Jemaah Umrah Keleleran, Menteri Agama Bertanggungjawablah!

Jemaah umrah batal berangkat saat bersiap-siap terbang di Bandara Juanda Surabaya.
Sumber :
  • VIVAnews/ Nur Faishal (Surabaya)

VIVA – Keputusan pemerintah Arab Saudi menghentikan sementara kunjungan warga asing yang hendak beribadah umrah di negara itu untuk mencegah penyebaran virus corona ternyata lumayan memukul Indonesia. Indonesia ialah negara pengirim jemaah umrah terbanyak setelah Pakistan.

SYL Minta Uang Rp1 Miliar Buat Umrah, Dirjen Hortikultura Geleng-geleng

Kebijakan Saudi dapat dimaklumi karena untuk melindungi warga negaranya dari paparan virus mematikan dengan nama baru Covid-19 itu. Juga untuk mencegah wabah kian meluas karena risiko tinggi kalau orang-orang dari seluruh dunia bercampur dalam ritual massal di dua kota suci, Mekkah dan Madinah.

Tetapi, keputusan itu begitu mendadak. Ribuan orang jemaah umrah asal Indonesia telanjur terbang menuju Saudi. Bayangan bakal beribadah dengan khidmat di Masjid Haram dan Masjid Nabawi seketika buyar. Sebagian yang sudah tiba di Saudi beruntung karena pemerintah Kerajaan akhirnya mengizinkan mereka berziarah, meski terlebih dahulu telantar alias keleleran seolah tak terurus. Mereka yang belum sampai di Saudi, masih transit di negara ketiga atau menjelang terbang dari Indonesia, belum jelas akan diapakan.

Haru! Miskha Pengin Umrah Sekeluarga, Ngarep Desta dan Natasha Rizky Bersatu Lagi

Awalnya meremehkan

Jumlah jemaah umrah yang dijadwalkan berangkat pada 27 Februari, menurut data Kementerian Agama sebagaimana disampaikan Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, sebanyak 4.448 orang. Tetapi jumlah yang batal berangkat simpang siur. Sang direktur, Arfi Hatim, menyebut 1.948 orang, sementara Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan 2.393 orang dan 1.685 orang di antaranya dalam posisi transit di negara ketiga.

Kemenag Sumbar Ancam Cabut Izin Agen Travel Haji yang Melakukan Penyimpangan

Entah data mana yang lebih akurat. Yang pasti ribuan orang. Itu cuma jumlah jemaah yang mestinya tiba di Tanah Suci pada 27 Februari, belum dihitung dengan mereka yang dijadwalkan berangkat di hari-hari berikutnya sampai beberapa bulan mendatang. Jemaah umrah asal Indonesia mencapai lebih dari 1 juta orang per tahun atau lebih dari 100 ribu orang per bulan.

Dewan Perwakilan Rakyat sesungguhnya sudah mengingatkan pemerintah agar mengantisipasi risiko-risiko terburuk akibat wabah virus corona, termasuk di Arab Saudi, terutama menjelang penyelenggaraan ibadah haji pada Juni 2020. Tetapi, Menteri Agama Fachrul Razi, ketika rapat dengan Dewan pada Rabu lalu, seolah meremehkan, mengatakan, "Sejauh ini, menurut beliau (Menteri Kesehatan), tidak ada tanda-tanda ada wabah itu di Saudi."

Razi mengklaim, pemerintah sudah mengantisipasi segala kemungkinan atas wabah corona itu, termasuk dalam hal gelombang umrah dan persiapan penyelenggaraan haji. "Tapi," katanya memberikan penekanan, "memang, kalau kita bicara ke publik, kita katakan insyaallah tidak ada tentang masalah corona di Saudi Arabia.”

Sayangnya, belum genap dua puluh empat jam setelah sang Menteri bicara begitu, pemerintah Saudi tiba-tiba mengumumkan penghentian sementara kunjungan warga asing untuk umrah dan wisata lainnya. Tidak ditentukan sampai kapan. Pokoknya sampai situasi kondusif, itu pun hanya otoritas Saudi yang tahu.

Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengingat betul sesumbar sang Menteri. "Saat kami tanyakan itu, Pak Menteri bilang tidak ada yang luar biasa, tidak ada masalah," katanya, mengenang rapat hari itu. "Tiba-tiba sehari setelah raker (rapat kerja), ada pengumuman dari Arab Saudi, menyampaikan bahwa tidak boleh jemaah umrah berangkat dari Indonesia."

Yandri mengaku memahami benar hubungan baik antara pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi selama ini. Karena itu, cukup mengejutkan kalau sampai pemerintah Indonesia, terutama Menteri Agama, tak diberitahu terlebih dahulu sebelum keputusan penangguhan itu diumumkan. Apalagi sang Menteri bertemu Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia di Jakarta pada malam sebelum Riyadh mengumumkan kebijakan penting itu.

"Masa, sih, pemerintah Arab Saudi itu enggak bisa say hello dulu ke Dubes atau Menteri Agama kita," Yandri mempertanyakan. "... sepertinya tidak adanya antisipasi awal."

Nasib dana jemaah

Ibarat kata pepatah, nasi sudah menjadi bubur: keputusan pemerintah Saudi tak bisa ditawar lagi sementara sebagian besar jemaah umrah asal Indonesia tertunda, atau bahkan terancam batal berangkat. Tetapi situasi itu bukan berarti pemerintah boleh pasrah pada keadaan. Sebagaimana disarankan pemerhati haji dan umrah sekaligus Ketua Umum Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfuddin, pemerintah Indonesia mesti memperkuat diplomasinya untuk bernegosiasi dengan Saudi. Misalnya, menuntut kompensasi dari Saudi terhadap jemaah asal Indonesia yang keberangkatan umrahnya dibatalkan atau ditunda.

DPR menyarankan hal serupa. Kalau memang pada akhirnya jadwal umrah ribuan orang mesti dibatalkan, menurut Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi, pihak penyedia jasa harus bertanggung jawab mengembalikan dana jemaah yang sudah disetorkan. "Pemerintah turut aktif memonitor para penyedia jasa untuk memenuhi kewajibannya."

Pemerintah belum memutuskan kebijakan apa pun atas dampak penangguhan itu, masih menunggu kebijakan lanjutan dari pemerintah Saudi. Fachrul Razi bahkan hanya memohon jemaah yang tertunda keberangkatannya untuk memahami keputusan itu. “Kami mengimbau agar calon jemaah umrah dapat memahami kebijakan Saudi," katanya.

Perusahaan penyedia jasa perjalanan umrah bukannya tak terdampak kebijakan mendadak itu. Sejumlah agen travel merugi besar karena mereka harus mengembalikan sebagian dana jemaah yang meliputi tiket pesawat, akomodasi, transportasi, dan ongkos memulangkan mereka yang batal terbang. Agen Indo Tour Karawang, misalnya, yang memfasilitasi 25 orang jemaah, mengaku merugi hingga Rp30 juta. Agen lain dengan jumlah jemaah lebih banyak tentu akan merugi lebih dari itu.

Forum Komunikasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (FKPPIU) mengklaim, perusahaan-perusahaan penyedia jasa perjalanan travel terpukul atas kebijakan itu. Sebab, perusahaan asuransi tidak menanggung klaim jemaah yang batal berangkat selain karena alasan sakit atau meninggal dunia. Karena itu, biaya tambahan akan ditanggung sendiri oleh masing-masing agen perjalanan.

Menurut Ketua FKPPIU Bob Nasution, risiko terbesar adalah calon jemaah umrah meminta uangnya kembali sepenuhnya, sedangkan uang itu sudah dibayarkan untuk transportasi hingga akomodasi.

Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menyarankan para calon jemaah umrah yang sudah terdaftar dan akan berangkat agar tidak membatalkan rencana umrah, melainkan menjadwalkan ulang dengan menyesuaikan kebijakan lanjutan pemerintah Saudi kelak. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya