- REUTERS/Luc Gnago
VIVAnews - Tubuh tak bernyawa itu teronggok begitu saja di sebuah jalan di sudut Monrovia, ibu kota Liberia, pada 9 September lalu. Dia bersepatu dan berkaus kaki. Baju dan celana pun lengkap menutupi tubuhnya yang kurus.
Namun, tak ada warga yang berani mengubur mayat pria itu. Jangankan mengubur, warga bahkan ngeri mendekati mayat yang tergeletak di dekat mobil putih tua dan ban-ban bekas itu.
Menurut anggota organisasi relawan Dokter Lintas Batas (MSF), laki-laki itu diduga tewas karena terjangkit ebola, virus mematikan yang menjadi momok tak hanya di Afrika, tapi kini seluruh dunia. Akhirnya, seperti dikutip dari kantor berita Reuters, anggota organisasi amal itu lah yang datang dan mengangkut jasad pria malang itu.
Pemandangan memilukan seperti di atas, tak kali itu saja terjadi di Liberia. Beberapa mayat penderita ebola “dibuang” keluarganya ke jalan-jalan, demikian dilansir dari laman Telegraph edisi 7 Agustus 2014.
Maklum saja, badan kesehatan di sana kacau balau gara-gara wabah ebola ini. Paramedis yang ada, bahkan kewalahan menangani pasien-pasien ebola yang jumlahnya terus bertambah.
Di sisi lain, kata Asisten Menteri Kesehatan Liberia Tolbert Nyenswah, wabah ebola memaksa sejumlah rumah sakit dan klinik tutup.Mereka tutup bukan karena membludaknya jumlah pasien, tapi lantaran staf rumah sakit dan klinik itu terlalu takut untuk bekerja.
Kengerian para staf itu bukan sekadar isapan jempol. Data terbaru Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, pekerja kesehatan yang terinfeksi virus ebola sudah lebih dari 100 orang.
Bukti lain kekacauan badan kesehatan setempat datang dari laporan warga di Mount Barclay Community, di luar Monrovia. Di sana, warga meyaksikan mayat-mayat korban keganasan ebola dimakan anjing di jalanan kota, akhir Agustus lalu.
Usut punya usut, rupanya insiden mengerikan itu terjadi karena petugas dari Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Liberia tidak terlalu dalam saat menggali tanah kuburan. Anjing yang memiliki penciuman super akhirnya bisa mengendus bau mayat. Gerombolan anjing itu pun menarik keluar mayat-mayat itu dari kuburan. Dan memakannya.
Warga yang panik kemudian melaporkan kejadian itu ke Departemen Kesehatan, seperti dikutip CBS Atlanta. Namun, tak ada tindakan lebih lanjut.
Karena bantuan tak kunjung datang, warga ramai-ramai mengejar anjing itu dan membunuhnya. Tapi, ada satu dua anjing yang lolos.
Salah satu warga, Alfres Wiah mengatakan kepada The New Dawn, insiden ini merupakan ancaman kesehatan yang serius bagi seluruh penghuni Mount Barclay Community. Anjing, kata dia, sangat mudah menyebarkan virus melalui interaksi dengan manusia.
“Kami kecewa pada Departemen Kesehatan, terutama pemerintah, yang mengambil sumpah untuk melindungi kami. Tindakan mereka itu tidak bisa kami terima. Kami tidak akan membiarkan pemerintah datang ke sini dan mengubur mayat lagi. Mengapa mereka membawa tubuh dengan ebola, tapi tidak menguburnya dengan baik?” kata Wiah. Gara-gara insiden itu pula, sejumlah penghuni sudah meninggalkan kota karena ketakutan.
Petugas mengevakuasi jenazah pria yang meninggal karena virus Ebola di Monrovia, Liberia. (Foto: REUTERS/James Giahyue)
Tahun ini, virus ebola “menggila” di tiga negara, yakni Guinea, Sierra Leone dan Liberia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan Kamis 18 September 2014, jumlah korban tewas akibat virus ini sudah mencapai 2.630 orang. Sejauh ini, virus tersebut telah menginfeksi sedikitnya 5,357 orang di Afrika Barat.
Jumlah kasus ebola di Liberia meroket terutama “disumbang” dari peningkatan jumlah pasien di ibu kota Monrovia. Kota ini sangat kekurangan alat kesehatan, salah satunya ruang rawat inap. Monrovia membutuhkan 1.210 ruang rawat inap, lima kali lipat dari yang tersedia saat ini.
Tak ada tanda-tanda epidemi ebola itu akan mereda. Alih-alih mereda, virus yang belum ada obatnya ini sudah menyebar hingga ke Nigeria dan Senegal.
Di tempat terpisah, wabah ebola juga muncul di Republik Demokratik Kongo. Data WHO per 15 September 2014, dikutip dari Reuters, 40 orang tewas dari 71 pasien yang terinfeksi ebola.
Asal Penularan
Wabah yang bernama internasional ebola haemorrhagic fever itu pertama kali muncul tahun 1976 dalam dua wabah simultan. Pertama di Nzara, Sudan dan kedua di Yambuku, Republik Demokratik Kongo. Yang terakhir adalah di sebuah desa yang terletak di dekat Sungai Ebola. Dari nama sungai inilah virus itu dinamai.
Seperti HIV dan flu, Ebola merupakan virus yang material genetiknya terkandung dalam asam ribonukleat (RNA), bukan asam deoksiribonukleat (DNA). Virus RNA dikenal melalui perubahannya yang cepat, namun mendapat julukan dari para ahli sebagai 'virus ceroboh.'
Pasalnya saat mereplikasi diri, virus RNA membuat duplikat dirinya yang penuh dengan kesalahan. "Tapi sebagian besar kesalahan atau perubahan itu hanya mutasi yang tidak relevan," jelas Anthony Fauci dari Institut Nasional AS Untuk Alergi dan Penyakit Menular.
Dikutip dari laman WHO, sebetulnya “tuan rumah” alami virus ebola adalah kelelawar buah dari keluarga Pteropodidae. Namun, virus ini kemudian bisa berpindah ke tubuh manusia.
Ebola masuk ke populasi manusia melalui kontak langsung dengan darah, sekresi, dan cairan tubuh lainnya dari hewan yang terinfeksi. Di Afrika, transmisi itu tercatat melalui penanganan simpanse yang terinfeksi, gorila, kalong, monyet, kijang hutan dan landak ditemukan sakit atau mati di hutan.
Ebola kemudian menyebar di masyarakat melalui transmisi manusia ke manusia. Transmisi virus antarmanusia ini terbagi dua. Pertama, kontak langsung (melalui kulit rusak atau selaput lendir) dengan darah, sekresi, organ atau cairan tubuh lain dari orang yang terinfeksi.
Kedua, kontak tidak langsung dengan lingkungan yang terkontaminasi dengan cairan tersebut. WHO mengingatkan, upacara pemakaman di mana pelayat memiliki kontak langsung dengan tubuh orang yang meninggal juga dapat berperan dalam transmisi ebola.
Bahkan, pria yang telah sembuh dari penyakit ini masih bisa menularkan virus melalui air mani hingga 7 minggu setelah sembuh dari penyakit.
Para ahli kini tengah khawatir dengan kemungkinan virus bermutasi sehingga bisa menular lewat udara. Direktur Pusat Penelitian dan Kebijakan Penyakit Menular di Universitas Minnesota, Michael Osterholm, dalam artikelnya yang dikutip Reuters, yakin bahwa ancaman penyebaran Ebola melalui udara adalah nyata.
"Hingga kita mempertimbangkannya, maka dunia tidak akan siap melakukan apa yang perlu untuk mengakhiri epidemi," ujar pakar penyakit menular Amerika Serikat (AS) itu.
Risiko Tinggi
Ada tiga kelompok orang yang beresiko tinggi terpapar virus ebola. Mereka adalah pekerja kesehatan, keluarga yang salah satu anggotanya terinfeksi ebola, dan terakhir, pelayat yang kontak langsung dengan jasad terinfeksi ebola.
Gejalanya yang mirip dengan sakit biasa, membuat penderita kadang lengah. Simtom khas penyakit ebola yang dilansir WHO adalah:
1. Demam mendadak
2. Tubuh sangat lemah
3. Nyeri otot
4. Sakit kepala dan tenggorokan
Gejala khas itu kemudian diikuti oleh:
1. Muntah
2. Diare
3. Ruam
4. Gangguan fungsi ginjal dan hati
5. Pendarahan internal dan eksternal (dalam beberapa kasus).
Biasanya ada gejala lain yang bisa diketahui melalui uji laboratorium, yakni jumlah sel darah merah dan trombosit rendah. Sebaliknya, enzim hati tinggi. Penyakit mematikan yang satu ini memang hanya bisa dipastikan melalui uji laboratorium saja.
Masa inkubasi virus ini—sejak terinfeksi virus hingga muncul gejala—bervariasi mulai dari dua sampai 21 hari. Selama masa inkubasi itu, manusia terinfeksi belum berbahaya bagi manusia sehat di sekitarnya. Si penderita jadi ancaman serius ketika gejala-gejala di atas muncul.
Kapan seorang tersangka ebola harus menemui dokter? WHO menjawab, mereka yang memenuhi syarat: baru saja dari wilayah yang terkena wabah ebola; kontak langsung dengan manusia lain yang diduga mengidap ebola; dan, menderita gejala-gejala di atas.
Orang yang memenuhi syarat di atas diminta tidak menunda-nunda untuk menemui paramedis terdekat. Sebab, penyakit ini memiliki tingkat kefatalan sampai 90 persen. Artinya, 90 persen penderita ebola berujung pada kematian.
Bukti betapa nyawa penderita berpacu dengan waktu bisa dilihat dari kasus seorang pejuang ebola, Sheik Umar Khan. Selasa, 29 Juli lalu ia wafat di Sierra Leone.
Khan meninggal tak sampai seminggu setelah didiagnosis ebola. Semasa hidupnya, Khan sempat merawat sekitar seratus pasien ebola.
Selain itu, WHO menggarisbawahi, tindakan medis secepat mungkin juga bisa mencegah penyebaran virus.
Dunia Siaga
Wabah ebola yang memburuk membuat sejumlah negara waspada. Di tengah lalu lintas manusia saat ini yang begitu masif—melalui udara, laut, dan darat--penyebaran virus ini jadi mimpi buruk di depan mata.
Beberapa negara memasang sistem ketat bagi pendatang, terutama mereka yang baru tiba dari negara-negara terkena epidemi ebola. Salah satunya, Arab Saudi.
Di musim haji tahun ini Pemerintah Arab Saudi memberlakukan deteksi dini ebola kepada semua calon haji, menjelang pelaksanaan wukuf di Arafah, 3 Oktober mendatang.
Para calon haji diminta mengisi kartu yang disediakan petugas. Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab calon haji.
Isi pertanyaan antara lain, apakah jemaah pernah ke negara-negara yang sedang terjangkit ebola, seperti Nigeria, Kenya, Liberia, Siera Leon dan lain-lain. Kemudian, ada pertanyaan, apakah dalam tujuh hari terakhir jemaah pernah mengalami sesak nafas, demam, nyeri tenggorokan, mual, dan muntah diare.
Langkah yang sama dilakukan Pemerintah Indonesia. Meski yakin tak punya riwayat ebola, Indonesia juga siaga. Wakil Menteri Kesehatan Ali Gufron mengatakan, Pemerintah menyiapkan prosedur khusus di pintu-pintu masuk Indonesia bagi mereka yang baru datang dari Afrika.
Ada pemeriksaan khusus. “Ini kan termasuk corona virus, seperti MERS, jadi standar pemeriksaannya sama,” kata Ali.
WHO juga sudah memperingatkan negara-negara bahwa betapa krusialnya penyebaran ebola, akhir-akhir ini. Jumah penderita ebola, kata pejabat WHO, bisa saja .
Para pejabat tinggi juga menggelar pertemuan Komunitas Ekonomi negara-negara bagian Afrika Barat (Ecowas) juga sampai menggelar diskusi mengenai bagaimana cara mencegah virus agar tidak menyebar secara cepat.
Selain itu, mereka juga menyerukan agar negara-negara yang ada di sekitar di kawasan Afrika untuk membuka perbatasan darat. Hal ini akan membuat pekerja kesehatan mengakses daerah yang terinfeksi jauh lebih mudah.
WHO mengaku kewalahan juga menghadapi wabah ebola ini. Untuk itu, mereka meminta bantuan ke dunia internasional. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu menyebutkan mereka membutuhkan ribuan tenaga medis untuk memerangi virus yang dianggap paling mematikan tersebut.
Anggota Dewan Keamanan membahas tentang krisis Ebola di Markas PBB di New York, AS. (Foto: REUTERS/Shannon Stapleton)
Saat ini, terdapat 200 tenaga medis internasional dari organisasi Doctors Without Borders yang berada di negara-negara pusat penyebaran Ebola, yakni Guyana, Liberia dan Sierra Leone. Selain itu, WHO juga mengatakan sebanyak 300 orang lainnya tengah dipersiapkan untuk dikirimkan ke Afrika Barat.
Meskipun demikian, mengingat laju penyebaran Ebola yang terus meningkat, WHO memperkirakan dibutuhkan ribuan tenaga medis tambahan. “Kami membutuhkan 500 tenaga medis internasional serta 1.000 perawat untuk memerangi wabah Ebola kali ini,” ujar WHO Chief Margaret Chan, medio September 2014.
“Jumlah tersebut akan bertambah lebih banyak dalam beberapa minggu ke depan, karena itu kami membutuhkan respons yang lebih cepat dan efektif dari dunia internasional,” kata Chan, seperti dilansir Reuters.
Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, bahkan menyebut wabah ebola sebagai ancaman keamanan global berjanji mengirim bantuan.
Amerika Serikat akan mengirim 3.000 pasukan untuk membangun klinik, mendistribusikan peralatan medis, dan melatih pekerja kesehatan.
"Rumah sakit, klinik dan beberapa pusat perawatan yang saat ini tersedia, sudah kewalahan," ungkap Obama ketika berpidato di Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Atlanta, 16 September lalu.
Pasukan itu akan ditugaskan di markas Senegal. Sementara pasukan lain menyalurkan logistik dan memberi pelatihan serta dukungan teknik di Liberia.
Selain personel, AS juga akan menganggarkan lebih dari US$500 juta atau Rp5,9 triliun untuk melawan ebola. Obama terkejut dengan fenomena ebola yang menyebar sangat pesat. Bahkan, kata dia, penderita dibiarkan meninggal di jalan-jalan. "Ini menjadi sesuatu yang di luar kendali," kata Obama.
Jika penyebaran ini tidak segera dihentikan, Obama khawatir, ratusan ribu orang lainnya akan ikut terinfeksi. Selain AS, pada Selasa 16 September lalu, China berjanji akan mengirimkan tim laboratorium ke Sierra Leone. Di dalam tim itu terdapat ahli kulit, klinik, dan perawat.
Salah satu pesohor dunia, Bill Gates, ikut menyumbang. Melalui yayasan pribadi, Gates dan istrinya menyumbang US$ 50 juta kepada WHO untuk mengatasi penyebaran ebola. Bisa dibilang, ini adalah .
Sementara Dana Moneter Internasional (IMF) punya cara lain dalam membantu. Sesuai “habit” nya, lembaga ini memberi pinjaman kepada tiga negara yang ekonominya memburuk karena wabah ebola. Totalnya, US$127 juta.
IMF mengusulkan pinjaman sebesar US$40 juta bagi Guinea, US$48 juta untuk Liberia, dan US$39 juta bagi Sierra Leone, 17 September lalu. Disebutkan bahwa ekonomi di Liberia dan Sierra Leone terganggu akibat wabah yang .
Namun, Dokter Tanpa Batas menilai respons dunia masih lambat dan tertinggal jauh dibandingkan perkembangan penyakit itu. Dalam sebuah pertemuan mengenai ebola, Presiden MSF Joanne Liu mengatakan diperlukan koordinasi di bawah komando yang jelas.
"Jendela kesempatan untuk menghentikan penyebaran penyakit ini sudah tertutup. Kami membutuhkan lebih banyak negara untuk berdiri, pengerahan personel yang banyak. Dan kami membutuhkannya saat ini juga," kata Liu. (ren)