SOROT 464

Menangguk Untung dari Kebohongan

Jurnalis deklarasi ANTI-HOAX di Bengkulu
Sumber :
  • ANTARA FOTO/David Muharmansyah

VIVA.co.id – Perempuan itu berdiri tegak. Mengenakan kerudung putih bermotif hitam dan masker menutup setengah wajah, ia berdiri sejajar dengan dua lelaki dengan penutup wajah yang sama. Ketiganya menggunakan baju oranye, seragam khas tahanan di Bareskrim Mabes Polri.

22 Tahun Dikabarkan Meninggal, Masiroh Kembali dan Ceritakan Kisahnya di Suriah

Perempuan itu adalah Sri Rahayu. Sementara nama dua pria di sebelahnya adalah Jasriadi dan Faisal. Sri Rahayu menggunakan seragam tahanan nomor 05. Sementara Jasriadi nomor 10 dan Faisal nomor 18. Mereka menjadi tersangka ujaran kebencian lewat pengelolaan jasa penciptaan konten di dunia maya, dengan nama organisasi Saracen. Polisi menuding, organisasi ini mengelola lebih dari 800 ribu akun media sosial

Sri, Faisal maupun Jasriadi merasa tidak bersalah dalam kasus ini. Alasannya, mereka hanya menuangkan pikiran dan pendapat di media sosial. Sri mengaku tahu Saracen. Namun, ia tidak pernah bergabung dengan kelompok tersebut, apalagi menjabat sebagai Koordinator Saracen Wilayah Jawa Barat. Sementara, Jasriadi, sang ketua membantah dirinya menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian.

Gerindra Perkenalkan Dedi Mulyadi Kandidat dalam Pilkada Jabar

“Saya justru memerangi hoaks. Tahun 2015 banyak postingan hoaks atau porno, saya yang menggagalkan. Tidak benar juga dikatakan saya menyebarkan dengan menggunakan 800.000 akun. Itu saya dapatkan dari akun Vietnam yang pernah menyebarkan hoaks. Saya juga tidak terima orderan untuk menyebarkan hoaks dan dibayar. Itu sama sekali tidak benar,” ujar Jasriadi dalam acara Indonesia Lawyers Club di stasiun televisi tvOne, 29 Agustus 2017.

Ruang komputer hacker

PKB Segera Putuskan Kader yang Diusung Maju Pilgub Jabar 2024

Buzzer menjadi partner kelompok Saracen. (REUTERS/Siegfried Modola)

Tidak ada penjahat yang mau mengaku dirinya penjahat, demikian kata orang. Buzzer-buzzer di media sosial, yang kerap dibayar untuk menulis status memuji atau menjatuhkan sebuah produk, juga menolak dianggap sebagai penjahat yang melakukan berbagai cara untuk menggiring opini publik. Jonru Ginting, yang selama ini dianggap sebagai ‘raja hoaks’ pun tak mau dianggap seperti itu, apalagi dikaitkan dengan jaringan Saracen. [Baca juga: Saracen, dari Perang Salib ke Bisnis]

“Ya, kalau mereka nuduh, tunjukan buktinya, gitu saja... mau dibilang sindikat yaa tunjukin saja buktinya, kalau saya tidak melakukan itu apa yang saya takutkan, udah itu aja. Saya tidak mengerti (Saracen). Informasi yang saya terima simpang siur. Ada yang bilang memang ini penebar kebencian, ada yang bilang mereka ini memang membela kebenaran. Jadi macam - macam info yang saya terima. Jadi saya juga bingung. Kalau menurut saya itu, (kerja Saracen) kampungan sih. Kan dosa juga menyebarkan kebohongan, memfitnah. Kampungan lah menurut saya,” ujar Jonru kepada VIVA.co.id. [Lihat infografik: Alur Bisnis Hoax]

Selanjutnya, sisi gelap content marketing..

Kemenkominfo mengadakan kegiatan Chip In.

Tiket Keliling Nusantara: Hanya Dengan Konten Saja!

Tingkat indeks literasi digital tersebut belum dapat menjamin jika seluruh masyarakat dapat memaksimalkan pembuatan konten di media sosial.

img_title
VIVA.co.id
5 Mei 2024