- VIVA/Instagram
VIVA – Celup, dalam waktu singkat lima huruf ini menjadi viral di media sosial. Sawala atau perdebatan soal aksi antisusila ini pun meruak.
"Cabul aja banyak lagak," tulis penggalan status Twitter aktivis perempuan Tunggal Pawestri yang berkicau soal Kampanye Celup, Rabu, 27 Desember 2017.
Celup bukanlah sebuah kata murni. Ia merupakan akronim dari kata Cekrek, Laporkan dan Upload (unggah). Ia menjadi sebuah program kampanye untuk 'menangkap' pelaku mesum di ruang publik.
Mekanismenya dengan cara memotret si pelaku mesum, kemudian dilaporkan ke tim Celup, baru kemudian di-upload ke media sosial. Ya sesuai tagline tim Celup, "Pergokin yuk biar kapok."
Nanti, setiap orang yang berhasil menggerebek pelaku mesum dengan memotretnya diam-diam, akan dihadiahi tim Celup berupa poin senilai 100.
Poin bisa diuangkan jika mencapai angka 300, kompensasinya dalam bentuk pulsa senilai Rp25 ribu atau gantungan kunci, dan untuk yang bisa mencapai angka 500 poin bisa dapat satu buah kaos.
Sederhana bukan? Ya singkatnya ini mirip penggerebekan mesum, cuma disesuaikan dengan gaya kekinian. Jadi, para pelakunya tidak diarak seperti yang pernah terjadi di Cikupa Tangerang, atau di beberapa daerah lain yang serupa.
Cukup bermodal kamera atau telepon seluler dan ‘keahlian mengintip' mereka yang hendak mesum. Maka 'terceluplah'.
Hakim jalanan
Jauh sebelum Celup populer, Tanah air sejatinya sedang gagap dengan wabah 'penghakiman jalanan'. Kasus pasangan kekasih di Cikupa Tangerang yang terbukti tidak melakukan mesum, menjadi bukti salah satunya.
Belum dengan yang paling hangat, ulah dari seorang pengguna Facebook bernama Sri Mulyani. Ibu rumah tangga ini sempat membuat geger atas unggahannya mengenai pasangan dua pria gay sedang mesra-mesraan di jalan.
Di catatan video yang diunggahnya, Sri mengaku emosi karena dua pria itu berpelukan di jalan raya. "Tadinya mtrnya mau ku tendang, tp krna kakiku gak sampe akhrnya hanya ku tegur. Maaf jika tindakanku salah...Kalau aku gak suka ya ku labrak," tulis Sri di facebooknya.
Tak pelak, dalam waktu singkat ribuan jejaring sosial merisak dan memberikan komentar 'kejam' soal dua lelaki muda itu. Cap LGBT pun langsung melekat dan merembet ke isu-isu lain.
Namun demikian, video yang terlanjur itu ternyata salah besar. Mereka bukanlah pasangan homo atau gay seperti yang sudah dicap. Siapa sangka, mereka justru saudara kandung.
Alhasil, unggahan itu pun berefek buruk ke keduanya termasuk keluarga. Meski kemudian sang pengunggah meminta maaf, namun nasi terlanjur jadi bubur. Penghakiman di media sosial sulit dihapus.