Vaksin Bayi Palsu, Lemahnya Pengawasan Kemenkes?

Ilustrasi vaksin
Sumber :
  • Syaefullah/ VIVA.co.id

VIVA.co.id – Rabu, 22 Juni 2016, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan kabar penemuan tempat pembuatan vaksin bayi palsu di Pondok Aren, Tangerang Selatan.

WHO Temukan Vaksin Palsu COVID-19 di India dan Afrika

Sontak, ketakutan merebak di kalangan orangtua. Apalagi, bagi mereka yang memiliki bayi dan masih butuh vaksinasi untuk meningkatkan kekebalan tubuh sang buah hati. Sebagian masyarakat, langsung berpikir, untuk menunda pemberian vaksin. Sebagian lagi berpikir, menghentikan pemberian vaksin.

"Saya takut, nanti anak saya kenapa-kenapa. Dan saya takut, vaksin palsu beredar di rumah sakit-rumah sakit tempat saya tinggal di Pamulang," kata  salah satu warga Pamulang Jakarta Selatan, Toto,  saat mendengar kabar buruk ini.

Lebih 2.500 Warga India Jadi Korban Vaksin COVID-19 Palsu

Sebelumnya, 194 negara menyatakan imunisasi terbukti aman dan bermanfaat untuk mencegah sakit berat, wabah, cacat dan kematian akibat penyakit berbahaya. Namun, rasa aman tersebut terusik dengan terungkapnya kasus pemalsuan vaksin di Bekasi, dengan salah satu tersangkanya pasangan suami istri (mantan perawat).

Yang lebih mengerikan lagi ternyata tindakan pemalsuan ini telah dilakukan sejak tahun 2003, artinya sindikat pemalsu vaksin ini telah beroperasi selama 13 tahun dan telah tersebar ke beberapa daerah di Indonesia.

Jual Vaksin COVID-19 Palsu, 80 Orang Diamankan Polisi China

Anak-anak tak berdosa kini menjadi rentan terhadap penyakit berbahaya yang bisa mengancam jiwa, karena vaksin yang digunakan untuk imunisasi bukan vaksin asli.

Praktik jahat ini dibongkat jajaran Subdit Industri dan Perdagangan (Indag), Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus, Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

Dari hasil pengungkapan itu, selain berhasil mengamankan komplotan produsen pembuat vaksin, diamankan pula sejumlah barang bukti.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Agung Setya, dari keterangan AP salah seorang pelaku menjelaskan, proses pembuatan vaksin bayi palsu dimulai dari pengumpulan botol bekas vaksin yang diisi oleh larutan yang dibuat sendiri oleh pelaku.

Label vaksinnya, dibuat di sebuah percetakan di Kalideres, Jakarta Barat. Agung juga menuturkan pengungkapan pabrik pembuatan vaksin bayi berawal dari penggerebekan sebuah apotek  berinisial ARIS di kawasan Kramatjati, Jakarta Timur. Penindakan berlanjut ke kawasan Tangerang Selatan.

Dari hasil penggerebekan di Tangerang Selatan, polisi menyita barang bukti berupa 307 vaksin campak kering, 11 vaksin BCG, tiga kemasan vaksin hepatitis B, 38 vaksin tetanus dan lainnya. Vaksin-vaksin ini merupakan jenis vaksin yang secara rutin diberikan kepada anak-anak.

Selain itu, sejumlah alat penyuling vaksin palsu seperti larutan kimia, botol infus, dan peralatan medis pendukung juga turut diamankan. 

Motif dan Dampaknya

Peredaran vaksin palsu jelas berbahaya. Dampak kesehatan dan ekonomi secara global dari peredaran vaksin palsu cukup dahsyat. Vaksinolog, lulusan University of Siena, Italia, dr Dirga Sakti Rambe, M.Sc-VPCD mengungkapkan, bahwa menguraikan mengapa sampai terjadi produksi vaksin palsu cukup kompleks.

Namun, salah satu motifnya, bisa dia pastikan karena harga vaksin asli relatif mahal. "Sehingga, ada yang tergoda untuk membuatnya, kemudian dijual dengan harga miring," katanya menjelaskan pada VIVA.co.id.

Sebagai dokter dan vaksinolog, ia paham bagaimana kegelisahan masyarakat akan hal ini. Apalagi, dampak yang ditimbulkan sangat meresahkan.

Setidaknya ada dua dampak yang bisa ditimbulkan dari vaksin palsu, yakni dampak keamanan dan dampak proteksi. Dampak keamanan, katanya, bergantung dari larutan yang dicampurkan oleh pembuat vaksin palsu. Saat ini, analisisnya masih dilakukan Pusat Laboratorium Forensik Polri dan Badan POM.

"Yang jelas, pencampuran larutan vaksin palsu dilakukan dengan tidak steril. Risiko tercemar bakteri, virus dan mikroorganisme lainnya tinggi," katanya.

Dengan demikian, dampak keamanan yang kemungkinan terjadi adalah timbulnya infeksi. "Bisa bersifat ringan, bisa berat (sistemik)."

Infeksi berat ditandai dengan demam tinggi, laju nadi meningkat, laju pernapasan meningkat, leukosit meningkat,anak tak mau makan/minum, sampai terjadi penurunan kesadaran.

"Bila benar, dampak ini terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama pascavaksinasi, dalam dua minggu pertama. Segera ke dokter, bila gejala ini timbul," katanya.

Sementara untuk dampak keamanan dalam jangka panjang, Dirga menyatakan belum bisa diketahui, tergantung dari hasil analisis yang belum selesai. Dampak kedua,  adalah dampak proteksi.

Vaksinasi sesungguhnya bertujuan untuk mencetuskan kekebalan pada seseorang sebelum ia sakit. Misalnya, seorang anak mendapat vaksinasi Hepatitis B sebanyak tiga kali. Setelah terpenuhi, anak ini kebal bila kelak terpapar virus Hepatitis B. Ia sudah kebal tanpa harus jatuh sakit. Sementara anak yang tidak divaksinasi, harus sakit dulu baru dapat memiliki kekebalan.

"Bila anak ini mendapat vaksin yang palsu, tentu kekebalan tadi tidak akan pernah ada. Tujuan vaksinasi tidak tercapai. Kalau ini terbukti, anak harus direvaksinasi."

Ilustrasi vaksinasi COVID-19

Hoaks, WHO Temukan Vaksin COVID-19 Palsu di Indonesia

Beredar informasi di media massa yang menyatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan vaksin COVID-19 palsu di Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
20 Agustus 2021