek, mau nanya teman-teman dulu, sudah masuk apa belum."

img_title
VIVA.co.id
15 Oktober 2015