VIVAnews - NEW Jersey, 27 Juli 2005. Francis Keller membatalkan semua aktivitas rutinnya. Rasa nyeri di mulutnya membuat warga kota Woodbridge, di Negara Bagian New Jersey, Amerika Serikat itu segera menyambangi John Madaris, seorang dokter gigi. Kebetulan Madaris pernah mengobati Keller di tahun 2002.
Setelah mendengar keluhan pasiennya, sang dokter menyarankan agar semua gigi Keller dibersihkan. Tak hanya itu, gigi geraham belakang milik pemuda berusia 21 tahun itu pun disarankan dicabut. Madaris lalu merekomendasikan dua ahli bedah. Salah satunya adalah George Flugrad, yang lalu dipilih Keller.
Lima hari kemudian, Keller kembali ke tempat praktik Madaris untuk menjalani pembedahan. Sesuai saran, sejumlah gigi Keller dicabut.
Malang, alih-alih sembuh Keller justru meregang nyawa. Dua belas jam setelah pembedahan, dia meninggal dunia. Pasalnya, pangkal tenggorokannya bengkak sampai mencekik saluran pernafasan.
Keluarga almarhum pun mengamuk. Mereka langsung menyeret Madaris dan Flugrad ke meja hijau. “Tak diragukan lagi terjadi malpraktik medis dalam kasus ini,” kata David Mazie, pengacara keluarga Keller, seperti dikutip laman media My Central Jersey.
Menurut Mazie, sewaktu berobat Keller pernah menjelaskan kepada Madaris bahwa dia mengidap suatu penyakit kelainan genetik, yaitu angioneurotic edema, yang selalu membuat kerongkongan, wajah, dan tangannya selama ini sering bengkak-bengkak. Mengetahui kondisi ini, staf Madaris telah memperingatkan sang dokter untuk tidak langsung membedah pasiennya.
Peringatan itu dianggap sepi. Dan maut pun berkelebat.