Tips Ketua DPR Agar Hakim Tak Lagi Kena OTT KPK

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Bambang Soesatyo menegaskan, etika harus menjadi sumber kekuatan dalam sistem hukum Indonesia. Pelanggaran kode etik yang dilakukan para hakim harus mendapat penanganan serius.

Bamsoet Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Parpol di Luar KIM Demi Indonesia Emas

"Jika etika dijadikan sumber kekuatan dalam sistem hukum kita, saya yakin kita tidak akan mendengar lagi ada hakim atau penegak hukum yang terlibat korupsi. Apalagi, sampai terkena OTT KPK (operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi)," ujar Bamsoet sapaan Bambang di Jakarta, Rabu 21 Maret 2018.

Bambang mengatakan, etika mempunyai peran penting bagi para hakim dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai 'wakil Tuhan' di bumi.

Ketua MPR: Putusan MK Menjadi Akhir dari Berbagai Upaya Hukum Konstitusional

“Hakim selain sebagai penegak hukum yang memegang peranan kunci dalam memutuskan perkara secara adil, juga dituntut mampu menjadi contoh teladan yang baik bagi masyarakat," kata dia.

Pelanggaran etika oleh hakim, menurut dia, menunjukkan kurangnya profesionalitas dan integritas moral yang akan semakin memudarkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pengadilan.

Sahroni Ungkap Perbincangan Surya Paloh dengan Jokowi saat Hadiri Pernikahan Anak Bamsoet

“Siapa pun yang melakukan pelanggaran, bukan hanya diproses secara hukum, tetapi juga mendapatkan sanksi sosial melalui peradilan etik," ucap Bamsoet.

Bambang menggambarkan, rule of ethic tak hanya berada di kekuasaan kehakiman saja. Seperti ditandai adanya Komisi Yudisial, Mahkamah Kehormatan Hakim, maupun Dewan Etik Hakim Konstitusi. Namun. juga telah melekat ke hampir setiap poros kekuasaan negara.

Di DPR RI misalnya, dibentuk Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Demikian pula di penyelenggaraan Pemilu ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).

"Sama seperti peradilan etik lainnya, keberadaan MKD bertujuan menjaga, serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No 17 tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD," kata dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya