Dede Yusuf Pindah ke Demokrat, Ini Kata PAN

Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf
Sumber :
  • Humas Pemprov Jabar/ Alif Nur Anhar

VIVAnews - Dede Yusuf hengkang dari Partai Amanat Nasional (PAN). Petinggi partai itu tentu saja kecewa. Mantan aktor laga itu adalah kader penting untuk masa depan partai ini.  Apalagi, partai ini merasa sudah bersusah payah mengusung Dede ke kursi Wakil Gubernur Jawa Barat.

Tapi apa boleh buat.  Dede Yusuf tampaknya sudah berbulat tekad. Dan untuk PAN, "Ini menjadi pelajaran untuk masa depan. Kami perlu terus-menerus melakukan penataan internal dan eksternal," kata Ketua Bidang Komunikasi Politik  partai itu, Bima Arya Sugiarto, Rabu 20 April 2011.

Sesudah kasus Dede Yusuf ini, kata Bima, partainya akan mengusulkan sebuah formula aturan tentang kader partai yang mundur di tengah jalan, apalagi kader tersebut tengah duduk sebagai kepala daerah. Bagaimana caranya? Partai Amanat Nasional akan masuk lewat Undang-undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Undang-undang yang disebut Bima itu memang sedang direvisi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lewat undang-undang ini partai bisa mengunci kader yang sudah jadi pejabat melompat ke partai lain. "Kami mengusulkan ada poin tentang kepala daerah yang tidak boleh mundur dari partai yang mendukungnya hingga masa jabatan berakhir."

Tapi bukankah pindah partai itu adalah hak politik setiap orang. Dan hak untuk itu harus dilindungi oleh negara.  Petinggi PAN justru berpikir sebaliknya. Ketentuan itu diperlukan guna melindungi partai politik dari kepentingan sesaat para politisi. Sekretaris Jenderal PAN, Taufik Kurniawan, menegaskan bahwa aturan larang pindah itu dibuat, " Untuk mengantisipasi kepentingan subyektif pejabat publik yang ingin melanggengkan kekuasaan dengan memanfaatkan celah pada peraturan dan menjadikan parpol sebagai kendaraan politik sesaat," kata Taufik.

Aturan ketat bagi kader partai politik untuk tidak berpindah partai juga pernah diusulkan Ketua Bidang Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Puan Maharani. Putri Megawati itu mengusulkan agar Rancangan Undang-undang (RUU) Paket Politik, yang sedang dibahas di DPR, memasukkan aturan mengenai larangan kepala daerah berpindah-pindah partai politik. "Ini agar fungsi partai politik sebagai tempat kaderisasi bisa berjalan dengan baik," kata Puan.

Larangan ini juga, kata Puan, agar proses politik terutama di daerah ada alurnya. Tidak riuh terus-terusan lantaran para kadernya lompat sana-sini. PDI Perjuangan, kata Puan, "Kepala daerah yang sudah diusung partai politik, selama masa jabatannya tidak boleh pindah partai. Paling tidak lima tahun selama mereka menjabat."

Dengan masuknya ketentuan itu dalam undang-undang, partai memiliki alasan yang kuat untuk menghukum kepala daerah yang tidak mendukung pemenangan Pemilu. Menghukum kader-kader di daerah yang jadi pejabat tapi justru mendukung calon lain saat pemilihan presiden. Hukuman itu haruslah tertuang pula dalam undang-undang itu.

Diburu Hingga Sulawesi, Tiket Konser Sheila On 7 'Tunggu Aku Di Pekanbaru' Habis Terjual

Tak Bisa Dilarang

Lompat ke partai lain sesudah diusung menjadi pejabat, memang sudah sering terjadi di daerah. Sebelum kasus Dede Yusuf itu, sejumlah bupati sudah melakukannya. Juga kasus Zainul Majdi yang pindah dari Partai Bulan Bintang (PBB) ke Partai Demokrat setelah sukses menjadi gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB).

Chery Siapkan Charging Station di Diler Secara Bertahap

Mencegah gejala ini tidaklah mudah. Termasuk lewat undang-undang pemilihan kepala daerah sekalipun. Setidaknya itu menurut Ganjar Pranowo, Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ada dua ganjalan mengatur hal ini lewat perundang-undangan.

"Pertama, tidak setiap kepala daerah itu diusulkan satu partai, umumnya banyak partai," kata Ganjar kepada  VIVAnews.com. Jika banyak partai yang mencalonkannya, lalu partai mana yang berhak untuk memberhentikannnya.

Problem kedua, kepala daerah dipilih dalam sistem pemilihan langsung oleh rakyat. Jika partai memberhentikannya, lalu bagaimana mekanisme mencari penggantinya? "Itu artinya sama saja harus mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah pada DPRD," kata Ganjar.

Karena itu, menurut Ganjar yang juga sedang sibuk menyusun Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum Kepala Daerah itu, mekanisme sanksi untuk kepala daerah yang pindah partai dipulangkan ke partainya. Partai harus punya mekanisme hukuman untuk orang yang dulu didukung namun kemudian berbalik arah.

"Dari awal, partai jangan mencari calon yang kos-kosan atau hanya ingin membeli perahu," kata Ganjar. "Calon haruslah kader partai yang setidaknya sudah lima tahun mengabdi," ujarnya.

Ganjar menambahkan, meski sudah dibuat mekanisme seperti itu, tetap akan muncul kejadian seperti Dede Yusuf yang pindah dari Partai Amanat Nasional ke Partai Demokrat. "Jika begitu kejadiannya, partai seperti PAN harusnya mengumumkan pencabutan dukungan kepada Dede Yusuf secara terbuka. Beberkan kebaikan dan keburukannya," kata Ganjar.

Ketua Golkar, Priyo Budi Santoso, menegaskan bahwa fenomena sejumlah politisi yang begitu mudah berpindah ke partai politik lain merupakan sesuatu yang wajar. Tidak perlu ada aturan khusus mengenai pelarangan pilihan politik tersebut. "Tidak ada aturan yang bisa melarang itu. Ini seperti pasar bebas sehingga tarik menarik di antara kekuatan partai politik terjadi di semua segmen," ujar Priyo.

Priyo menegaskan bahwa Golkar sama sekali tidak merasa takut dengan fenomena yang terjadi belakangan ini. Sebab, menurut dia, Golkar punya banyak tokoh potensial, dan tidak perlu merasa cemas jika ada yang berpindah ke partai lain. "Berluber tokoh-tokoh besar di partai ini."

PKB Buka Pintu untuk Khofifah Maju di Pilgub Jatim, Cak Imin: Nggak Ada Diskriminasi

Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Sutiyoso, mengaku merasa bangga bertahan di partainya, walau partai itu kecil. "Bukannya saya mau menyombongkan diri. Masa kalau saya mau ke Demokrat, PDIP, atau Golkar tidak diterima," kata Sutiyoso.

Sutiyoso lebih memilih partai kecil yang visi dan misinya cocok.  Sekaligus untuk, "Mengukur diri saya, bisa tidak partai ini saya besarkan," ujar Bang Yos, sapaan akrab Sutiyoso.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga setuju dengan pandangan bahwa pindah ke partai politik lain setelah diusung jadi pejabat itu sangat tidak etis. "Cuma semua tergantung dari kacamata apa mereka melihat. Kalau saya dari etika, kalau mereka mungkin dari segi oportunisnya," ucap Bang Yos.

Sudah Kirim Surat

Dede Yusuf sudah mengajukan surat pengunduran diri dari PAN. Surat itu diajukan tanggal 15 April 2011. Dalam waktu dekat, dia segera bergabung menjadi kader Demokrat, partai yang didirikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Kang Dede sudah mengajukan surat Jumat, pekan lalu (15 April 2011). Berdasarkan AD/ART partai, itu otomatis dia sudah expired dari partai atau sudah tidak jadi anggota lagi," kata Bima Arya.

Di surat itu, Dede Yusuf menyampaikan permohonan mengundurkan diri sebagai kader dan tidak lagi beraktivitas di PAN. Tapi, apa alasan pengunduran diri Dede di surat tersebut? "Tidak disampaikan sama sekali. Di AD/ART kalau keluar memang tidak perlu disebut alasannya," jelas Bima.

Apakah perpindahan itu akan mengganggu hubungan PAN  dengan  Partai Demokrat. Belum jelas memang. Hanya saja, kata Bima, "Ada juga rasa tidak nyaman. Kami ini kan ikut dalam partai koalisi dan bersabahat," katanya.

Rasa tidak nyaman itu, lanjut Bima, juga lantaran Dede Yusuf tidak pernah berkomunikasi terlebih dahulu sebelum memutuskan pindah partai.  Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN justru tahu dari media. "Rasanya belum ada proses komunikasi. Kalau pindah partai kan biasanya ada kulo nuwon (meminta izin). PAN kalau ada yang pindah juga ada komunikasi," ucap Bima.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Achmad Mubarok, menuturkan bahwa sesungguhnya sudah lama Dede berniat bergabung dengan Partai Demokrat. Urung masuk sebab selama ini dia merasa belum mantap. Dede merasa yakin, "Setelah Salat Istikharah," katanya.

Partai Demokrat tentu saja gembira dengan masuk Dede Yusuf itu. Dede, kata Mubarok, memiliki begitu banyak kelebihan sebagai tokoh publik. Dia adalah seniman yang simpatik, rendah hati, gagah dan pandai berkomunikasi. "Selain itu, dia low profile.  Dede akan menempati posisi apa di Demokrat, belum jelas memang. Tapi kata Mubarok, Dede sudah memberitahukan bahwa dia tidak harus dapat jabatan di partai baru itu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya