Mimpi Negara Antariksa

Warga menyaksikan peluncuran pesawat ulang alik ke luar angkasa dari Wenchang Satellite Launch Center di Wenchang, Provinsi Hainan, China
Warga menyaksikan peluncuran pesawat ulang alik ke luar angkasa dari Wenchang Satellite Launch Center di Wenchang, Provinsi Hainan, China
Sumber :
  • REUTERS/Stringer

Igor merupakan ahlinya luar angkasa. Selain menjadi pemimpin redaksi di jurnal luar angkasa ROOM, dia pemegang saham Seraphim Capital, perusahaan pendanaan untuk teknologi berbasis luar angkasa. 

Yang terpenting, dia adalah salah satu pendiri Aerospace International Research Center di Austria. Dengan seabrek pengalaman ini, tema luar angkasa sudah ‘khatam’ dia kuasai. Itulah mengapa, ia berani mendeklarasikan Asgardia pada 17 Juli 2017 (17717).

Kemustahilan proyek ini tidak hanya digaungkan oleh para ilmuwan di negara asalnya. Meski Syafriza mengatakan Asgardia ditargetkan terwujud satu abad lagi, ilmuwan luar angkasa di Indonesia pun pesimistis. 

Misalnya saja Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, yang menganggap  proyek itu sulit direalisasikan, jika dipandang dari aspek legal dan teknologi. 

“Legalitas menurut hukum keantariksaan internasional hanya terkait dengan negara peluncur objek antariksa. Legalitas untuk koloni antariksa masih diperdebatkan. Asgardia masih mimpi," ujarnya. 

Kendala terbesar mewujudkan koloni di antariksa adalah teknologi daya dukung kehidupan di antariksa, untuk jumlah manusia yang belum banyak ada. Warga yang akan tinggal di negara itu juga pasti dikenai biaya sangat mahal. 

"Meskipun ada beberapa planet yang ditemukan secara teoretis bisa dihuni manusia, namun belum bisa dipastikan,” ujar profesor astronomi yang mengaku tidak tertarik untuk tinggal di luar angkasa itu.

Menurut Thomas, pembentukan Asgardia bukan semata karena banyak masyarakat yang merasa tidak nyaman dengan keadaan Bumi. Namun, lebih kepada protes dari sang pendiri yang merasa hukum keantariksaan yang didasarkan pada kepemilikan negara, mengekang program keantariksaan independen. 

“Agar tidak terkekang oleh negara-negara yang ada sekarang, dia (Igor) membuat negara di antariksa supaya bisa mendaftarkan wahana atas nama Asgardia,” tutur Thomas.

Pengamat BMKG di Masjid Agung Baiturahman, Malang (9/3/2016)

Petugas dari BMKG tengah melakukan observasi di Malang, Jawa Timur. (VIVA.co.id/D.A Pitaloka)

Halaman Selanjutnya
img_title