Gerabah Pujiati Hancur Jadi Lumpur

Surabaya Post - Perempuan yang akan menginjak usia 40 tahun itu sibuk membangunkan anak-anaknya dan menyelamatkan harta benda di ruang depan.

Tak satu pun dari empat jiwa penghuni rumah itu yang ingat pada bagian belakang, gudang tempat mereka anjun (istilah lokal untuk aktivitas membuat gerabah).

Saat mereka sadar, ratusan gerabah yang sudah terbentuk dan hanya menunggu dibakar, lenyap jadi lumpur pekat. Tanah liat bahan baku gerabah yang mereka beli dari desa lain, juga hanyut.

“Kerja berhari-hari dan bahan baku ratusan ribu lenyap begitu saja,” kata Nani, saudara Pujiati. 

Pujiati tidak sendiri. Kelurahan Karang, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban yang menjadi salah satu korban banjir kiriman, memang dikenal sebagai sentra gerabah. Cobek dan kuali ikan -biasanya dipakai sebagai wadah pindang- dari kelurahan ini terkenal tahan lama.

Dalam beberapa waktu terakhir, warga kelurahan itu mulai meningkatkan keterampilan mereka. Tidak hanya cobek dan kuali kecil, mereka pun mulai membuat pot dan vas bunga dengan beragam bentuk serta variasi ornamen.

Sayang, banjir dinihari kemarin menghancurkan gerabah mereka dan menghanyutkan bahan bakunya. Sus, tetangga Pujiati, nasibnya lebih parah lagi. Bukan hanya ratusan cobek dan kuali hanyut menjadi lumpur, rumahnya yang terbuat dari papan pun hampir saja terbawa banjir. 

Ya, banjir akibat meluapnya Sungai Karang itu memang sangat kuat. Tembok Dinas Peternakan yang memisahkan peternakan sapi dan pemukiman warga, ambrol. Sejumlah fasilitas umum juga rusak parah.

Dijodoh-jodohkan dengan Abidzar, Irish Bella Beri Respons Begini

Bahkan, jalan provinsi di Dusun Pidengan, Desa Gedongombo, Kecamatan Semanding, rusak parah. Padahal, baru beberapa hari jalan tersebut selesai diperbaiki. Seluruh aspal di badan jalan tersebut mengelupas tergerus air yang sempat merendam lokasi selama 30 menit.

Di Kecamatan Semanding, ratusan rumah warga di Desa Bektiharjo, Desa Tegalagung, Desa Prunggahan Kulon dan Kelurahan Karang tenggelam selama satu jam lebih akibat meluapnya Sungai Karang.

Ketinggian air mencapai 1,5 meter, terutama di daerah bantaran sungai sepanjang 5,5 kilometer itu.

Warga tidak memperkirakan terjadi bencana banjir kiriman separah itu. Selama 15 tahun sungai yang membentang dari Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding hingga Kelurahan Karangsari Kecamatan Kota, Tuban itu airnya tidak lebih dari mata kaki.

Kalaupun terjadi kenaikan debit air, tidak pernah mencapai bibir sungai.
“Air di sumber Bektiharjo sudah susut banyak. Sumber air itu juga dimanfaatkan PDAM untuk suplai air minum warga kota Tuban, jadi sungai ini lebih sering kering daripada berair,” kata Widodo Waluyo (51), warga Kelurahan Karang.

Widodo Waluyo mengaku sama sekali tidak menduga sungai yang telah lama istirahat tersebut tiba-tiba menumpahkan air dan melibas ratusan rumah di sepanjang alirannya. Ia dan keluarganya sedang tidur lelap saat banjir menghantam.

Hanya beberapa warga yang terlihat masih berjaga, namun itu pun asyik di depan layar televisi. Tak ada seorang pun yang tampak di luar rumah karena hujan mengguyur sejak pukul 19.00 WIB.

“Saya terbangun karena mendengar suara ribut-ribut. Orang-orang berteriak-teriak. Begitu bangun, saya kaget karena di bawah dipan sudah tergenang air setinggi lutut,” katanya.

Ngudi Basuki (24), warga lainnya yang mengaku masih berjaga saat air datang mengatakan, malam itu dia bersama adiknya, Tutik Sriwahyuni (22), sedang menonton siaran olah raga di televisi.

Tiba-tiba dia mendengar suara gemuruh. “Saya kaget dan langsung keluar. Ternyata bunyi gemuruh itu datang dari sungai. Saya langsung lari ke sungai, tahu-tahu air sudah menggenangi rumah-rumah yang ada di dekatnya,” tutur Ngudi Basuki.

Pemuda lulusan STIA Malang tersebut bergegas pulang untuk membangunkan anggota keluarganya yang lain. Namun belum sempat dia sampai kembali di rumah, jeritan minta tolong terdengar.

Semakin lama semakin riuh. Sementara air semakin tinggi hingga mencapai dada orang dewasa dan semakin luas membanjiri perkampungan tersebut.

Karena panik, warga berlarian menyelamatkan diri. Barang-barang berharga tidak terpikirkan lagi. Entah berapa puluh perabot rumah tangga musnah dibawa air.

Kerugian warga semakin besar lantaran puluhan ribu gerabah rusak, dan sebagiannya hanyut terbawa air.

Mintuk (47), perajin gerabah di kelurahan tersebut mengaku 5.000 kuali siap antar hanyut terbawa air. Sedangkan 1500-an lainnya yang masih mentah berubah menjadi bubur, bersatu dengan lumpur.

Di kelurahan tersebut, sedikitnya terdapat 82 perajin gerabah. Dari jumlah tersebut, hanya tersisa 10 perajin yang gerabahnya tersisa. Lainnya amblas terbawa banjir.

Desa Tegalagung, Prunggahan Kulon, dan Bektiharjo, ratusan sawah rusak. Banjir juga merusak tiga perahu di kampung nelayan Kelurahan Karangsari, Kecamatan Kota, yang menjadi muara Sungai Karang.

Tiga rumah warga di kampung tersebut rusak parah, sedang plengsengan sungai ambrol sepanjang 50 meter.

Maraknya penambangan batu kapur dan pembalakan liar diyakini menjadi penyebab banjir kiriman ini. Banyak sumber air yang mati saat kemarau.

Kekeringan menjadi menu tahunan warga, terutama yang tinggal di daerah-daerah perbukitan kapur yang menjadi lokasi pertambangan. Saat hujan turun, giliran warga yang tinggal di daerah-daerah rendah menderita akibat banjir kiriman, seperti Jumat 29 Januari 2010 dinihari itu.

Di waktu yang sama, banjir juga melanda Desa Penambangan, Desa Genahharjo, Desa Sembungrejo, Desa Kowang, dan Desa Gesing (Kecamatan Semanding), serta Desa Leran Kulon, Desa Gesikharjo, Desa Dawung, dan Desa Palang (Kecamatan Palang) akibat luaran Sungai Klero.

Sejumlah ternak warga hilang, namun tak ada korban jiwa. Wakil Bupati Tuban, Lilik Soehardjono mengaku kaget saat meninjau lokasi musibah di sejumlah desa.

Menurut dia, banjir serupa pernah terjadi beberapa puluh tahun lalu, namun tidak separah kali ini.

“Ini karena rusaknya lingkungan di perbukitan Desa Bektiharjo. Dua sungai yang mengakibatkan banjir tersebut bersumber dari daerah perbukitan di sana,“ katanya.

Hulu Sungai Karang di Sendang Widodaren, Desa Bektiharjo, sedang Sungai Klero bersumber dari Desa Menyunyur, Kecamatan Grabagan dan membentang sejauh 17 km hingga Desa Palang, Kecamatan Palang.

“Kami akan berkoordinasi dengan Perhutani untuk mengatur pertambangan batu kapur di bukit-bukit itu. Kalau tidak segera dicegah, setiap waktu bencana seperti ini akan terjadi,” kata Lilik.

Laporan: Subekti

Susunan Pemain Indonesia U-23 Vs Guinea U-23
Gunung Ibu di Halmahera Barat, Maluku Utara

Status Gunung Ibu di Maluku Utara Naik Jadi Siaga Level III

Waspadalah! Gunung Ibu Melonjak ke Level III Siaga karena Peningkatan Aktivitas Vulkanik.

img_title
VIVA.co.id
9 Mei 2024