- REUTERS/Andrew Kelly
VIVA – Seorang dokter bedah plastik asal Amerika Serikat bernama Dr. Ralph Millard mungkin bisa disebut sebagai pelopor metode baru dalam operasi plastik, sebuah operasi yang dilakukan untuk mengubah bagian tubuh tertentu agar menjadi lebih baik. Operasi ini kerap diasosiasikan sebagai operasi kecantikan.
Padahal dahulu Ralph Millard melakukannya untuk merekonstruksi wajah para tentara korban perang. Ralph Millard menjalankan tugasnya pada tahun 1950 hingga 1953 di Korea Selatan, semasa Perang Korea berkobar.
Hingga saat ini Millard tetap terkenal karena inovasinya dalam mengembangkan beberapa teknik yang digunakan dalam operasi bibir sumbing, kelopak mata, dan langit-langit mulut. Dan Korea Selatan, negara tempat Millard melakukan tugasnya di tahun 1950-an kini menjelma sebagai pusat operasi plastik dunia.
Dilaporkan oleh Koreaboo.com, 24 persen operasi plastik di dunia, terjadi atau dilakukan di Korea Selatan. Setiap tahun, nyaris satu juta orang melakukan operasi kecantikan di Negeri Ginseng ini.
Hang Seok-Choi, pemilik klinik operasi plastik 'JK' yang berlokasi di Seoul mengakui, kliniknya melakukan operasi untuk 10.000 pasien setiap tahun. Dan Gangnam menjadi kota dengan klinik kecantikan terbanyak. Ada sekitar 500 klinik di kota ini.
Menurut laporan Business Insider tahun 2015, dari 1.000 orang Korea, 20 di antaranya melakukan operasi plastik. Sementara di Amerika, operasi plastik hanya terjadi pada 13 orang dari 1.000 orang.
Berbagai metode operasi plastik bisa dilakukan di Korea, mulai dari operasi kelopak mata (eyelid), membentuk bibir, memutihkan bibir dan wajah, memancungkan hidung, menanam rambut untuk mereka yang mengalami kebotakan, membentuk wajah menjadi lebih tirus, membentuk payudara, botox, tanam benang (thread lift) hingga filler (menyuntikkan sejumlah zat ke dalam lapisan kulit).
Meski demikian thread lift dan filler, yang saat ini sedang terkenal di Indonesia justru tak terlalu diminati di Korea Selatan. Bagi warga Korea Selatan, mereka lebih tertarik membentuk kelopak mata (eyelid) sehingga mata mereka terlihat lebih lebar, ketimbang memasukkan benang untuk menarik wajah atau menyuntikkan zat agar membuat wajah mereka terlihat tirus dan kencang.
Tindakan Interdermal Botox Facial Therapy di Klinik Euroskinlab Iskandarsyah, Jakarta. (VIVA/Linda Hasibuan)
Kondisi hampir serupa juga terjadi di Amerika Serikat. Dokter Brett Kotlus, ahli bedah plastik terkenal di AS, menulis dalam blognya Drkotlus.com, thread lift baru diperkenalkan di AS setelah mendapat persetujuan dari Food and Drug Administration atau FDA, sebuah lembaga yang khusus mengawasi makanan dan obat-obatan di Amerika Serikat, pada tahun 2004.
Tapi persetujuan FDA ditarik kembali pada 2007 setelah mendapat banyak keluhan dari pasien. Menurut dokter Brett Kotlus, ternyata benang yang ditanamkan terbuat dari bahan permanen, yaitu polipropilena, sehingga bisa menusuk kulit, memunculkan tarikan ke dalam seperti lesung pipi, menyimpang dari struktur, hingga menyebabkan infeksi.
Belakangan, setelah ditemukan benang yang lebih lentur dan aman, thread lift kembali diizinkan.