Menilik Urgensi Pembentukan Satu Data UMKM

Satu Data UMKM Nasional
Sumber :
  • vstory

VIVA - Pandemi Covid-19 yang tengah terjadi saat ini memberikan dampak yang signifikan terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Penurunan pendapatan nasional secara signifikan secara menyeluruh di setiap lapisan masyarakat secara langsung berimbas pada penurunan daya beli.

Ekonomi UMKM Pasca Pandemi Covid-19

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada bulan September 2021 terjadinya penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau deflasi sebesar 0,04 persen.

Terjadinya deflasi tersebut mengindikasikan perlambatan daya beli masyarakat yang secara linear turut berdampak pada roda perekonomian yang tidak berjalan optimal. Kondisi demikian tentu secara langsung dirasakan oleh para pelaku usaha, khususnya UMKM yang kondisinya semakin tertekan akibat pandemi yang tidak kunjung usai.

Pelaku UMKM Beri Hadiah Kalung untuk Istri Sandiaga Nur Asia

Guna merespons kondisi tersebut, telah terdapat berbagai upaya yang pemerintah jalankan, baik dengan pemberian bantuan dana hibah melalui program Bantuan Pelaku Usaha Mikro (BPUM), maupun dengan melakukan upaya pemberdayaan UMKM melalui pembinaan dan pelatihan digitalisasi terhadap UMKM.

Namun, dalam penerapannya langkah-langkah strategis tersebut tidak berjalan sepenuhnya optimal. Kondisi demikian terjadi karena sampai saat ini data-data terkait UMKM belum terkelola dengan baik, pun juga belum terintegrasi secara nasional.

DBS Indonesia Gandeng CARInih Bangun Ekosisten Digital UMKM

Permasalahan mendasar terkait dengan kondisi tersebut pada dasarnya dapat diatasi dengan dibentuknya Satu Data UMKM. Lebih lanjut, dorongan pembentukan Satu Data UMKM juga sejalan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

Sejalan dengan hal tersebut, terdapat beberapa alasan lain yang semakin mengukuhkan urgensi atas pembentukan Satu Data UMKM di Indonesia.

Pertama, terdapat sejumlah 65 Jt UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia di tahun 2021.  Besaran jumlah tersebut tentu juga menjadikan pengelolaan UMKM semakin kompleks dan kerap kali tumpang tindih antar daerah.

Melalui kehadiran satu data permasalahan tersebut akan lebih mudah diselesaikan, serta adanya satu data juga akan berperan dalam membentuk kebijakan terintegrasi nasional berbasis data-driven.  

Kedua, 1,18 triliun dana program BPUM tersalurkan secara tidak tepat sasaran yang terjadi sebagai dampak dari tidak jelasnya data penerima bantuan. Melalui terbentuknya satu data tentu tidak hanya berperan dalam mengatasi permasalahan tersebut, tetapi juga akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kebijakan terkait UMKM.

Ketiga, UMKM belum tersentuh lembaga keuangan. Ketidakhadiran satu data menjadikan integrasi kebijakan antar lembaga sulit untuk dilakukan yang berdampak pada pengelolaan dan pemberdayaan UMKM kurang optimal.

Melihat adanya urgensi tersebut, pemerintah sudah seharusnya mempercepat realisasi pembentukan Satu Data UMKM secara nasional. Langkah strategis tersebut dapat diawali dengan mendorong terwujudnya digitalisasi UMKM secara merata agar UMKM dapat semakin naik kelas dan tidak tertinggal dengan sektor lain.

Melalui terbentuknya satu data UMKM tersebut juga diharapkan dapat menjadi fondasi awal dalam membangun ekosistem UMKM yang jauh lebih sehat. (Annisa Alya Salsabila, Mahasiswi Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FIA, Universitas Indonesia)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.