Skema Belt and Road Initiative Diklaim 'Jebakan Utang' China, 5 Negara Ini Korbannya

Mata uang Yuan
Sumber :
  • Pixabay

Beijing – Lewat skema Belt and Road Initiative, China saat ini menjelma menjadi kreditur atau negara pemberi utang terbesar di dunia.

BYD Minta Maaf Konsumen di Indonesia Belum Terima Unit, Ini Biang Keroknya

Presiden China Xi Jinping mengumumkan gagasan program tersebut pada 2013 lalu di Kazakhstan, dan sejak dimulai, proyek kumulatif

China telah mencapai US$ 962 miliar atau setara dengan Rp 14,9 kuadriliun, termasuk US$ 573 miliar atau Rp8,8 kuadriliun dalam kontrak konstruksi, dan US$ 389 miliar (Rp 6 kuadriliun) dalam investasi non-keuangan.

Mengecas Mobil Listrik Nantinya Cuma Butuh Waktu 10 Menit

Dengan munculnya Tiongkok sebagai penyedia utama pendanaan pembangunan, salah satunya bagi negara-negara Afrika, tentunya menyebabkan peningkatan ketergantungan ‘benua hitam’ yang kaya akan sumber daya namun miskin uang.

Belt and Road Initiative (BRI)

Photo :
  • Setkab.go.id
SPKLU Sudah Banyak, Naik Wuling BinguoEV Bisa dari Jakarta ke Mandalika

Ketergantungan negara-negara Afrika kepada China ini, menyebabkan terjadinya pro kontra di masyarakat, khususnya kaum intelektual.

Satu kubu mendukung pembangunan negara dengan menyebutnya sebagai ‘kocek Tiongkok’, sementara kubu lain menganggapnya sebagai taktik ‘Robin Hood’ yang dimainkan Beijing di Afrika, sebagai sinyal meningkatnya imperialisme baru dan diplomasi jebakan utang oleh China.

Selama beberapa tahun terakhir, banyak perdebatan akademis telah terjadi mengenai kebenaran klaim diplomasi perangkap utang Tiongkok.  

Beberapa akademisi dan pakar hubungan internasional telah menyatakan keprihatinan atas tidak adanya transparansi dan sistem pengelolaan utang luar negeri yang efisien dan adil, baik oleh pemerintah Afrika maupun China sebagai pemberi utang.

Pihak lain mengambil sikap yang lebih keras, mengklaim bahwa Tiongkok telah melakukan praktik perbudakan pada masa kolonial melalui hutang yang berlebihan.  

Sejauh ini, sedikitnya ada tiga negara Afrika yang gagal membayar utang ke China. Berikut beberapa negara Afrika yang gagal bayar utang ke China : 

1. Zimbabwe 

Zimbabwe hapus mata uang lama.

Photo :
  • Robertrs World

Zimbabwe merupakan negara di kawasan Afrika Tenggara yang terletak antara Sungai Zambezi dan Limpopo, yang berbatasan langsung dengan Afrika Selatan di Selatan, serta Zambia di bagian Utara.

Zimbabwe diketahui tengah tercekik utang internasional karena harus melunasi pinjaman besar-besaran dari China, dan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur Zimbabwe di akhir masa pemerintahan Robert Mugabe.

Hal ini termasuk perluasan Bandara Internasional, perluasan Stasiun Termal Hwange, pembangunan bendungan dan proyek vital dan strategis lainnya. Dikutip dari The East African, Jumat, 8 Desember 2023, Zimbabwe telah gagal membayar pinjaman aktif dari China.

Kegagalan ini mempengaruhi pencairan dana proyek-proyek lainnya yang sedang berjalan, dimana dalam salah satu laporan, pencairan pinjaman terkendala karena akumulasi tunggakan pinjaman China Eximbank pada proyek seperti Bandara Internasional Victoria Falls, perluasan jaringan NetOne, dan masih banyak lainnya.

Ini bukan pertama kalinya Zimbabwe berurusan dengan utang China, mengingat pada 2006, Zimbabwe menerima pinjaman US$200 juta atau Rp 3,1 triliun dari China Eximbank untuk pembelian peralatan pertanian. Sebagai jaminan, mereka menempatkan cadangan Platinum Selous dan Northfields dalam kontraknya. 

Zimbabwe juga harus mengganti mata uangnnya menjadi Yuan sebagai imbalan penghapusan utang.

2. Uganda 

Negara di kawasan Afrika Timur ini juga pernah berurusan dengan utang China. Pada 17 November 2015, pemerintah Uganda yang dipimpin Presiden Yoweri Museveni menandatangani perjanjian dengan Export-Import Bank of China (Exim Bank).

Adapun perjanjian tersebut berupa pinjaman sebesar US$207 juta (Rp3,2 triliun) dari China untuk Uganda. Dikutip dari Uscnpm, kontrak ini menetapkan jangka waktu 20 tahun tahun dengan masa tenggang 7 tahun.

Sebagai jaminan, satu-satunya Bandara Internasional di Uganda turut dilampirkan dalam kontrak. Aset tersebut kabarnya digunakan sebagai jaminan jika pelunasan hutang tersendat.

Menghadapi krisis, pada tahun 2021 Presiden Museveni mengupayakan negosiasi ulang terkait klausul kontrak pinjaman, sayangnya China menolaknya. Ketika pelunasan hutangnya tersendat, muncul spekulasi bahwa Beijing telah mengambil alih bandara internasional di Uganda. 

3. Zambia 

Pada 2020 lalu, Zambia mengalami kebuntuan untuk melunasi hutangnya ke China, setelah gagal membayar bunga atas utang senilai $42,5 juta atau Rp 659, 1 miliar yang jatuh tempo pada Oktober 2020. 

Pemerintah Zambia beralasan kesulitan likuiditas yang diperparah munculnya pandemi COVID-19. Utang luar negeri Zambia pada Juni 2020 mencapai US$12 Miliar (Rp186,1 triliun).

Dikutip dari Nikkei Asia, data Bank Dunia menunjukan utang Zambia ke China mencapai US$3,4 Miliar (Rp 5,2 triliun). Angka tersebut berlipat dari besaran utang di akhir 2015. 

Keterlambatan pembayaran ini membuat perwakilan Zambia melakukan pertemuan dengan China Development Bank untuk menunda pembayaran utang sementara. Selain pandemi COVID-19, penyebab krisis Zambia adalah ketergantungan ekonominya kepada ekspor tembaga.

4. Sri Lanka

Para demonstran menduduki kantor presiden Sri Lanka di Kolombo.

Photo :
  • AP Photo/ Eranga Jayawardena.

Krisis moneter dan inflasi gila-gilaan yang dialami Sri Lanka pada tahun 2022 menjadi momentum terparah di negara itu. Sri Lanka  itu memang sejak lama dianggap sudah salah urus terutama dengan menumpuknya utang Sri Lanka sejak masa pemerintahan Presiden Mahinda Rajapaksa.  

Sri Lanka harus kehilangan dua infrastruktur kebanggannya yakni bandara dan pelabuhan karena harus menyerahkannya ke tangan China.

Salah satu cerita jebakan utang yang membuat Sri Lanka jelas terpuruk adalah jatuhnya Pelabuhan Hambantota ke tangan China pada tahun 2017 lalu. Padahal pelabuhan itu adalah pelabuhan laut dalam utama Sri Lanka yang diharapkan bisa membangkitkan ekonomi negara itu setidaknya hampir satu dekade.

Namun utang yang menumpuk termasuk dimulai dengan cerita 'utang investasi' dari China untuk membangun pelabuhan itu tak bisa dibayar Sri Lanka. Diketahui, China menggelontorkan utang US$1,5 miliar ke Sri Lanka pada 2010 lalu untuk membangun Pelabuhan Hambantota.

China kemudian menggelontorkan lagi dana sebesar US$200 juta untuk pembangunan bandara internasional kedua di negeri tersebut. Setelah gagal bayar, akhirnya Sri Lanka harus menyerahkan pelabuhan tersebut dengan kontrak untuk melayani perusahaan China selama 99 tahun.

Selain jerat utang itu, China juga masih memiliki piutang ke Sri Lanka sebesar US$272 juta. Piutang digunakan untuk pembangunan jalur kereta api pada 2013. China juga memiliki piutang lebih dari US$1 miliar untuk pembangunan Colombo Port City project.

5. Nigeria

Nigeria juga harus terjerat model pembiayaan melalui utang China yang disertai perjanjian untuk pembangunan infrastuktur dalam jangka panjang.

Laporan PUNCH mengatakan Nigeria menghabiskan US$ 591,11 juta dalam lima tahun untuk membayar utang kepada Exim Bank of China. Namun demikian, Nigeria masih berutang kepada China US$3,48 miliar pada akhir Juni 2021.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya