Tragedi Mina, Duka yang Terus Terulang

Jamaah haji dapat perawatan saat tragedi di Mina
Sumber :
  • REUTERS/Directorate of the Saudi Civil Defense/Handout via Reuters

VIVA.co.id - Kabar duka kembali datang dari Tanah Suci. Setelah insiden jatuhnya crane di Masjidil Haram yang menyebabkan ratusan orang meninggal dunia, tragedi Mina saat lempar jumrah kembali terulang, Kamis pagi 24 September 2015. Hingga pukul 22.45 WIB, korban meninggal dunia tercatat 717 orang, dan 805 orang terluka.

Jumlah Korban Tragedi Mina 2.070 Jiwa

Korban tewas kebanyakan jemaah perempuan dan orang tua. Tiga di antaranya Warga Negara Indonesia. Mereka adalah Hamid Atuwi (laki laki) asal Surabaya, Saiyah (perempuan) asal Batam, dan jemaah laki laki yang belum diketahui namanya. Satu jenazah belum dapat diidentifikasi karena gelang identitas yang digunakannya hilang. Mereka terdesak, terdorong dan terinjak-injak di ruas Jalan Arab 204.

Kementerian Agama memastikan Jalur 204 di Mina ini bukan jalur yang biasa digunakan jemaah haji Indonesia. Jemaah haji Indonesia di Mina terbagi dalam  dalam 52 maktab, 45 maktab di Harratul Lisan (Mina), 7 maktab di Mina Jadid.

Jemaah yang tinggal di Harratul Lisan tidak akan melalui jalur Arab 204, tapi melalui terowongan Muashim ketika akan ke Jamarat. Sehingga kecil kemungkinan terjadinya korban yang lebih banyak dari jemaah RI. Apalagi, sebelumnya ada kesepakatan dari semua kloter untuk menyepakati bahwa seluruh jemaah haji Indonesia dilarang melempar jumrah pada jam 8 - 11 hari ini.

"Karena saat itu sedang ramai-ramainya melempar jumroh," kata Kepala Daerah Kerja Mekah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia Arsyad Hidayat.

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan sebagian besar korban tewas dalam tragedi di Mina, Arab Saudi merupakan jemaah haji yang berasal dari Afrika dan Mesir.

Dan, jalur yang dilalui jemaah dari Benua Afrika ini bukan merupakan jalur yang digunakan oleh jemaah asal Indonesia untuk melakukan lontar jumrah.

Saling Dorong

Dari keterangan Kementerian Agama, kejadian tersebut terjadi sekitar pukul 07.30 pagi waktu Arab Saudi, pada saat jemaah akan melakukan lontar Jumrah Aqabah. Peristiwa bermula karena adanya jemaah tiba-tiba terhenti di jalan Arab.

"Karena terhenti, jemaah yang berada pada barisan belakang mendorong jemaah yang di depan sehingga berdesakan dan banyak perempuan dan orang tua yang jatuh menjadi  korban," tulis Kemenag dalam keterangan resminya yang diterima VIVA.co.id.

Untuk memastikan apakah ada korban dari jemaah Indonesia dalam insiden tersebut, Tim PPIH RI langsung turun ke tempat kejadian peristiwa (TKP), dan juga di Rumah Sakit Mina Al-Jisr, tempat  banyak korban dievakuasi ke rumah sakit tersebut.

Tim PPIH RI terus berkoordinasi dengan petugas PPIH di lapangan dan Difa Madani atau semacam badan penanggulangan bencana Arab Saudi untuk mendapatkan informasi terbaru terkait peristiwa Mina. Sebelumnya, PPIH Arab Saudi sejak awal sudah mengantisipasi kepadatan jemaah yang akan melempar jumrah di jamarat dengan mengeluarkan larangan untuk melontar jumrah Aqabah pada pukul 08.00 – 11.00 tanggal 10 Dzulhijjah.

Sebab saat itu adalah waktu di mana jemaah ramai-ramai pergi ke Jamarat untuk melontar jumrah. Untuk tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah, jemaah haji Indonesia diimbau  tidak melontar jumrah mulai Pukul 13.00 – 16.00.

Ketua Komisi VIII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, yang tengah bertugas sebagai Tim Pengawas DPR terhadap pelaksanaan ibadah haji di Mekah, menduga, rombongan jemaah haji itu tewas karena saling berdesakan dan saling injak saat ingin melontar jumrah. Mereka diduga berduyun-duyun mempercepat pelontaran pada pagi hari untuk mengejar waktu afdol, sekaligus menghindari cuaca panas menjelang siang.

"Karena ketika wukuf di Arafah suhu udara 50 derajat, bahkan ada yang bilang 55 derajat. Itu suhu sangat panas. Karena itu mungkin pelontaran di pagi hari itu untuk menghindari suhu panas," ujarnya.

Putra Mahkota Saudi Gelar Pertemuan Soal Tragedi Mina

Sementara Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi dilansir televisi Al Arabia menyebut ada tiga penyebab peristiwa Mina kali ini, pertama, jemaah haji yang berdesak-desakan.

Kedua, jemaah haji ini saling mendorong ketika menuju tempat lempar jumrah Aqabah. Ketiga, adanya jemaah yang melawan arus. Diduga, mereka ada yang ke luar bukan dalam waktu yang ditetapkan.

Kementerian mengungkapkan jamarat sebetulnya terdiri dari enam tingkat tempat pelemparan jumrah. Lantai di bawah tanah, khusus untuk para undangan kerajaan dan pemerintah Arab Saudi.

Jemaah Haji Asal Sleman Meninggal di Pesawat

Sementara, jemaah yang berasal dari masyarakat umum, pelemparah jumrah dilakukan di lantai dasar hingga lantai empat. Dari enam tingkat ini sudah ditentukan jalur masing-masing kalangan jemaah haji, baik jalur tamu negara, lansia dan umum.

"Jadi sudah diatur dengan baik, sehingga mereka yang berada di kemah itu akan ke luar sesuai jadwal yang telah diberikan dan setiap jemaah telah memiliki arah dan jalur menuju pelontaran jumrah," kata pejabat Kementerian.

Selanjutnya ... Tragedi yang Terulang

Tragedi yang Terulang

Tewasnya ratusan jemaah haji di Mina saat puncak ibadah haji ini bukan peristiwa pertama yang terjadi. Tragedi tewasnya jemaah haji di Mina ini seolah terus terulang. Sejak tahun1970-an, sejumlah peristiwa kecelakaan maut terjadi Mina, yang menewaskan sejumlah jemaah haji dan mengakibatkan korban lainnya luka-luka.

Berdasarkan penelusuran VIVA.co.id dari berbagai sumber, di Mina pernah terjadi insiden meledaknya sebuah tabung gas menyebabkan kebakaran dan menghanguskan sepuluh tenda jemaah haji pada bulan Desember 1975. Peristiwa ini menewaskan 200 orang. Akibat peristiwa ini, pemerintah Arab Saudi melarang penggunaan kompor gas pada musim-musim haji.

Kemudian pada 2 Juli 1990, insiden memilukan juga terjadi di Mina. Sebanyak 1.426 jemaah haji tewas karena berdesak-desakan dan terinjak dalam terowongan Muashim, Haratul Lisan, Mina. Insiden ini merupakan kejadian yang paling banyak menewaskan jemaah haji dari penjuru dunia.

Insiden tersebut berawal saat ventilasi terowongan rusak, sehingga jemaah haji dalam terowongan panik dan berdesakan untuk ke luar. Sebanyak 649 diantaranya merupakan jemaah haji Indonesia. Terowongan tersebut menghubungkan kota Mekkah ke Mina dan Arafah.

Pada 23 Mei 1994 insiden pelemparan jumrah pertama yang menewaskan jemaah haji. Saat ritual lempar jumrah di Mina, sebanyak 270 jemaah haji meninggal dunia karena terinjak-injak. Musibah kebakaran tenda juga dialami jemaah haji saat berada di Mina pada 15 April 1997. Sebanyak 343 jemaah haji tewas dan 1.500 korban lainnya terluka.

Selanjutnya pada 9 April 1998, insiden di jembatan Jamarat telah menyebabkan sebanyak 118 jemaah haji meninggal dunia dan 180 lainnya terluka saat melempar jumrah di jembatan Jamarat.

Lagi, ritual pelemparan jumrah menyebabkan 35 jemaah haji meninggal dunia yang terjadi pada 5 Maret 2001. Yang dilanjutkan pada 1 Februari 2004, sebanyak 251 jemaah haji meninggal dunia dan 244 lainnya terluka, juga karena terkena lemparan batu jemaah lain.

Sebagian dari jemaah haji saat itu juga terinjak-injak oleh jemaah haji lainnya, sekitar pukul 08.30 waktu setempat. Setidaknya ada lima jemaah haji Indonesia yang merupakan korban meninggal dunia saat insiden tersebut.

Pada 12 Januari 2006, insiden pelemparan jumroh terulang kembali. Sebanyak 346 jemaah haji meninggal dunia dan 289 lainnya mengalami luka-luka saat ritual pelemparan jumrah. Akibat kejadian ini, pemerintah Arab Saudi merekontruksi ulang Jamarat agar jamaah tidak berdesakan saat melempar jumrah.

Selanjutnya ... Esensi Idul Adha

Esensi Idul Adha

Di tengah musibah yang terjadi di Tanah Suci, perayaan Idul Adha di berbagai negara, termasuk di Indonesia berlangsung khidmat. Hari Raya Idul Adha sering disebut juga dengan Hari Raya Kurban. Di hari ini umat Islam di belahan dunia berduyun-duyun mendatangi masjid atau lapangan yang telah ditetapkan untuk melaksanakan salat Ied.

Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid dalam khutbahnya mengingatkan umat Islam bila kurban juga memiliki makna sosiologis. Selain untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, kurban juga disyariatkan dengan penyembelihan hewan dan membagikan dagingnya kepada sesamanya. Aspek berbagi itu yang dianggap efektif mendekatkan antar sesama manusia.

"Betapa mulianya ibadah ini. Hari-hari kita mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan ritual pengorbanan sebagai bentuk ketaatan dan berserah diri, dijadikan sebagai hari raya," ujar Hidayat Nur Wahid dalam salinan khutbahnya yang diterima VIVA.co.id, Kamis 24 September 2015.

Membincang soal kurban identik dengan penyembelihan hewan. Hal itu melekat dari kisah Nabi Ibrahim as dan keluarganya. Tak heran bila lantas umat Islam menjadi kisah it sebagai tauladan dalam menghamba dan beribadah kepada Allah SWT. Hal itu pula yang diserukan Hidayat dalam khutbahnya di Lapangan Markas Bataliyon Zeni Konstruksi 14 TNI AD

"Oleh karena itu sudah sepatutnya kita menjadikan mereka sebagai panutan dan suri tauladan. Mereka adalah salah satu keluarga yang diabadikan oleh Allah dalam Al Quran, karena Nabi Ibrahim berhasil membangun sebuah keluarga yang penuh dengan solidaritas, kepedulian, dan kebersamaan serta memiliki persatuan dan kesatuan tujuan dan tekad dalam rangka beribadah kepada Allah SWT."

Sejarah Kurban Ibrahim As

Saking cintanya kepada Allah SWT, dikisahkan Nabi Ibrahim As pernah berucap janji jika kelak memiliki anak laki-laki, jika Allah memintanya mengurbankan sang anak, ia akan mengurbannya, semata-mata karena Allah semata. Janjinya diucapkan kala Ibrahim tengah berkurban 100 ekor unta, 300 ekor sapi dan 100 ekor domba. Kala itu pernikahan Nabi Ibrahim dengan Sarah memang belum dikaruniai seorang keturunan.

Sampai akhirnya Nabi Ibrahim memiliki seorang putra dari Hajar. Bayi laki-laki itu pun diberinya nama Ismail. Atas perintah Allah SWT, Ibrahim pergi membawa serta Hajar dan Ismail ke suatu daerah Canaan. Di situ Nabi Ibrahim meninggalkan Ismail dan Hajar dengan meninggalkan bekal makanan dan minuman.

Kisah Nabi Ibrahim itu juga menjadi perjalanan rohani Hari Raya Idul Adha. Di tengah kelaparan dan rasa dahaga, Hajar yang ditinggalkan Nabi Ibrahim berlari menuju gunung Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali demi menemukan setetes air. Lantaran kelelahan tak menemukan sumber air, Hajar pun lunglai di dekat Ismail. Diceritakan selanjutnya, mata air mendadak muncul dari bawah kaki Ismail kecil. Sumber air itu yang kemudian dikenal sebagai air zamzam.

Atas perintah Allah SWT, Ibrahim diperintahkan untuk kembali menemui keduanya. Allah bahkan memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membangun sebuah tempat ibadah tepat di samping sumber mata air tadi. Tempat ibadah itu kemudian dikenal sebagai Kabah yang menjadi pusat ibadah bagi jutaan umat Islam saat berhaji, termasuk menentukan kiblat. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya