Catatan Ringan: Pak Jokowi Berhentilah Ngetwit dan Respek dengan Menlu Retno

Presiden Jokowi
Sumber :
  • vstory

VIVA - Setelah kapal coast guard China masuk di ZEE Natuna yang katanya mengawal kapal nelayan, kita tersentak. Dan saya melihat peluang membuang residu Pilpres dan selanjutnya kembali mempersatukan rakyat Indonesia yang selama ini sudah terbelah melalui masalah ini. Nasionalisme rakyat bisa dibangkitkan.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Meski saya menyayangkan pernyataan awal Menko LBP yang menurut saya terlalu "peduli" dengan China dengan meminta jangan dibesar-besarkan berita tersebut. Selanjutnya, Menhan Prabowo yang baru pulang dari kunjungan resminya ke China juga menyampaikan pernyataan. Dan menurut saya statemen terlalu hati-hati dengan menyebut China sebagai negara sahabat.

Kedua pernyataan dari menteri berlatar belakang militer ini sedikit membuat publik kecewa. Terlalu lembek. Meski saya bisa memahami bahwa ini bukan tupoksi keduanya untuk menyatakan sikap pemerintah Indonesia, tapi tupoksi Kemenlu.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Semangat menyala setelah Menlu Retno Marsudi keluar menyampaikan pernyataan tegas, lugas dan keras. Menlu mengatakan telah terjadi pelanggaran yang dilakukan kapal-kapal China di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), di Perairan Natuna. Menlu Retno juga secara tegas mengatakan tidak akan pernah mengakui klaim China yang memasukkan sebagian perairan Natuna dalam 9 garis putus-putus (9 dash line).

China sudah melanggar hukum internasional. Mengingat ZEE Natuna berdasarkan keputusan hukum laut internasional (UNCLOS) tahun 1982 menjadi hak kedaulatan Indonesia. Apalagi China juga termasuk bagian dari UNCLOS 1982. Negara lain, termasuk China hanya boleh melintas tanpa boleh melakukan aktivitas ekonomi di ZEE itu tanpa seizin Indonesia.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Luar biasa sikap Menlu Retno. Beliau tidak saja membahas soal kapal-kapal ilegal China tapi menariknya lebih atas lagi, meminta China untuk mematuhi aturan/hukum internasional. Tak tanggung-tanggung, Menlu Retno memanggil Dubes China di Jakarta menyampaikan sikap Pemerintah Indonesia.

Sungguh sebuah keberanian yang luar biasa dari seorang Menlu Retno. Atas sikapnya itu, saya berpandangan Menlu Retno layak dipertimbangkan sebagai salah seorang pemimpin masa depan Indonesia. Mengingat politik luar negeri Indonesia sangat vital dalam menjaga kedaulatan NKRI. Menlu Retno berpeluang mengikuti pendahulunya Almarhum Adam Malik yang pernah menjadi Wakil Presiden RI.

Setelah statemen Menlu Retno, Presiden Jokowi pun bereaksi keras dengan menyatakan tidak ada tawar menawar dalam kedaulatan Indonesia. Saya bukan saja mendukung pernyataan tersebut tapi mengapresiasinya. Apalagi Presiden Jokowi langsung bertolak ke perairan Natuna.

Ini sebagai sinyal kuat kepada pemerintah China untuk tidak main-main dengan kedaulatan Indonesia. Statemen Presiden Jokowi ini selaras/sejalan dengan sikap Menlu Retno.

Sayang dalam kunjungannya ke Natuna, sungguh saya sangat terkejut membaca cuitan Presiden Jokowi yang dikutip oleh media masa yang mengatakan, "Di Natuna, saya bertanya kepada Panglima TNI, apakah ada kapal negara asing memasuki laut teritorial Indonesia? Ternyata tidak ada. Kapal asing itu berada di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, bukan laut teritorial Indonesia."

Bisa jadi cuitan ini benar saat beliau ke Natuna tidak ada kapal asing yang melakukan kegiatan ilegal di ZEE, tapi hanya melintas saja. Tapi bila menyimak runtutan peristiwanya, cuitan Presiden Jokowi menurut saya sama saja "menampar" Menlu Retno. Yang sebelumnya bersikap keras hingga memanggil Dubes China di Jakarta untuk mengakui wilayah tersebut masuk wilayah ZEE Indonesia dan menolak klaim China terkait 9 dash line. Dan Menlu Retno meminta China mematuhi aturan tersebut. Meski Menlu "ditampar", saya tetap salut dan respek dengan Menlu Retno.

Saya tak berpanjang kali lebar, Pak Jokowi saran saja, sebaiknya bapak berhenti ngetwit. Bila bapak ingin menyampaikan sesuatu biarlah Mensesneg dan atau Menteri lain yang sesuai tupoksinya yang menjelaskan arahan dan keinginan bapak. Sungguh cuitan terakhir bapak ini bukan saja "mempermalukan" tapi juga "menampar" anak buah bapak sendiri, yakni Menlu Retno Marsudi. Ini bisa menurunkan kredibilitas politik luar negeri Indonesia.

Kalau memang tidak ada masalah di Natuna, ya ngapain juga TNI AL ke sana. Kalau tidak ada apa-apa, ngapain juga Menteri KKP kirim nelayan untuk lakukan aktivitas di sana. Kalau tidak ada apa-apa, ngapain Menlu Retno bereaksi keras hingga memanggil Dubes China di Jakarta. Dan kalau memang tidak ada apa-apa, ngapain juga bapak Presiden ke Natuna. Kalau cuma bagi-bagi sertifikat kan bisa diwakilkan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang atas nama Presiden.

Dan buat Menlu Retno, sekali lagi saya salut dan respek dengan Ibu. Semoga ibu tidak merasa "ditampar" ataupun ditegur oleh Presiden. Yang kuat ya bu dalam menjaga ZEE Natuna sesuai UNCLOS 1982. Semuanya tergantung dari kuatnya Ibu dalam melakukan negoisasi dengan China agar mereka mau mengakui kedaulatan Indonesia di ZEE perairan Natuna.

(Penulis, Lalu Mara Satriawangsa)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.