Tumbang di Tangan Rakyat

Presiden Zimbabwe, Robert Mugabe
Sumber :
  • REUTERS/Tiksa Negeri

VIVA – "Vox Populi Vox Dei," kalimat itu adalah sebuah ungkapan dalam bahasa latin yang artinya Suara Rakyat adalah Suara Tuhan. Kalimat ini kerap terdengar jika terjadi kekuatan rakyat yang berhasil membuat seorang penguasa lengser dari jabatannya.

Meet Vadoma Tribe: African People with Ostrich Feet

Kalimat magis itu kembali membuktikan kekuatannya di Zimbabwe. Memburuknya perekonomian Zimbabwe sejak beberapa tahun terakhir mulai membuat gelisah rakyatnya.

Sejak tahun lalu, oposisi di Zimbabwe semakin kencang meminta agar Robert Mugabe, Presiden Zimbabwe yang sudah memimpin negara tersebut sejak 37 tahun yang lalu turun dari takhtanya.

Mengenal Suku Vandoma, Warganya Punya Kaki seperti Burung Unta

Tapi, Mugabe enggan menuruti permintaan itu. Mabuk takhta membuatnya tak hendak bergeser. Lebih celaka lagi, karena ia juga memfasilitasi istrinya untuk menemaninya di puncak takhta dengan membuka jalan sebagai wakil presiden.

Negara di Afrika Selatan ini berada dalam kondisi krisis ketika Chiwenga, Panglima Pasukan Pertahanan Zimbabwe mengatakan bahwa dia siap untuk 'masuk' dan mengakhiri pembersihan terhadap pendukung pemecatan Wakil Presiden Emmerson Mnangagwa.

Skema Belt and Road Initiative Diklaim 'Jebakan Utang' China, 5 Negara Ini Korbannya

Sejak beberapa bulan lalu, Mnangagwa yang dijuluki "The Crocodile" difavoritkan untuk menjadi pengganti wakil presiden, namun ia digulingkan untuk membuka jalan bagi Louis Mugabe, istri presiden yang berusia 52 tahun, untuk menggantikannya. Aksi KKN Mugabe menuai kemarahan rakyat Zimbabwe.

Puncaknya terjadi pada Selasa pekan lalu ketika militer memutuskan untuk mengambilalih keamanan negara. Mereka terjun ke jalan dan menguasai media pemberitaan.

Juru Bicara Militer, Mayor Jenderal SB Moyo, membuat pengumuman melalui televisi pemerintah, mengatakan bahwa Presiden Mugabe dan keluarganya "aman dan keselamatan mereka terjamin". Pasukan juga telah menguasai jaringan kantor pada Selasa malam, waktu setempat.

Moyo mengatakan bahwa militer telah menargetkan 'penjahat' di sekitar Mugabe, yang melakukan kejahatan, menyebabkan penderitaan sosial dan ekonomi, serta akan membawa mereka ke pengadilan.

Moyo berkeras bahwa yang dilakukan militer bukanlah kudeta. Ia juga menjamin setelah semuanya selesai, keadaan akan berjalan normal.

"Kami meminta Anda untuk tetap tenang dan membatasi gerakan yang tidak perlu. Kami juga mendorong mereka yang memiliki bisnis di kota untuk melanjutkan kegiatan normal seperti biasa," ujarnya.

Tapi Mugabe bergeming. Presiden yang telah berusia 93 tahun itu tetap menolak mundur. Namun, dukungan untuk Mugabe terus menurun. Minggu, 19 November 2017, ratusan pejabat senior Partai Zanu-PF, partai yang dipimpin Mugabe, melakukan pemungutan suara.

Hasilnya, partai memecat pemimpinnya sendiri dan mengembalikan Emmerson Mnangagwa, yang sebelumnya dipecat, sebagai ketua.

Karena tak juga terlihat akan mundur, akhirnya pada Selasa, 21 November 2017, parlemen Zimbabwe bergerak. Mereka memulai proses pemakzulan. Sadar sudah tak memiliki kesempatan untuk bertahan, akhirnya Mugabe mengalah.

Sebelum proses pemakzulan dilakukan, Mugabe menyampaikan pengunduran dirinya. Rakyat Zimbabwe bersorak. Mereka turun ke jalan, berpesta, dan menari.

Ilustrasi hukuman mati

Terapkan Hak untuk Hidup, Zimbabwe Hapus Hukuman Mati

Kabinet Zimbabwe pada Selasa, 6 Februari 2024, menyetujui penghapusan hukuman mati dan, sebagai gantinya, mendukung penerapan hukuman penjara seumur hidup.

img_title
VIVA.co.id
7 Februari 2024