Mimpi Negara Antariksa

Warga menyaksikan peluncuran pesawat ulang alik ke luar angkasa dari Wenchang Satellite Launch Center di Wenchang, Provinsi Hainan, China
Warga menyaksikan peluncuran pesawat ulang alik ke luar angkasa dari Wenchang Satellite Launch Center di Wenchang, Provinsi Hainan, China
Sumber :
  • REUTERS/Stringer

Meski senada dengan Thomas, Suaidi Ahadi, kepala Sub Bidang Analisis Geofisika Potensial dan Tanda Waktu di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menanggapi Asgardia sebagai terobosan teknologi. 

Dia setuju dengan ide mendirikan koloni di antariksa, namun tidak setuju dengan alasan perubahan iklim di Bumi yang menjadi dasar perpindahan manusia itu.

“Saya pribadi, bukan BMKG, termasuk orang yang tidak percaya dengan perubahan iklim signifikan. Sebenarnya Asgardia ini tidak membangkitkan isu tentang Bumi sudah tidak layak huni," katanya. 

Dia membangkitkan isu teknologi bahwa manusia ternyata bisa hidup di luar angkasa. Ide-ide seperti ini kan sudah ada lama, seperti di Mars. 

Ini proyek ambisius dari penciptanya. Dia sudah punya rancangan di mana satelit akan dikirim. "Cuma apakah bisa membawa manusia sebanyak ratusan ribu ke atas sana? Sumber dayanya dari mana?” kata Suaidi.

Selanjutnya, Perjalanan Panjang

Perjalanan Panjang

Suaidi membeberkan banyak hal yang diperkirakan menjadi kendala bagi Asgardia untuk bertahan di luar atmosfer. Misalnya, lapisan terselubung Bumi yang punya efek badai elektronik (ionosfer), yang akan membakar benda apa pun yang melewati. 

Lalu, juga soal bagaimana Asgardia bisa bertahan kalau terjadi badai Matahari. Bukan hanya masalah sains yang harus menjadi perhatian Igor, tapi juga isu tata negara yang harus diikuti. 

Menurut pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, yang terheran-heran mendengar ide ini, mengatakan, setidaknya ada tiga hal yang harus dimiliki untuk membangun sebuah negara.

“Kalau kita bicara pembentukan negara, syarat pembentukan suatu negara itu kan batas wilayahnya," katanya.

Halaman Selanjutnya
img_title