- VIVA.co.id/BNPT
VIVA – Asap hitam mengelabut di kawasan Mega Kuningan Jakarta. Kaca-kaca rontok dan pecah berkeping-keping. Darah dan kepanikan di mana-mana.
Hari itu, pekan pertama Agustus 2003, Hotel JW Marriot – yang berada di jantung bisnis Jakarta – nyaris luluh lantak. Sebuah mobil berisi bom berdaya ledak tinggi, yang disopiri Asmar Latin Sani, membuat siapa pun terbelalak.
Sebanyak 14 orang tewas mengenaskan. Lalu sebanyak 156 orang luka-luka. Polisi lalu menemukan kepala Asmar terpelanting hingga ke lantai lima hotel. Mukanya rusak dan gosong. Ia pun dipastikan menjadi 'pengantin' bom bunuh diri dahsyat itu.
Seketika itu populer lah nama Asmar Latin Sani. Kelahiran Padang, Sumatera Barat, pada 21 Oktober 1975, dia ternyata dari Bengkulu.
Ia dibesarkan kedua orang tuanya di Bengkulu. Sempat bersekolah dasar di SDN 12 Kota Bengkulu hingga usai di tahun 1989.
Lalu ke Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Jawa Tengah, selama tiga tahun. Dan kemudian kembali ke Bengkulu, menjadi pedagang beras dan pemilik usaha fotokopi.
Namun, memang nasib tak bisa ditebak. Fakta menunjukkan Asmar lah yang bersama-sama, Noordin M Top, Dokter Azhari serta seorang pemuda bernama Sardona Siliwangi merancang rencana bom bunuh diri di JW Marriot di Bengkulu.
Seluruh rencana itu disusun mereka dengan rapi di Bengkulu sampai akhirnya membuat geger. Sekali lagi, siapa sangka rupanya di Bengkulu ide pembuatan bom itu dirancang.