Menteri Nadiem Makarim, Akankah "Murid" Sukses Memimpin para Guru Besar?

Nadiem Makarim akankah Sesukses Ibu Susi?
Sumber :
  • vstory

VIVA – Tenggelamkan! Masih ingat bukan dengan satu kata dari 'Putri Laut', julukan Daniel Kaiser, Mantan suami Menteri Kelautan 2014 -2019 ini? Kata "tenggelamkan" menjadi trademark Ibu Susi di era nya memimpin sebuah departemen yang menjadi representasi Negara Indonesia sebagai Negara Maritim.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Diangkatnya Susi Pudjiastuti (Ibu Susi) menjadi salah satu pembantu Presiden, tahun 2014, di satu sisi menampar dunia pendidikan. Bagaimana tidak, seorang yang tidak tamat SMA, dapat berkarier dalam birokrasi dan tidak tanggung memimpin satu departemen yang (seharusnya) dari dulu menjadi andalan Indonesia, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Seolah ijazah sudah tidak lagi linear dengan karier yang dimulai dengan indikator kompetensi. Di kasus Ibu Susi-lah, justru kompetensi real (lapangan), bukan kompetensi formal yang dibuktikan dengan ijazah ataupun rentetan gelar, yang menjadi acuan.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Di dunia kelautan dan perikanan Bu Susi bukanlah orang baru. Sejak tahun 1983 bisnis di bidang perikanan telah dimulai sebagai pengepul ikan di Pangandaran. Bisnisnya berkembang hingga pada tahun 1996, Ibu Susi mendirikan pabrik pengolahan ikan PT ASI Pudjiastuti Marine Product dengan produk unggulan berupa lobster yang diberi merek "Susi Brand."

Bisnis pengolahan ikan ini pun meluas dengan pasar hingga ke Asia dan Amerika. Karena hal ini, Susi memerlukan sarana transportasi udara yang dapat dengan cepat mengangkut produk hasil lautnya dalam keadaan masih segar.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Ibu Susi pun menjadi bos di perusahaan penerbangan Susi Air dan Presiden Direktur PT. ASI Pudjiastuti yang bergerak di bidang perikanan serta PT ASI Pudjiastuti Aviation.

Gebarakan Ibu Susi pun sudah kita saksikan. Pemberantasan illegal fishing menjadi salah satu fokus dalam Kabinet Kerja masa itu. Dalam rentang waktu November 2014 hingga Agustus 2018, sebanyak 488 kapal pencuri ikan ditenggelamkan.

Sebagaimana dilansir dalam laman wikipedia.org, selama dua tahun kebijakan tersebut diterapkan, stok ikan Indonesia bertambah menjadi 5,4 juta ton atau sekitar 76%. Pada tahun 2018, stok ikan mencapai 13,1 juta ton, lebih tinggi dari tahun 2015 yang hanya sebanyak 7,3 juta ton.

Kebijakan tegas dalam memerangi pencurian ikan oleh Susi Pudjiastuti juga berdampak pada meningkatnya ekspor ikan Indonesia.

Sejumlah penghargaan pun telah diraihnya. Beberapa di antaranya adalah Leaders for a Living Planet Award dari WWF, 16 September 2016, sebagai penghargaan atas perannya dalam memajukan pembangunan sektor perikanan yang berkelanjutan, pelestarian alam laut, dan pemberantasan pencurian ikan.

Seafood Champion Award dalam acara Seaweb Seafood Summit yang diselenggarakan di Seattle, Washington, Amerika Serikat 5 Juni 2017, The BBC 100 Women, Tahun 2017, Peter Benchley Ocean Awards, tahun 2017, dan Creative & Innovative Person of the Year; Indonesian Choice Awards NET. 5.0, 29 April 2018.

Selama menjabat sebagai menteri pun Ibu Suci mendapatkan 2 gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Diponegoro pada 3 Desember 2016 dan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS Surabaya) pada bulan November Tahun 2017.

Demikian sekilas prestasi dan penghargaan kepada Ibu Susi yang menamatkan paket, Paket C pada bulan Mei 2018, di saat masih menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Cerita Ibu Susi, mengenai pergeseran kompetensi ini, berlanjut di Kabinet Jilid 2 Pak Jokowi. Diangkatnya Bos Transportasi onlline, Nadiem Anwar Makarim, BA, MBA menjadi gebrakan Jilid II dalam menghenyakkan dunia pendidikan.

Sedikit berbeda dengan kasus Ibu Susi yang membangunkan dunia pendidikan karena latar belakang pendidikan, soal ijazah dan gelar. Namun, dalam kasus Bos Gojek ini adalah justru jabatan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang selama ini menjadi langganan mereka yang bukan saja bertitel panjang sebagai indikator otoritas dan kapasitas di bidang pendidikan, namun seringkali diisi oleh mereka yang telah lama bergelut di dunia pendidikan.

Dimulai dari Ki Hadjar Dewantara saat itu sebagai Menteri pengajaran, adalah sosok yang karena jasa-jasanya di bidang pendidikan dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan Indonesia (1959) dan juga sebagai Pahlawan Nasional.

Setelah itu, sekadar mengingatkan, beberapa tokoh yang telah bergelut di bidang pendidikan menjadi langganan mengisi kementerian pendidikan dan kebudayaan ini.

Todung Sutan Gunung Mulia, pengganti Ki Hadjar Dewantara, yang oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam satu pidato tahun 2011 pernah disebutkan sebagai tokoh pendidikan terkemuka yang turut mengembangkan kurikulum pendidikan nasional pada awal kemerdekaan.

Karier di bidang pendidikan juga dilakoninya sebagai guru sekolah rendah di Kotanopan, Mandailing Natal, serta guru kursus Doofdacte di Bandung.

Demikian juga Muhammad Sjafei, pengganti Gunung Mjulia adalah pendiri lembaga pendidikan INS Kayu Tanam.

Langsung kita melompat ke dua Periode di era SBY, kita mengenal 2 sosok Menteri pendidikan yang juga berlatar belakang kiparhnya di dunia pendidikan, yaitu Bambang Sudibyo sebagai Dosen di UGM, dan Mohammad Nuh adalah Rektor ITS Surabaya.

Demikian juga di Era Jokowi sebelum Nadiem, 2 Menteri Pendidikan sebelumnya adalah Rektor Universitas Paramadina (Anies Baswedan), dan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (Muhadjir Effendy).

Kini, Nadiem Makarim. Dia bukanlah seperti Susi yang "diragukan" dari kompetensi formal, namun Nadiem adalah jebolan luar negeri mulai dari SMA di Singapura, Sarjana Hubungan Internasional di Brown University, Amerika Serikat dan pasca-sarjana di Harvard Business School.

Tidak ada yang meragukannya dari sisi kompetensi formal. Namun, dunia pendidikan pantas untuk "kebakaran jenggot" setelah secara historis jabatan tertinggi di karier pendidikan justru kini diduduki oleh seorang anak muda yang berlatar profesional dan enterpreneur.

Namun, kompetensi formal seorang Nadiem, bisa jadi diragukan oleh komunitas, di lapangan tempat Nadiem berkreasi di Kabinet Jokowi.

Seperti, Ibu Susi, Nadiem pun langsung menggebrak dengan memunculkan 10 program kebijakannya yang diharapkannya menghilangkan titik kritis yang menghambat kemajuan pendidikan.

Mulai dari menghilangkan pelajaran bahasa Inggris untuk SMP dan SMA, menghilangkan guru honorer hingga memangkas jumlah mata pelajaran dan menambah pembelajaran IT. Nadiem juga akan menghilangkan banyaknya beban pembuatan kurikulum oleh guru.

Sebagaimana amanat Pak Jokowi, Nadiem mengemban tugas dengan kemampuannya di bidang teknologi untuk mempermudah beragam hal yang tak mungkin menjadi mungkin di dunia Pendidikan.

Nadiem pun menyadari posisinya di tengah para guru besar yang akan dipimpinnya, dengan rendah hati dia memposisikan diri sebagai murid. 

Nadiem, tidaklah sama dengan Ibu Susi yang sudah menguasai lapangan di departemen yang beliau pimpin. Namun kita semua masih menunggu akankah terobosan melawan mainstream kompetensi ini akan berhasil sebagaimana di dunia kelautan dan perikanan?

Akankah Nadiem membuktikan kompetensi profesionalitas dan enterpreneur yang dikuasainya mengubah wajah pendididikan Indonesia ke arah yang lebih hebat? Akankah mejadi yang pertama "murid" sukses memimpin para guru besar? 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.