Sepanjang 2020, DKPP Terima 210 Aduan Dugaan Pelanggaran Etik Pemilu
- VIVA/Syaefullah
VIVA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menerima 210 aduan dari berbagai pihak dan masyarakat soal dugaan pelanggaran kode etik pemilihan umum, selama sembilan bulan atau dari Januari-September 2020.
Dari jumlah itu, ada puluhan pengaduan yang diterima oleh DKPP soal pesta demokrasi pemilihan kepala daerah yang akan digelar pada akhir tahun ini. "Kira-kira untuk Pilkada yang diterima mungkin lebih dari 30 aduan," kata anggota DKPP, Didik Supriyanto di Kantor Bawaslu Bali, Selasa, 6 Oktober 2020.
Baca juga: Bawaslu NTT Nilai Kampanye Paslon Belum Taati Protokol Kesehatan
Dia menjelaskan, aduan yang diterima oleh DKPP itu kebanyakan aduan dari calon kepala daerah perseorangan.
"Paslon perseorangan yang gagal tidak memenuhi syarat kemudian mengadukan KPU dan Bawaslu ke DKPP mereka menganggap dan menilai bahwa KPU dan Bawaslu ini tidak prosesional dalam menjalankan tugasnya, khususnya dalam proses verifikasi administrasi, verifikasi faktual mereka dianggap tidak benar," ujarnya.
Kemudian, yang diadukan ke DKPP soal sistem perekrutan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum dan Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu.
"Jadi ada dua. Yang satu soal verifikasi pencalonan perseorangan, kedua rekrutmen PPK bagi KPU, Panwascam bagi Bawaslu," ujarnya.
Pengaduan soal Pilkada yang diterima oleh DKPP itu, menurut dia, kebanyakan dari daerah Sumatera Utara, Papua, Papua Barat, Sulawesi Sekatan, Sulawesi Tengah dan Jawa Tengah.
Dari aduan yang disidangkan itu, kata Didik, sebagian aduan yang dilaporkan itu tidak terbukti dan sebagian lagi aduan itu terbukti tapi rata-rata memang yang terbukti itu kesalahan ringan. "Karena kesalahannya administrasi, tidak memberikan pelayanan baik," katanya.
Pola Rekrutmen Penyelenggara Pemilu Harus Mandiri
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Didik Supriyanto menegaskan bahwa kemandirian hal yang mutlak harus dimiliki oleh penyelenggara pemilu.
"Mandiri ini kunci utama dari sifat dan karakter penyelenggara pemilu karena diharapkan bersifat imparsial, jujur, netral dan integritas terjaga," kata Didik.
Dalam rapat yang dihadiri oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Bali serta sejumlah perwakilan dari Bawaslu Provinsi Bali dan KPU Provinsi Bali ini, Didik mengungkapkan, ketidakmandirian penyelenggara hingga kini masih ditemui dalam perkara yang diperiksa DKPP. "Dari perkara-perkara yang kita tangani, ketidakmandirian ini terjadi," katanya.
Mantan Sekjen Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini menilai, ketidakmandirian penyelenggara pemilu ini ternyata berkaitan erat dengan rekrutmen penyelenggara pemilu.
Pola rekrutmen yang buruk, lanjut Didik, akan berimbas pada karakter-karakter penyelenggara yang dihasilkan nantinya.
"Jadi kalau rekrutmen tidak terkontrol cenderung menghasilkan pribadi yang punya koneksi, sehingga ketika ia menjabat tidak mandiri ketika membuat keputusan," jelas Didik.
Anggota Panwaslu pada Pemilu 2004 ini pun mengimbau, kepada seluruh peserta forum agar merefleksikan dan mengevaluasi hal ini guna menemukan solusi yang dapat menjadi masukan dalam pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu yang tengah digodok oleh DPR dan pemerintah.
"Yang mau saya katakan, ada problem serius sehingga kita harus memberi masukan kepada DPR yang sedang menggodok RUU Pemilu," katanya.