Sumber :
- ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo
VIVAnews
- Piala Dunia menjadi turnamen paling banyak menarik perhatian dari turnamen-turnamen olahraga lain di dunia sepanjang 2014. Apalagi, Piala Dunia kali ini digelar di "rumah" juara 5 kali, Brasil.
Di tengah kontroversi dan demonstrasi yang terjadi, Piala Dunia 2014 Brasil tetap berlangsung meriah dan di luar prediksi para pengamat. Sejumlah kejutan pun tercipta. Sejumlah tim unggulan berguguran sejak awal.
Tengok saja nasib juara bertahan Spanyol yang harus tersingkir sejak penyisihan. Nasib sial juga dialami Italia dan Inggris yang angkat koper lebih cepat setelah kalah bersaing dari Kosta Rika dan Uruguay di Grup D.
Namun, kejutan paling mencolok adalah kekalahan telak Brasil dari Jerman di babak semifinal. Tuan rumah dan juga juara Piala Dunia lima kali Brasil dibantai Jerman dengan skor yang sulit dipercaya, 1-7!
Sebelum pertandingan, banyak prediksi bermunculan yang meramal siapa akan keluar sebagai pemenang. Ada yang meramal Brasil akan menang, begitu pula sebaliknya. Dan semua prediksi nyaris sama, hanya menang tipis.
Tapi, faktanya berbeda jauh dari seluruh prediksi pralaga. Pertarungan ketat tak terlihat di laga itu. Jerman bahkan sudah unggul saat laga baru berjalan 11 menit. Dan selanjutnya, satu persatu pemain Jerman silih berganti mencetak gol dengan mudah.
Pada akhirnya, Jerman keluar sebagai juara setelah menekuk Argentina melalui pertarungan sengit 120 menit di laga pamungkas. Gol tunggal Mario Goetze pada menit 113 berhasil mematahkan harapan Lionel Messi dan kawan-kawan.
Kemenangan ini mematahkan mitos dalam sejarah Piala Dunia. Mitos tak ada negara Eropa yang sukses merengkuh Piala Dunia di daratan Amerika akhirnya gugur setelah Jerman mengalahkan Argentina di Stadion Maracana.
Di tengah kontroversi dan demonstrasi yang terjadi, Piala Dunia 2014 Brasil tetap berlangsung meriah dan di luar prediksi para pengamat. Sejumlah kejutan pun tercipta. Sejumlah tim unggulan berguguran sejak awal.
Tengok saja nasib juara bertahan Spanyol yang harus tersingkir sejak penyisihan. Nasib sial juga dialami Italia dan Inggris yang angkat koper lebih cepat setelah kalah bersaing dari Kosta Rika dan Uruguay di Grup D.
Namun, kejutan paling mencolok adalah kekalahan telak Brasil dari Jerman di babak semifinal. Tuan rumah dan juga juara Piala Dunia lima kali Brasil dibantai Jerman dengan skor yang sulit dipercaya, 1-7!
Sebelum pertandingan, banyak prediksi bermunculan yang meramal siapa akan keluar sebagai pemenang. Ada yang meramal Brasil akan menang, begitu pula sebaliknya. Dan semua prediksi nyaris sama, hanya menang tipis.
Tapi, faktanya berbeda jauh dari seluruh prediksi pralaga. Pertarungan ketat tak terlihat di laga itu. Jerman bahkan sudah unggul saat laga baru berjalan 11 menit. Dan selanjutnya, satu persatu pemain Jerman silih berganti mencetak gol dengan mudah.
Pada akhirnya, Jerman keluar sebagai juara setelah menekuk Argentina melalui pertarungan sengit 120 menit di laga pamungkas. Gol tunggal Mario Goetze pada menit 113 berhasil mematahkan harapan Lionel Messi dan kawan-kawan.
Kemenangan ini mematahkan mitos dalam sejarah Piala Dunia. Mitos tak ada negara Eropa yang sukses merengkuh Piala Dunia di daratan Amerika akhirnya gugur setelah Jerman mengalahkan Argentina di Stadion Maracana.
La Decima
Peristiwa menarik lainnya dalam sepakbola sepanjang 2014 adalah sukses Real Madrid memastikan diri menjadi juara Liga Champions 2014, usai memenangi laga final melawan Atletico Madrid.
Itu merupakan gelar Liga Champions ke-10 yang sudah lama ditunggu-tunggu Madrid, atau yang biasa disebut La Decima. Dan keberhasilan ini tidak diperoleh dalam waktu singkat dan modal sedikit. El Real telah menanti sejak 12 tahun lalu.
Kali terakhir Madrid meraih trofi Liga Champions pada musim 2002. Saat itu, Zinedine Zidane dan kawan-kawan meraih kemenangan 2-1 atas Bayer Leverkusen. Namun, sejak saat itu, Madrid selalu gagal ke final.
Padahal, Madrid tak main-main untuk bisa mewujudkan ambisi besar tersebut. Demi bisa menggapai gelar ke-10, El Real menempuh segala cara, salah satunya dengan "ugal-ugalan" di bursa transfer pemain.
Nama-nama top silih berganti masuk daftar skuad Madrid dari waktu ke waktu. Namun, apa daya, untung belum berpihak pada mereka. Pencapaian terbaik Los Blancos hanya melaju ke semifinal.
Dan, mimpi La Decima itu pun akhirnya terwujud setelah kedatangan Carlo Ancelotti pada musim panas 2014 lalu. Pelatih asal Italia itu mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki Cristiano Ronaldo dan kawan-kawan.
Tapi, bagaimanapun juga, La Decima yang diraih Madrid ini lebih dari sekedar pengorbanan mendatangkan pemain termahal. Kualitas teknik, fisik serta mental jadi yang utama. Untuk mendapatkan bukti, cukup menengok ke laga final.
Tertinggal hingga menit 90, tim asuhan Carlo Ancelotti itu tak menyerah hingga akhirnya Sergio Ramos membalas gol Diego Godin dan memaksakan babak tambahan. Dan di perpanjangan waktu ini, Madrid benar-benar menunjukan kelasnya.
Dimulai dari tandukan keras Bale menyambut bola muntah sepakan Angel Di Maria. Lalu, tendangan keras Marcelo dari depan kotak terlarang, dan ditutup eksekusi penalti Cristiano Ronaldo. Madrid balik meraih kemenangan 4-1 atas rival sekotanya itu dan memastikan gelar.
"Ini akhir dari sebuah obsesi. Sekarang kami sedang memikirkan yang ke-11 dan kemudian fokus pada gelar ke-12. Sepertinya, kami telah dibebaskan sepenuhnya oleh beban diri kami sendiri," kata Presiden Madrid, Florentino Perez.
Akhir Tragis Timnas U-19
Dari dalam negeri, publik Indonesia menyematkan harapan tinggi kepada timnas Indonesia U-19 sepanjang 2014. Evan Dimas dan kawan-kawan yang berstatus sebagai juara Piala AFF diharapkan bisa berprestasi di Piala Asia (AFC Cup) 2014 di Myanmar.
Apalagi, turnamen ini menjadi pintu masuk buat Timnas U-19 untuk berlaga di Piala Dunia U-20 2015. Syaratnya, tim asuhan Indra Sjafri itu minimal harus lolos ke semifinali alias mengakhiri turnamen di posisi 4 besar.
"Semoga bisa mencetak sejarah dengan lolos ke Piala Dunia. Saya optimistis tim ini bisa mencapai babak semifinal karena sudah menjalani masa persiapan panjang," kata Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin, di Myanmar.
"Selain itu, mereka juga sudah bertanding melawan tim dan pemain kelas dunia. Jadi, saya rasa mental mereka sudah siap," lanjutnya sebelum laga pertama.
Sayangnya, Garuda Jaya malah tersingkir dengan cara menyakitkan. Evan Dimas cs ada di posisi buncit klasemen akhir Grup B, tanpa mengoleksi satu poin pun setelah menelan tiga kekalahan.
Di laga perdana, Timnas u-19 secara mengejutkan digasak Uzbekistan 1-3. Timnas U-19 pun dipastikan angkat koper dari turnamen bergengsi tingkat Asia ini setelah di laga kedua kalah tipis dari Australia 0-1.
Meski sudah dipastikan tersingkir, Timnas U-19 tetap bertekad meraih kemenangan di laga terakhir melawan Uni Emirat Arab (UEA). Namun, lagi-lagi Garuda Jaya kalah. Dan kali ini sangat telak, yaitu 1-4.
Jelas, hasil ini di luar perkiraan. Pasalnya, Timnas U-19 bukanlah tim yang baru beberapa bulan terbentuk. Dalam jangka waktu setahun, mereka benar-benar dipersiapkan dengan matang, agar bisa menandingi tim-tim kuat Asia.
Kegagalan inilah yang disinyalir membuat PSSI mendepak Indra Sjafri dari jabatan pelatih Timnas U-19. Rapat Komite Eksekutif pada November lalu memutuskan tidak melanjutkan kontrak Indra Sjafri yang masih tersisa setahun lagi. PSSI memberhentikan Indra dari jabatannya.
Asian Games & Hiburan Ferdinand
Sama dengan prestasi Timnas U-19, olahraga Indonesia juga gagal bersinar di Asian Games ke-17 di Incheon, Korea Selatan. Kontingen Indonesia hanya mampu meraih 20 medali yang terdiri dari 4 emas, 5 perak, dan 11 perunggu.
Alhasil, Indonesia hanya menempati posisi ke-17. Ironis, sebab Indonesia kalah dari sesama negara se-Asia Tenggara. Sebut saja, Thailand yang berada di urutan 5 dengan total 47 medali (12-7-28).
Bukan hanya itu, Indonesia juga kalah dari dua negara serumpun, yaitu Malaysia yang berhasil menempati posisi 14 dengan 33 medali (5-14-14), dan Singapura yang ada di urutan 15 dengan 24 medali (5-6-13).
Kegagalan ini menyisakan kekecewaan dari sebagian besar pelaku olahraga di tanah air. Hal ini terkait kegagalan atlet, pelatih, dan pengurus dari mayoritas cabang untuk meraih target yang diemban sejak awal.
Secara umum, Indonesia gagal memenuhi target di Asian Games 2014. Ditarget menembus 10 besar atau minimal raih 9 medali emas, Indonesia malah finis di posisi ke-17 dengan 4 emas, 5 perak, dan 11 perunggu.
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Roy Suryo, enggan menyalahkan siapa pun atas hasil ini. Hal itu menurutnya justru akan memecah belah Indonesia. Dia menilai, kegagalan ini lebih baik jadi bahan introspeksi.
"Memang targetnya 10 besar, tapi justru tercecer ke posisi 17. Mari perbaiki kesalahan yang ada dan fokus pada bidang masing-masing," kata Roy di Kantor Kemenpora pada Oktober lalu.
Mungkin sedikit hiburan dari pentas Asian Games adalah keberhasilan Timnas U-23 lolos dari fase grup alias sesuai target yang dibebankan. Tim asuhan Aji Santoso dinaungi keberuntungan dengan undian yang menempatkan di Grup E bersama Thailand, Maladewa dan Timor Leste.
Garuda Muda sukses melewati dua pertandingan awal dengan kemenangan telak atas Timor Leste (7-0) dan Maladewa (4-0) untuk lolos ke babak 16 besar. Lalu, Indonesia digasak Thailand 0-6 dalam laga terakhir grup yang sebenarnya sudah tak menentukan.
Sayangnya, undian tak memberikan keberuntungan lagi kepada Garuda Muda yang harus bertemu Korea Utara di fase knockout. Garuda Muda pun harus takluk 1-4 dari Korut sekaligus menutup langkah di babak 16 besar pentas sepakbola Asian Games 2014.
Hiburan dari pentas Asia ini adalah tercatatnya nama Ferdinand Sinaga sebagai top scorer dengan 6 gol. Bagi Ferdinand, tahun ini melengkapi kisah suksesnya kala mengantarkan Persib Bandung menjadi juara Liga Super Indonesia (ISL) usai mengalahkan Persipura Jayapura lewat adu penalti 5-3 usai hasil 2-2 di waktu normal dan perpanjangan waktu.
Ferdinand Sinaga dinobatkan sebagai Pemain Terbaik ISL 2014. Bagi Persib, trofi ini sudah ditunggu sangat lama usai menjadi juara Liga Indonesia I pada 1995.
Harapan terakhir insan sepakbola Indonesia muncul di penghujung tahun lewat tim nasional Indonesia senior yang tampil di ajang Piala AFF. Euforia 2010 nyaris kembali muncul ketika tim yang kembali ditukangi Alfred Riedl ini tampil menjanjikan sepanjang uji coba.
Sayangnya, di event sesungguhnya, Tim Merah Putih justru menunjukkan mencatat rekor buruk. Imbang 2-2 dengan tuan rumah Vietnam di laga perdana, Indonesia untuk kali pertama sepanjang sejarah dipermalukan Filipina 0-4 di laga berikutnya. Kemenangan 5-1 di laga terakhir grup tak cukup meloloskan Indonesia ke semifinal.
Akhirnya, Piala AFF yang digelar pada 22 November-20 Desember 2014 di Vietnam dan Singapura menjadi ajang pertunjukan kekuatan Thailand. Negeri Gajah Putih meraih trofi ke-4 sepanjang sejarah turnamen antarnegara ASEAN ini --menyamai koleksi juara Singapura-- setelah mengalahkan Malaysia di final dengan agregat 4-3. (one)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
La Decima