Marhaban ya Ramadan, Puasa dan Kesehatan

Ilustrasi Medical Check Up
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Ramadan adalah bulan yang paling dinanti umat muslim. Bulan ini merupakan bulan yang penuh berkah dan ampunan. Semua umat muslim yang sehat dan sudah akil balik diwajibkan berpuasa sebulan penuh. 

Indonesian Economy Grows 5,11 Percent in Q1 2024

Dalam ajaran Islam, berpuasa merupakan salah satu ibadah menahan rasa haus, lapar dan hawa nafsu sejak waktu subuh hingga magrib. Ibadah berpuasa juga dipercaya tak hanya membawa kebaikan terhadap aspek rohani tetapi juga jasmani. Bahkan diriwayatkan oleh Ibnu Suny dan Abu Nu'aim, dengan berpuasa, akan diperoleh juga manfaat sehat secara sosial.

Cukup banyak penelitian yang dilakukan soal manfaat puasa. Dari sisi medis pun berpuasa juga diyakini membawa dampak positif.

Bukan Cuma Rancang Busana, IFPC Lahirkan Pengusaha Mode Muda Indonesia

Ilustrasi berbuka puasa.

Konsultan Saluran Pencernaan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. DR. dr Ari Fahrial Syam, SpPD, KGEH, MMB, mengatakan bahwa faktanya berpuasa berdampak bagi sistem kerja tubuh selama mencerna makanan, namun itu terjadi selama puasa memang dijalankan dengan benar.

Akhiri Masa Siaga, PLN Sukses Layani Kelistrikan Nasional Selama Idul Fitri 2024

"Puasa akan bermanfaat bagi kesehatan jika dilakukan dengan benar. Tujuannya secara umum menahan lapar dan haus. Puasa yang benar itu mengurangi makan dari yang biasa 3 kali jadi hanya 2 kali," ujarnya beberapa waktu lalu.

Proses ini lebih lanjut dikatakannya banyak dilakukan salah kaprah. Yang ada selama ini masyarakat justru makan lebih banyak, sehingga tidak mendapatkan manfaat sehatnya.

"Banyak juga masyarakat yang tak dapat hikmah puasa, karena konsumsi yang berlebihan. Karenanya terjadilah misalnya peningkatan berat badan hingga meningkatnya kolesterol, hingga hipertensi," ujarnya.

Manfaat Puasa

Bicara soal manfaat puasa bagi tubuh, seorang peneliti asal Jepang, Profesor Yoshinori Ohsumi membuktikan secara ilmiah bahwa puasa dapat membawa dampak baik bagi kesehatan. 

Peraih nobel di bidang Ilmu Fisiologi atau Kedokteran yang menerima penghargaan pada 3 November 2016 ini menemukan bahwa puasa berkaitan erat dengan autophagy. Dilansir laman Medium.com, autophagy merupakan istilah Yunani yang berarti 'memakan diri sendiri'. Secara ilmiah, autophagy dikenal sebagai kemampuan sel dalam tubuh untuk memakan atau menghancurkan komponen tertentu di dalam sel itu sendiri.

Melalui penelitiannya, Ohsumi menemukan bahwa autophagy memegang peran besar dalam tubuh. Mekanisme ini berperan besar dalam mengontrol fungsi-fungsi fisiologis penting di mana komponen sel perlu didegradasi dan didaur ulang.

Dengan autophagy, sel dapat dapat mengisolasi bagian dari sel yang rusak, mati, tidak bisa diperbaiki, terserang penyakit maupun terinfeksi. Setelah mengisolasi bagian yang bermasalah, sel kemudian menghancurkan bagian tersebut menjadi sesuatu yang tidak membahayakan dan melakukan daur ulang untuk menghasilkan energi dalam sel.

Dari mekanisme ini, komponen-komponen sel yang rusak akan dibangun dan diperbaharui kembali. Pada kasus sel yang terkena infeksi, autophagy juga dapat mengeliminasi bakteri atau virus penginfeksi. Tak hanya itu, autophagy juga berkontribusi dalam perkembangan embrio hingga pencegahan dampak negatif dari proses penuaan.

Ilustrasi berbuka puasa.

Dari temuan ini diketahui bahwa mekanisme autophagy tak hanya berdampak baik pada kondisi sel yang bersangkutan saja. Mekanisme autophagy juga terbukti berperan menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Karena autophagy berkaitan dengan kondisi kesehatan seseorang, gangguan dalam proses autophagy juga dapat menyebabkan masalah kesehatan. Beberapa masalah kesehatan yang berkaitan dengan terganggunya proses autophagy ialah diabetes tipe 2, kelainan saraf, kanker hingga berbagai penyakit yang berkaitan dengan usia.

Berdasarkan penelitian, Ohsumi juga menemukan satu cara sederhana untuk memancing terjadinya autophagy dalam sel yaitu berpuasa. 

Sementara itu, laman resmi Buchinger Wilhelmi mengatakan bahwa Ohsumi menemukan bahwa kunci untuk mengaktivasi proses autophagy pada sel ialah kondisi kekurangan nutrisi yaitu dengan cara berpuasa. Di sisi lain, berpuasa membuat otak menerima sinyal bahwa tubuh sedang kekurangan makanan dan mencari-cari makanan yang tersisa dalam tubuh.

Proses ini membuat autophagy teraktivasi dan sel mulai melakukan perusakan terhadap protein yang rusak ataupun tua di dalam tubuh. Ketika kadar insulin dalam tubuh menurun, glucagon mulai bekerja dan membersihkan sisa-sisa sel yang telah mati atau rusak.

Selama proses ini, tubuh harus terbebas dari makanan atau minuman minimal selama 12 jam, sesuai dengan durasi berpuasa umat Muslim pada umumnya. Sedikit saja makanan yang masuk ke tubuh sebelum 12 jam dapat membuat proses autophagy terhenti.

Kemenag Beri Penghargaan Anugerah Syiar Ramadan 2024

Hasil Kolaborasi Kemenag, KPI dan MUI Hasilkan Pemenang Anugerah Syiar Ramadan 2024

Suguhan tayangan berkualitas dan menyejukkan selama Ramadan, menjadi salah satu hal yang terus dilakukan oleh Kementerian Agama. Maka, sejumlah program diganjar anugerah.

img_title
VIVA.co.id
9 Mei 2024