Game of Thrones, Akhir dari Sebuah Era

Jon Snow dan Daenerys Targaryen di Game of Thrones Season 8.
Sumber :
  • HBO

VIVA – Pertama kali tayang pada 17 April 2011 silam, serial fenomenal HBO, Game of Thrones (GoT) akhirnya sampai pada akhir cerita. Setelah delapan musim, episode terakhirnya yang berjudul The Iron Throne tayang pada Senin, 20 Mei 2019 kemarin.

Reuni Serial Friends Tayang Hari Ini di HBO GO

Episode tersebut dimulai dengan Daenerys Targaryen (Emilia Clarke) yang berhasil merebut takhta The Seven Kingdoms dengan bantuan naganya, Drogon, pasukan Unsullied serta Dothraki. Meski begitu, Daenerys yang kini telah menjadi The Mad Queen membuat Jon Snow (Kit Harington) resah.

Game of Thrones Season 8 Episode 6.

Fabien Frankel Gabung di Prekuel Game of Thrones

Membantai Ibu Kota Westeros beserta penduduknya membuat Dany, sapaan Daenerys, membuktikan bahwa ia telah dibutakan oleh obsesinya pada takhta Iron Throne dan memilih mengikuti jejak sang ayah, Aerys II Targaryen yang terkenal dengan julukan The Mad King.

Ditangkapnya Tyrion Lannister (Peter Dinklage) karena telah membebaskan sang kakak, Jaime Lannister (Nikolaj Coster-Waldau) yang menjadi tahanan Daenerys, juga membuat Jon dilema. Apakah Mother of Dragons masih pantas mendapatkan kesetiaannya?

Anya Taylor-Joy Jadi Barbara Gordon di Batgirl?

Tyrion Lannister (Peter Dinklage)  dalam Game of Thrones Season 8.

Apalagi Tyrion mengatakan bahwa Jon dan keluarganya tak akan pernah aman dari Daenerys, karena mereka mengetahui kebenaran tentang orangtua Jon. Rahasia bahwa Jon adalah pewaris takhta Iron Throne yang sebenarnya akan selalu menjadi ancaman bagi Daenerys. Sekali pun Jon berulang kali mengatakan ia tak menginginkan gelar raja.

Dimulai dan Berakhir Dengan Tragedi

Bukan rahasia lagi banyak penggemar yang kecewa pada musim terakhir GoT. Kebanyakan dari mereka menyayangkan bahwa serial ini berakhir terlalu cepat. Plot cerita dibuat terlalu terburu-buru, sehingga twist dan klimaksnya tak terasa layak. Bahkan terkesan tiba-tiba. Beberapa pengembangan karakter pun dibuat anti klimaks.

Sansa, Bran dan Arya Stark di Game of Thrones Season 8.

Banyak juga hal yang tidak terjawab di akhir GoT, seperti ramalan tentang Azor Ahai atau The Prince/Princess Who Was Promised, ramalan Maggy The Frog tentang nasib Cersei Lannister (Lena Headey) dan valonqar-nya, serta asal usul The Night King dan White Walkers.

Seandainya saja Season 8 bukan yang terakhir, atau musim ini dibuat lebih dari enam episode seperti musim-musim sebelumnya. Tapi kembali lagi, semua pasti telah dipertimbangkan matang-matang oleh produser dan penulis naskah GoT, David Benioff dan D.B. Weiss.

Jon Snow dan Grey Worm di Game of Thrones Season 8.

Tak bisa dimungkiri pula bahwa tak mungkin serial sebesar ini diakhiri dengan cara yang menyenangkan bagi semua penggemar.

“Sangat sulit untuk menyelesaikan serial sepopuler ini tanpa membuat kesal sebagian orang. Saya pikir tak ada yang bisa memprediksi akhirnya dan itu saja yang bisa Anda harapkan,” ujar pemeran Bran Stark, Isaac Hempstead-Wright, dikutip dari Entertainment Weekly, Selasa, 21 Mei 2019.

Brienne of Tarth dalam Game of Thrones Season 8.

Seperti yang dijanjikan sang penulis novel adaptasi GoT, George R.R Martin, cerita ini akan memiliki bittersweet ending. Dalam arti, ada harga yang harus dibayar untuk menamatkan seluruh cerita para karakter dan memberikan akhir terbaik bagi Westeros dan The Seven Kingdoms.

Dan bukan GoT namanya kalau tak ada kebohongan, pengkhianatan dan tragedi. Yang pasti, belajar dari kematian Eddard (Ned) Stark dan pembantaian Red Wedding, rasanya penggemar setia GoT terlalu pintar untuk mengharapkan happy ending. Dan memang bukan akhir bahagia yang diberikan GoT, melainkan poetic justice untuk menutup sebuah era besar dalam sejarah pertelevisian.

Valar morghulis!

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya