Geliat Ekonomi Kreatif Dunia

Pameran Ekonomi Kreatif.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ayu Restika Sari

VIVA – Tiga tahun yang lalu, Presiden Joko Widodo membentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) melalui Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015. Bekraf merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pariwisata.

Buka Perwakilan di 5 Negara, Ekonomi Kreatif RI Mulai Ekspansi ke Eropa

Sebelum Bekraf dibentuk, segala urusan ekonomi kreatif menjadi bagian dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang dibentuk pada Kabinet Indonesia Bersatu II tahun 2011 sampai 2014.

Pembentukan Bekraf menunjukkan bahwa pemerintah telah menjadikan ekonomi kreatif sebagai salah satu sektor yang sangat potensial untuk memajukan ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan Indonesia.

Jakarta Audio Video Music Expo (JAVME) 2024 Akan Hadir di Kemayoran, Catat Tanggalnya!

Belum lama ini, Bekraf yang dikepalai oleh Triawan Munaf juga menyelenggarakan konferensi ekonomi kreatif pertama dunia. Dinamakan World Conference on Creative Economy (WCCE), pesta ekonomi kreatif tersebut digelar pada 6-8 November 2018 lalu di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC).

Di sela-sela acara tersebut, VIVA berkesempatan berbincang dengan Xin Gu, seorang ahli di bidang industri kreatif yang juga menjadi salah satu pembicara di sesi WCCE, mengenai sektor ekonomi kreatif dan segala tantangannya.

Bukan International Moneteri Fund, Sandiaga Ungkap 84 Persen UMKM Andalkan IMF untuk Permodalan

Xin Gu sempat menuturkan bahwa ekonomi kreatif awalnya berkembang di negara maju post-industrial, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Mereka mencari bentuk ekonomi yang baru, sehingga lahirlah bentuk ekonomi kreatif. Tapi di sisi lain, negara-negara berkembang lainnya, terutama negara Asia, tidak ingin ketinggalan dalam gerbong tersebut.

Itu terlihat dari China yang mengadopsi model industri kreatifnya sendiri dengan meng-copy dan mengubahnya sedikit dan dikeluarkan lagi menjadi produknya sendiri. Lalu Jepang dengan animasinya dan Korea dengan K-Pop mereka. Dari situ kita melihat bahwa negara-negara berkembang, termasuk Indonesia sudah lama mengarah ke sana walaupun ekonomi kreatif dimulai oleh negara adidaya.

Sebagai informasi, Xin Gu merupakan sarjana S3 lulusan University of Manchester, Inggris di bidang industri kreatif. Xin Gu kini berprofesi sebagai pengajar ekonomi kreatif sekaligus Director of Master of Cultural and Creative industries di Monash University di Melbourne, Australia.

Berikut petikan wawancara lengkapnya.

Menurut kacamata Anda, bagaimana perspektif global mengenai sektor ekonomi kreatif?

Saya pikir, secara global, adanya urgensi untuk mengembangkan industri kreatif dan ekonomi kreatif karena negara-negara di Barat sudah melewati semacam penolakan industri. Sehingga banyak kota yang mengalami transisi dari manufaktur tradisional menjadi high value added industry. Jadi bisa dikatakan bahwa industri kreatif hampir seperti sebuah destinasi untuk sebagian besar negara maju.

Namun, ketika kita melihat negara-negara berkembang, mereka selalu ingin mengejar negara-negara maju seperti Inggris, Amerika Serikat dan negara lain yang telah maju secara ekonomi. Mereka juga ingin memproduksi value added products untuk pasar ekonomi mereka.

Kemudian Anda punya skenario bahwa negara-negara maju di Barat, mereka memiliki kebijakan-kebijakan besar terkait industri kreatif dan mereka menjual identitas budaya mereka. Seperti Inggris. Anda tahu ketika melihat British Council, yang mana merupakan lembaga asing untuk pemerintah Inggris. Mereka sangat kuat dalam hal menjual dan mengirim ahli-ahli industri kreatif mereka ke negara-negara lain.

Nah, bicara negara-negara berkembang, saya harus mengatakan China tidak betul-betul dilihat sebagai negara berkembang, tapi China punya perilaku kuat dalam meng-copy ide industri kreatif, namun sekarang mereka sudah menemukan modelnya sendiri.

Jadi China memiliki model ekonomi kreatif yang unik dan sangat berbasis Asia. Kemudian Korea punya model ekonomi kreatif yang berfokus pada K-Pop dan media digital. Lalu Jepang secara tradisional sangat berfokus pada animasi, tema dan kerajinan tradisional.

Jadi saya pikir, secara global, ekonomi kreatif bukan hanya tentang satu negara yang tertarik dengan suatu ide. Melainkan, ekonomi kreatif adalah tujuan bagi seluruh negara. Ketika ekonomi terlalu bergantung pada banyak pabrik, langkah selanjutnya adalah mengembangkan budaya dan membangun kapasitas di sekitar budaya dan kreativitas.

Ekonomi kreatif juga dipandang sebagai cara untuk meningkatkan kualitas buruh yang punya keterampilan. Karena Anda tidak mau masyarakat Anda bekerja dan digaji 10 sen per hari. Mereka hanya akan menjadi orang yang berpendidikan tanpa kapabilitas budaya konsumsi.

Dari perspektif pemerintah suatu negara, yang ingin dicapai dengan adanya kebijakan adalah agar adanya konsumen individual di dalam masyarakat Anda, untuk bisa memilki kapasitas, memahami budaya dan mengonsumsi budaya, sehingga menjadi konsumen budaya yang kompeten. Namun, Anda juga ingin mereka berpartisipasi dalam industri kreatif. Jadi mereka perlu memiliki kreativitas agar bisa menghasilkan budaya.

Jadi saya pikir, yang dibutuhkan secara global bukan hanya kebijakan, tetapi juga melatih individu agar menjadi kompeten, menjadi konsumen budaya dan penghasil budaya.

Ahli Ekonomi Kreatif, Xin Gu.

Bagaimana menurut Anda tentang sektor ekonomi kreatif di Indonesia?

Saya rasa Indonesia memiliki kesempatan nyata dan Indonesia adalah negara yang sangat unik dalam berbagai hal, seperti mengembangkan model industri kreatif yang kompeten dan kohesif secara sosial. Itu karena Indonesia bukanlah negara yang hanya melihat industri kreatif sebagai sektor yang menjanjikan saja, namun melihatnya sebagai sebuah ekosistem sosial.

Industri kreatif bisa berkaitan dengan regenerasi, menghapus kemiskinan dan memberikan harapan lapangan pekerjaan bagi generasi muda. Titik mula Indonesia, seperti banyak negara maju di Barat adalah tentang nilai sosial dan budaya dalam ekonomi kreatif, yang mana sangatlah penting.

Alasan mengapa sektor ekonomi kreatif tidak seperti sektor ekonomi lainnya adalah karena ekonomi kreatif bukan hanya soal perkembangan ekonomi, namun tentang nilai sosial dan budaya, tentang mendistribusikan nilai-nilai ekonomi tadi agar sektor tersebut menjadi utuh.

Peringatan HUT ke-44 Dekranas akan digelar di Solo

Produk Kerajinan Tangan Jabar Ramaikan Expo Dekranas

Ketua Dekranasda Provinsi Jawa Barat Amanda Soemedi Bey Machmudin membawa produk - produk lokal Jabar ke arena expo dan mendapatkan respons positif dari pengunjung.

img_title
VIVA.co.id
15 Mei 2024