Hari Antikorupsi 'Tanpa Jokowi'

Presiden Jokowi didampingi sejumlah menterinya.
Sumber :

VIVA – Senin pagi, 9 Desember 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] merayakan hari antikorupsi sedunia. Berbeda dengan perayaan sebelumnya, kali ini Presiden Jokowi tak ikut merayakan momen ini.

Mahasiswa BEM Unram Terobos Hotel Tempat Jokowi Nginap, Diadang Paspampres

Padahal, pimpinan KPK berharap Jokowi bisa ikut hadir dalam peringatan tersebut. Tapi Presiden memilih merayakan peringatan hari antikorupsi di SMK Negeri 57 Jakarta Selatan. Menonton drama yang dihelat oleh sejumlah menteri dari kabinetnya. Presiden Jokowi memilh menyaksikan Eric Thohir menjajakan bakso ketimbang berada di antara warga KPK.

Banyak yang menduga, absennya Jokowi karena masih marah setelah sebelumnya sempat berseteru dengan KPK terkait revisi UU KPK dan hasil pansel pimpinan KPK. Tak hanya absen, Jokowi bahkan mengkritik kinerja KPK terkait pemberantasan korupsi, salah satunya terkait operasi tangkap tangan [OTT]. Di sisi lain, Perppu UU KPK yang ditunggu-tunggu sampai saat ini tak ada kabar beritanya dan menguap begitu saja. Sementara pimpinan yang baru akan mulai bekerja. 

Istana Ungkap Alasan Jokowi Kunker ke NTB di Tengah Aksi Hari Buruh

Ketika ditanya wartawan mengapa tak hadir di acara KPK, dengan ringan Jokowi menjawab bahwa ia hanya memberi kesempatan kepada Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin. "Kan saya sudah selalu datang selama lima tahun terakhir. Sekarang ya bagi-bagi lah, masa saya terus," ujar Jokowi, Senin, 9 Desember 2019.

Jokowi Kritik KPK

Ucapkan Selamat Hari Buruh, Jokowi: Setiap Pekerja Adalah Pahlawan

Tapi tak semua pihak menerima penjelasan Jokowi. Apalagi hubungan Jokowi dan KPK sempat memanas setelah pansel KPK meloloskan Firli Bahuri sebagai komisioner KPK. Belakangan Firli bahkan ditunjuk menjadi Ketua KPK. Irjen Polisi Firli Bahuri dianggap memiliki pelanggaran etik berat. Ia pernah bertemu dengan seorang tersangka korupsi, ketika orang tersebut sedang dalam penyelidikan KPK. Hal tersebut melanggar kode etik KPK. 

Keputusan Jokowi untuk membiarkan pengesahan revisi UU KPK, yang ditolak mentah-mentah oleh pimpinan KPK, juga membuat ketegangan hubungan antara Jokowi dan pimpinan KPK. Sejumlah manuver penolakan dilakukan oleh pimpinan KPK, termasuk melakukan deklarasi mengembalikan mandat kepada pemerintah. 

UU KPK yang disahkan oleh anggota DPR periode 2014-2019 di akhir masa jabatan dianggap berpotensi melemahkan KPK. Undang-undang ini mengatur banyak hal mulai dari harus dibentuk Dewan Pengawas KPK, izin untuk menyadap, mengangkat pegawai KPK menjadi PNS, hingga menghentikan penyelidikan atas kasus korupsi yang dalam waktu dua tahun tak selesai diselidiki,

Jokowi bergeming. RUU tetap disahkan. Tekanan publik yang berbentuk demonstrasi besar-besaran di berbagai wilayah meminta Jokowi membatalkan pengesahan RUU tersebut. Bahkan menerbitkan perppu agar UU tersebut tak bisa dilaksanakan. Jokowi sempat menyetujui untuk menerbitkan perppu, tapi hingga sekarang Jokowi tak jua menampilkan perppu yang dijanjikan. 

Tak cukup hanya menunda perppu, Jokowi juga mengusulkan evaluasi menyeluruh strategi pemberantasan korupsi di Indonesia. Termasuk di dalamnya mengenai operasi tangkap tangan (OTT). "Saya kira kita harus mengevaluasi seluruh program yang hampir 20 tahun ini berjalan," kata Jokowi, di SMKN 57 Ragunan, Jakarta, Senin, 9 Desember 2019.

Empat Poin Evaluasi

Ada empat poin pemberantasan korupsi yang menurut Presiden RI perlu dievaluasi. Pertama, mengenai penindakan. Menurut Jokowi, penindakan memang perlu, tapi bukan sekedar menindak. Setelah penindakan maka harus ada dibangun sistem-sistem. "Dalam rangka memberikan pagar-pagar agar penyelewengan itu tidak terjadi," ujarnya.

Kedua, kata Jokowi, yang tak kalah pentingnya adalah rekrutmen politik. Ia mengatakan, selama ini rekrutmen politik untuk menjadi pejabat atau anggota dewan, membutuhkan biaya yang cukup besar. Akibatnya, untuk mengembalikan ongkos itu banyak yang melakukan korupsi. "Jangan sampai rekrutmen politik membutuhkan biaya yang besar sehingga nanti orang akan tengak-tengok bagaimana pengembaliannya, bahaya," katanya.

Evaluasi ketiga, kata Kepala Negara, adalah fokus pemberantasan korupsi. Menurut dia, perlu ada fokus yang utama. Tidak bisa diselesaikan semuanya kalau tidak ada fokus yang utama.

Fokus pemberatasan korupsi, menurut Jokowi, perlu dimiliki. Apakah ingin menyelesaikan korupsi di pemerintah pusat, daerah atau instansi dan lembaga negara lain. "Mengenai fokus di KPK apakah perbaikan di sisi eksekutif daerah atau sisi pemerintah pusat atau Kepolisian atau Kejaksaan sehingga harus ditentukan fokusnya sehingga tidak sporadis. Evaluasi sangat perlu," ujarnya.

Keempat, Jokowi menyinggung mengenai OTT. Belakangan ini, KPK sering melakukan OTT terutama pejabat-pejabat yang ada di daerah. "OTT, penindakan perlu tapi setelah penindakan harus ada perbaikan sistem masuk ke instansi, misalnya satu provinsi ada gubernur ditangkap. Setelah ditangkap seharusnya perbaikan sistem masuk ke situ," ujar Jokowi.

Evaluasi yang disampaikan Jokowi soal KPK seolah menegaskan ada masalah antara Jokowi dan KPK sehingga hubungannya merenggang dan membuat Jokowi enggan datang ke acara peringatan Hari Korupsi sedunia yang dihelat KPK. 

Menjawab Jokowi, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memilih menyampaikan beberapa laporan hasil monitoring pencegahan yang dilakukan oleh lembaga antirasuah tersebut. KPK mengklaim telah menyelamatkan puluhan triliun harta negara.

"Pencegahan itu penting kami ingin menyampaikan bahwa dari laporan yang kami terima paling tidak potensi kerugian negara bisa dihemat itu sekitar Rp63,9 triliun, itu berasal dari kegiatan monitoring penyelenggaraan pemerintahan negara berupa kajian-kajian sebesar Rp34,7 triliun," kata Ketua KPK Agus Rahardjo, pada Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, di kantornya, Jalan Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan, Senin, 9 Desember 2019.

Kemudian, Agus menambahkan, dari hasil kegiatan koordinasi dan supervisi dalam bentuk penyelamatan aset sekira Rp29 triliun, serta penyelamatan keuangan negara dari gratifikasi dalam berbentuk barang maupun uang senilai Rp159 miliar.

Seolah menjawab keraguan banyak kalangan soal hubungannya dengan KPK, Jokowi mengaku dalam waktu dekat ini akan membicarakan evaluasi pemberantasan korupsi ini. Termasuk mengajak bicara dari pihak KPK, yang selama ini memiliki fokus pada pemberantasan korupsi di Tanah Air. 

"Saya akan segera bertemu dengan KPK untuk menyiapkan hal-hal yang saya sampaikan," katanya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya