Begini Kisah Seorang Pria Yahudi Masuk Islam Gegara Gamelan Indonesia

Anak-anak muda Korea berlatih bermain gamelan
Sumber :
  • Sumber KBRI Seoul

Jakarta – Aaron, nama samaran yang digunakan, adalah seorang yang dulunya merupakan seorang Yahudi dari New York. Ia memeluk Islam dan menjadi mualaf setelah mengalami pengalaman belajar di Indonesia dalam sebuah program pertukaran pelajar.

Israel Tutup Masjid Ibrahimi di Kota Hebron karena Dipakai Umat Yahudi untuk Paskah

Dilansir About Islam, Jumat, 22 Maret 2024, menyebut dalam ceritanya yang dibagikan kepada About Islam, Aaron menceritakan tentang perjalanannya dan proses keputusannya untuk kembali memeluk Islam.

Aaron dibesarkan dalam keluarga Yahudi yang berasal dari Eropa Timur, khususnya Polandia, dan mereka bermigrasi ke Amerika Serikat setelah wilayah Polandia diambil alih oleh Kekaisaran Rusia yang anti-Semit pada tahun 1795.

5 Film Romantis Berlatar Perang Dunia II, Kisah Cinta di Tengah Kekacauan

Ilustrasi penutup kepala Yahudi, Kippah

Photo :
  • Yakimankagbu

Setelah perjalanan panjang, keluarga Aron menetap di New York. Meskipun tidak mempraktikkan agama Yahudi secara ortodoks, Yudaisme tetap memiliki peran penting dalam kehidupan mereka dan menjadi bagian dari identitas keluarga tersebut. Mereka tetap mengikuti ritual dan perayaan tradisional sambil terlibat dalam komunitas sekitar.

Mahasiswa Yahudi Ketakutan usai Demo Anti-Israel Merebak di Kampus-kampus New York

Musik Membawanya ke Indonesia

Sejak masih kecil Aaron sangat menyukai musik terutama alat musik tradisional dari berbagai penjuru dunia.

“Saat saya remaja, saya sangat menyukai musik eksperimental. Dan saya sangat tertarik dengan musik tradisional dan alat musik dari berbagai belahan dunia,” ujar Aaron.

Sampai suatu hari, seorang teman memberitahu Aaron tentang Indonesia dan menyarankannya untuk belajar etnomusikologi di sana. Ia pun lantas bertekad untuk pergi ke Indonesia dan mendaftar di Institut Seni yang menawarkan jurusan tersebut.

Tak Mengaku Sebagai Yahudi

Aaron mengakui bahwa setibanya di Indonesia dan mendaftar di Institut Seni Indonesia, dia tidak memberi tahu siapa pun bahwa ia merupakan penganut Yahudi. Dia bahkan mengaku sebagai penganut agama lain.

“Di Indonesia, Anda biasanya harus menyebutkan agama Anda. Saya hanya menyatakan bahwa saya beragama Buddha. Itu adalah pilihan yang paling mudah saat itu,” ujar Aaron.

Hal tersebut dilakukannya karena takut orang-orang akan memusuhinya.

“Saya khawatir orang-orang akan menunjukkan permusuhan terhadap saya karena saya seorang Yahudi. Dan karena saya tidak banyak mempraktekkan agama saya sebelumnya, saya tidak keberatan untuk menyatakan bahwa saya beragama Buddha,” kata Aaron.

Saat itu, sekitar tahun 2000an, adalah hal yang keren untuk mengaku sebagai seorang Buddhis atau penganut Buddha, jelas Aaron.

“Orang Indonesia memandang kami “Buddhis Barat yang baru” sebagai sesuatu yang eksotis dan tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak nyaman,” katanya.

Ia mengaku baginya Islam tampak seperti agama setempat dan merasa tidak cocok dengan agama itu. Menurutnya umat Islam yang taat hanya menghabiskan terlalu banyak waktu untuk berdoa daripada melakukan hal-hal yang benar-benar penting.

Gamelan dan Islam

Para mahasiswa berlatih gamelan di KBRI Helsinki

Photo :
  • VIVAnews/KBRI Helsinki

Kemudian, suatu hari Aaron bergabung dengan sebuah pertunjukan Gamelan tradisional. Gamelan adalah alat musik perkusi tradisional Jawa yang terbuat dari logam.

Di sebelahnya duduk seorang pria tua yang mulai mengajaknya bicara. Saat itu Aaron sudah cukup mampu berbahasa Indonesia dengan baik.

Pria itu menjelaskan kepada Aaron tentang hubungan antara Gamelan dan Islam. Dia bercerita tentang ansambel Gamelan kerajaan kuno yang memiliki satu-satunya tujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad (SAW), Maulid.

Gamelan Sekaten lebih besar dari gamelan lainnya dan hanya digunakan setahun sekali. Pria tua itu melanjutkan bahwa permainan gamelan ini seharusnya mewakili pujian yang terus menerus untuk Nabi Muhammad (saw).

Cerita ini membuat Aaron terkesan karena dia tidak pernah berpikir tentang aspek spiritual dari musik. Penjelasannya memberikan dampak yang mendalam bagi Aaron.

Aron pun terus menyusun musik eksperimental. Dan rekaman gamelan ia miliki menjadi bagian penting dari hal tersebut. Sejak itu Aaron mulai membaca lebih banyak tentang aspek spiritual Islam dan terutama apa yang disebut sebagai mistisisme Islam di Indonesia.

Dan sejujurnya, hal itu menyentuh saya. Hal itu mempengaruhi saya. Aaron mengerti bahwa Islam adalah agama yang hidup dan penuh dengan spiritualitas yang diinginkan dalam hidupnya.

Dia tak lagi melihat Islam sebagai agama yang kering dan ketat yang hanya berfokus pada aspek luar dan aturan.

Setelah membaca tentang Islam di Indonesia, Aaron mengetahui bahwa persepsinya tentang Islam jauh dari kenyataan. Dan semakin banyak dia membaca, semakin tertarik pula Islam baginya.

Tak hanya Islam di Indonesia, namun Islam di tempat-tempat lain di berbagai belahan dunia. Aaron terpesona dengan kekayaan Islam.

Mengikuti Kata Hati

Ilustrasi berdoa.

Photo :
  • Freepik

Aaron tertarik untuk memeluk Islam dan menjadi seorang Muslim. Tetapi dia khawatir akan respon keluarganya. Apa yang akan mereka katakan? Seorang Yahudi menjadi Muslim? Aaron tidak ingin mengecewakan mereka.

Meski begitu, Allah SWT akhirnya menguatkan hati Aaron.

Dia pun mengucapkan syahadat dan masuk Islam di sebuah pusat komunitas Muslim kecil di New York City. Dia mulai sholat dan bergabung dengan halaqoh dzikir rutin di sana.

“Irama dzikir kepada Allah sungguh luar biasa. Itu seperti musik rohani yang menenangkan hati dan menenangkan pikiran,” aku Aaron.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya