- VivaNews/ Nur Farida
VIVA.co.id – Bank Indonesia menyatakan penguatan nilai tukar rupiah terus berlanjut hingga triwulan III 2016 yang didukung oleh sentimen positif dari domestik maupun eksternal. Meski demikian, penguatan tersebut tertahan alias mandek pada November 2016 setelah pemilihan presiden (Pilpres) AS.
Gubernur BI, Agus Martowardojo menuturkan, selama triwulan III 2016 nilai tukar rupiah secara rata-rata menguat sebesar 1,39 persen dan mencapai level Rp13.130 per dolar AS. Nilai rupiah bahkan lebih kuat dibanding Oktober yang ditutup pada level Rp13.048 per dolar AS.
Penguatan ini dijelaskan dia, karena adanya sentimen positif perekonomian domestik, yang seiring dengan kondisi stabilitas makro ekonomi yang terjaga dan implementasi Undang-undang (UU) pengampunan pajak alias tax amnesty yang berjalan baik. Sementara dari sisi eksternal, penguatan rupiah disebabkan dengan meredanya risiko global dengan semakin jelasnya arah kebijakan bank sentral AS (The Fed) terkait dengan suku bunga.
"Namun, sejak awal November hingga 16 November 2016 nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sebesar 2,53 persen menjadi Rp13.378 per dolar AS. Ini diakibatkan meningkatnya ketidakpastian perekonomian global paska pemilu AS," kata Agus di Kompleks BI, Jakarta, Kamis 17 November 2016.
Meski demikian, lanjut dia, tekanan yang terjadi pada rupiah relatif lebih baik dibanding dengan mata uang negara berkembang lainnya. Menurut Mantan Menteri Keuangan ini, secara year to date (ytd) nilai tukar rupiah masih menguat 2,97 persen.
"Ke depan, Bank Indonesia akan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar," tutup dia.