Riba Vs Bunga, Mengapa Diharamkan?

sumber gambar : UtakAtikOtak.com
Sumber :
  • vstory

VIVA – Sebagian besar dari kita mungkin mengetahui bahwa bunga dan riba, keduanya sama-sama dilarang dalam Islam. Namun, mungkin kita masih belum mengetahui sebenarnya apakah riba dan bunga itu sama atau apakah ada perbedaan diantara keduanya? Mengapa keduanya diharamkan?

Hard Gumay Ramal Kasus Hukum Chandrika Chika, Warganet: Gila, Ilmunya Dalem Banget

Riba (usury) secara bahasa berarti ziyadah atau tambahan. Secara teknis riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil (Saeed, 1996).

Disebut bathil karena si pemilik dana mewajibkan si peminjam untuk membayar lebih dari yang dipinjam tanpa mempertimbangkan apakah si peminjam nantinya akan memperoleh keuntungan atau kerugian.

Galih Loss sudah Minta Maaf soal Video 'Serigala', Polisi beri Jawaban Menohok

Riba dapat ditemukan dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula ditemukan dalam perdagangan(riba ba’i). Riba ba’i terdiri dari dua jenis yaitu riba karena pertukaran barang sejenis tetapi jumlahnya tidak seimbang(riba fadl), dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena melibatkan jangka waktu(riba nasiah).

Sementara itu, Bunga(interest) merupakan tanggungan pada pinjaman uang sesuai dengan uang yang dipinjamkan yang biasanya berbentuk presentase. Maulana al-Maududi dalam bukunya, ar-Riba, menjelaskan bahwa institusi bunga merupakan sumber bahaya dan kejahatan.

Penghulu dan Penyuluh Dilibatkan Sebagai Aktor Resolusi Konflik Berdimensi Agama

Bunga akan menyengsarakan dan menghancurkan masyarakat yang kemudian berpengaruh terhadap sifat manusia. Bunga menitik perasaan cinta terhadap uang dan hasrat untuk mengumpulkan harta bagi kepentingan sendiri tanpa menghiraukan peraturan dan peringatan Allah.

Sebelum membahas lebih jauh lagi, ada beberapa syarat utama untuk dapat memahami bunga serta hubungannya dengan riba. Yaitu, menghindari diri dari “kemalasan ilmiah” yang cenderung bersifat praktis dan menganggap praktik penggunaan uang seperti yang dilakukan lembaga-lembaga keuangan ciptaan Yahudi sudah “sejalan” dengan ruh dan semangat Islam.

Lalu, tunduk dan patuh kepada aturan Allah SWT dan Rasulullah SAW dalam segala aspek, termasuk dimensi ekonomi dan perbankan. Serta, meyakini bahwa Allah SWT tidak melarang suatu mekanisme kecuali terdapat kezaliman didalamnya.

Umat Islam dilarang mengambil riba apapun jenisnya. larangan supaya umat Islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surah dalam Al-Quran dan Hadist.
Larangan riba yang terdapat di Al-Qur’an; Pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seakan menolong yang memerlukan sebagai suatu perbuatan taqarrub kepada Allah SWT.

Kedua, riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Terakhir, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman.

Dalam islam terdapat inti dasar dari pelarangan riba yaitu menghindari terjadinya ketidakadilan dan zalim dalam segala praktik ekonomi. Pelarangan riba dalam Islam secara tegas dinyatakan baik dalam Al-Qur'an maupun hadist.

Setidaknya, sebanyak 8 kali kata riba didalam Al-Qur'an muncul, salah satunya yaitu dalam surah Al-Baqarah ayat 275, yang potongan arti ayatnya "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba".

Terdapat perbedaan pendapat tentang bunga dan riba dari para ulama. Mayoritas ulama salaf dan Khalaf, dari kalangan Sunni seperti Abu Ala Al-Maududi menyatakan riba haram berdasarkan Al Baqarah surat 275.

Riba yang dimaksud adalah riba nasiah, dan ia menyatakan bahwa bunga bank termasuk riba yang dilarang. Menurut Al maududi, untuk melihat riba yang diharamkan masa adalah dengan melihat 3 unsur yaitu adanya tambahan atas modal, ketentuan banyaknya tambahan itu didasarkan kepada waktu, dan tambahan menjadi syarat dalam transaksi. Dalam fatwa MUI tahun 2004; bunga bank dikategorikan kedalam riba dan hukumnya haram.

Pendapat lain dari ulama modernis, seperti Muhammad Abduh; bunga bisa dikategorikan sebagai riba jika dilipat gandakan. Pendapat dari Muhammad Assad, Said Najar; riba haram karena bersifat eksploitatif. Namun, sebagian besar ulama berpendapat usury maupun interest termasuk riba.

Batasan riba adalah dititik beratkan pada penentuan sebelumnya, kelebihan yang diperoleh dari modal dasar yang diinvestasikan pada orang lain. Jadi, yang dikategorikan riba adalah penentuan jumlah kelebihan yang harus diberikan atau didapat tanpa mengindahkan apakah si peminjam ini akan rugi atau untung dalam usahanya.

Misalnya, melihat pada praktik bunga yang dilakukan bank konvensional sekarang ini atau obligasi yang dikeluarkan oleh perusahaan, biasanya jumlah kelebihannya telah ditentukan sebelumnya. Di sini jelas bahwa bunga bank atau obligasi merupakan bentuk dari praktik riba.

Kemudharatan sistem bunga sehingga dikategorikan sebagai riba adalah dalam praktiknya akan terjadinya kesenjangan yang tidak akan ada habisnya, hal ini dapat memicu ketidakadilan diantara orang yang mampu dan yang tidak mampu.

Bayangkan saja, ketika seseorang meminjam uang kepada bank ataupun kreditur, saat ia tidak dapat membayar utangnya dalam tempo yang sudah ditentukan maka bunga atas pinjamannya akan terus digandakan. Ini yang disebut dengan riba, karena adanya bunga yang terus digandakan.

Menilik kedalam aspek sosial, institusi bunga merusak semangat bijaknya masyarakat. Orang akan enggan berbuat apapun kecuali yang memberikan keuntungan bagi diri sendiri. Keperluan seseorang dianggap peluang bagi orang lain untuk meraup keuntungan.

Kepentingan orang-orang kaya dianggap bertentangan dengan kepentingan orang-orang miskin. Masyarakat yang seperti ini tidak akan meraih solidaritas dan kepentingan bersama untuk mencapai keberhasilan dan kesejahteraan. Baik cepat atau lambat masyarakat akan mengalami perpecahan.

Bunga dan riba dapat merampas kekayaan orang lain. Salah satu pihak menerima kelebihan tanpa mengeluarkan apa-apa. Transaksi semacam ini mengakibatkan peminjam berada dalam tekanan eksploitasi.

Lalu, merusak moralitas. Ketulusan seseorang akan runtuh jika egoisme pembungaan sudah merasuk, ia akan tega untuk merampas apa saja yang si peminjam miliki untuk mengembalikan bayaran yang mungkin sudah berlipat lipat dari pokok pinjaman. Melahirkan benih kebencian dan permusuhan.

Riba dan bunga sama-sama diharamkan dalam Islam karena keduanya merupakan bentuk tambahan secara bathil dalam transaksi baik itu jual beli atau utang piutang, yang dapat merugikan segelintir pihak yang lemah. Allah SWT jelas-jelas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman.

Islam menghimbau agar manusia memberikan pinjaman kepada yang memerlukan dengan baik untuk mendapat pahala, bukan mengeksploitasi orang lemah. jika praktik riba ini tumbuh subur di masyarakat, maka terjadi sistem kapitalis dimana terjadi pemerasan dan penganiayaan terhadap kaum lemah. Orang kaya semakin kaya dan miskin semakin tertindas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.