Gotong Royong Menuju Percepatan Herd Immunity Agar Bebas COVID-19

Vaksin COVID-19.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Wacana vaksin gotong royong yang mencuat sempat menimbulkan pertanyaan dari beberapa pihak di masyarakat. Ada yang mendukung ada pula yang masih bingung dan mempertanyakan. 

Apakah dengan metode ini mengarah kepada komersialisasi vaksin dan menjurus ke arah bisnis? Ataukah ini jadi upaya nyata kerja bersama atau gotong royong dari berbagai lapisan masyarakat dan stakeholder untuk segera mewujudkan herd immunity di Indonesia sehingga bebas pandemi COVID-19? 

dr. Ede Surya Darmawan, SKM,MDM., Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), mengungkapkan bahwasanya dengan skema yang ada saat ini dinilai kurang cepat untuk bisa mencapai target herd immunity dengan cakupan vaksinasi 181,5 juta penduduk. 

“Keinginan masyarakat untuk divaksin COVID-19 dan segera lepas dari pandemi ini sangat tinggi. Dengan adanya vaksin gotong royong ini maka bisa mempercepat proses pencapaian cakupan vaksinasi 181,5 juta penduduk,” jelasnya. 

Dalam salah satu rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi terkait vaksin gotong royong, disebutkan bahwa penyuntikan vaksin gotong royong tidak dilakukan di fasilitas kesehatan milik pemerintah, termasuk vaksinatornya. 

“Saat ini, fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah jumlahnya ada di kisaran 12-13 ribu termasuk Puskesmas dan rumah sakit,” tuturnya. 

Secara perhitungan matematika sederhana, jika jumlah fasilitas yang bisa memproses vaksinasi COVID-19 lebih banyak maka proses vaksinasi akan lebih cepat dan luas cakupannya. 

"Sementara itu, penyedia layanan kesehatan swasta ada sekitar 10 ribu. Yang swasta ini bisa dipakai untuk vaksin gotong royong membantu mempercepat proses vaksinasi COVID-19. Bukan untuk komersial tapi memberikan pertolongan kepada bangsa yang sekarang terkena dampak pandemi,” ujarnya. 

Indonesia Peringkat Kedua, Negara dengan Kasus Terbanyak TB di Dunia

Dalam hal ini, lanjutnya, pemerintah harus tetap berperan menyediakan vaksin COVID-19. “Bukan untuk kemudian diperjualbelikan atau komersialisasi karena menurut saya vaksin harusnya tetap gratis karena ini merupakan barang publik untuk mengatasi pandemi. Jika nanti menggunakan vaksin yang di luar merek yang dipakai pemerintah harus tetap sesuai dengan standar keamanan, efikasi, ijin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) dari BPOM dan halal,” paparnya. 

Pada pelaksanaannya, tambahnya, kalau nantinya ada biaya yang timbul terkait layanan dalam vaksinasi gotong royong saya rasa itu wajar. 

Beri Proteksi Calon Jemaah Haji, Kemenkes Sediakan Vaksin Wajib dan Sunah

“Karena ada biaya beli peralatan dan sumber daya manusia di sana. Hal ini juga perlu untuk diatur oleh pemerintah. Pengawasan jelas harus lebih kuat.” kata Dr. Ede. 

Hal ini selaras dengan rekomendasi KPK. Dimana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan bertindak sebagai regulator, baik dalam hal pengadaan, distribusi, dan pelaksanaannya. Kendali data tetap ada di Kemenkes. 

Suka Hangatkan Makanan Sisa Buka untuk Sahur? Hati-hati Bisa Sebabkan Masalah Serius Ini

Dalam menghadapi pandemi penyakit menular prinsipnya harus sampai tuntas. “Secara global harus tuntas karena jika satu negara bermasalah maka dampaknya akan kemana-mana. Ujungnya adalah bisa mencapai herd immunity. Semua bisa aman dan seluruh aktivitas akan membaik dengan tetap menjaga kebersihan dan kesehatan karena itu adalah prinsip dasar baik ketika ada pandemi ataupun tidak,” tegasnya.

Menteri Kesehatan RI  Budi Gunadi Sadikin

Penyakit Menular Arbovirosis Jadi Ancaman Baru, Menkes Budi: Lakukan 5 Hal Ini untuk Menanganinya

Penyakit arbovirosis atau infeksi yang disebabkan oleh sekelompok virus yang menyebar ke manusia melalui gigitan serangga, terus mengancam secara global. Termasuk DBD.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024