Kelemahan Persija, Tak Punya Artists dan Architects

Sesi latihan tim Persija Jakarta.
Sumber :
  • Twitter/@Persija_Jkt

VIVA.co.id – Persija Jakarta galau. Di Liga 1 2017, performa dan pencapaian Persija tidak mencerminkan nama besarnya sebagai klub ibu kota negara. Hingga menyelesaikan laga ketujuh, Macan Kemayoran terpuruk di urutan 15 klasemen, persis di bibir jurang degradasi.

Persib Bandung Waspadai Kekuatan Lini Depan MU

Sulit membayangkan Persija hanya mampu mencetak satu gol di lima laga terakhir dan enam poin yang dapat dihasilkan dari tujuh laga. Tapi, itulah faktanya. Persija terperangkap dalam periode krisis akut dan sejauh ini belum menunjukkan tanda-tanda bakal bangkit. Sungguh mengenaskan.

Ada apa dengan Persija?

Gol Menit Akhir PSIS Buyarkan Kemenangan Bhayangkara FC

Dari sisi manajemen, Persija sebetulnya lebih berpotensi buat menggeliat kencang. Masuknya Gede Widiade membuat slogan Persija GW bermakna ganda dan membawa angin perubahan di tubuh manajemen sekaligus skuat. Terobosan positif pun langsung dilakukan.

Ismed Sofyan dan kawan-kawan tidak lagi menjadi tim musafir. Stadion Patriot Chandrabhaga di Kota Bekasi menjadi homeground Persija. Dukungan The Jakmania tersalurkan lebih maksimal. Bahkan, lapangan latihan lebih representatif tersedia di Sutasoma Halim, Jakarta Timur.

Persija Dilanda Kelelahan Jelang Hadapi Tira Persikabo

Dari segi materi pemain, skuat Persija masuk kategori  papan atas. Perekrutan empat pemain asing juga terbilang sukses. Keempatnya cepat nyetel dengan atmosfer Persija. Pelatih Stefano Teco Cugurra menempatkan keempatnya sebagai kerangka utama skuat.  

Lalu, apa yang salah dengan Persija? Mengapa Persija masih saja jeblok?

Ketika logika sepakbola tidak menemukan alasan paling tepat, pelatihlah yang  dijadikan sasaran tembak. Posisi Teco kini digoyang habis The Jakmania. Mereka minta Teco segera hengkang atau dipecat. Mungkin ada benarnya, tapi pergantian pelatih di saat seperti ini berisiko besar.

Tidak mudah menganalisis dan mengurai persoalan Persija saat ini. Dari sisi permainan, Persija tidak buruk. Konsep dan pola bermain racikan Teco buat Luis Carlos Junior cs sangat jelas. Persija bisa main dengan formasi 4-2-3-1 atau 4-3-3. Organisasi permainan pun cukup rapi.

Sektor pertahanan nyaris tanpa perubahan. Komposisi Andrytani Ardhiyasa, Ismed Sofyan, William Pacheco, Maman Abdulrahman, dan Rezaldi Hehanusa tetap menjadi jangkar. Sesekali Gunawan Dwi Cahyo diturunkan melapis Maman Abdulrahman.

Di lapangan tengah, Sandi Sute, Irfandy Zein, dan Rohit Chand jadi pilihan utama Teco. Hargianto dan Sutanto Tan diperankan sebagai pelapis. Begitu juga di lini depan. Trio Luis Carlos Junior, Bruno Lopes, dan Abrizal Umanailo jadi starter. Ini bukti Teco sudah punya konsep yang jelas tentang bagaimana Persija harus bermain.

Fakta di lapangan, permainan Persija sebenarnya lebih mengalir dibandingkan tahun lalu. Orientasi bermain pun terlihat lebih menyerang. Tapi, statistik tidak seirama dengan peningkatan kualitas permainan. Menghadapi PSM Makassar dan Madura United misalnya, Rohit Chand cs tampil bagus meski akhirnya kalah 0-1.

Empat gol yang diciptakan Persija dari tujuh laga jelas memprihatinkan. Apalagi, empat gol itu dibagi tiga pemain. Luis Carlos Junior 2 gol, Bruno Lopes 1 gol, dan Rudi Widodo 1 gol. Tiga gol Persija mengalir di babak kedua. Satu gol di babak pertama, yakni saat Bruno Lopes menjebol gawang Mitra Kukar.

Apa artinya? Permainan Persija cenderung lebih baik dan produktif di babak kedua setelah terjadi pergantian pemain U-23 dengan masuknya Sutanto Tan dan Jefri Kurniawan. Tampaknya, Persija masih bermasalah dengan kualitas pemain U-23.

Saya tidak menyebut pemain muda seperti Irfandy Zein dan Abrizal Umanailo jelek. Cuma, performa keduanya belum konsisten. Kadang keduanya ragu saat harus mengambil keputusan. Hanya bek kiri Rezaldi Hehanusa yang tampil konsisten dan memperlihatkan kemajuan.

Analisis atau uraian yang bisa dikedepankan buat memahami situasi Persija saat ini adalah anatomi lini tengah yang tidak komplet. Teorinya, ada tiga tipe gelandang di era sepakbola modern. Mantan Direktur Teknik UEFA (1994-2012) Andy Roxburgh yang sekarang Direktur Teknik AFC menyebutnya sebagai Artisans, Artists, dan Architects.

Yang pertama lazim disebut gelandang pengangkut air atau gelandang yang menjadi protektor atau screen bagi lini pertahanan. Artists adalah gelandang bertipikal kreatif atau kreator serangan. Sering juga disebut schemer. Architecs adalah gelandang serang tipe playmaker atau pemain bernomor 10.

Mengacu pada konsep lini tengah modern seperti itu, Persija jelas belum memenuhinya. Sandi Sute, Rohit Chand, Hargianto, dan Sutanto Tan adalah gelandang bertipikal  artisans. Irfandy Zein belum mampu menjadi schemer atau artist. Dan, Persija tidak punya pemain bertipikal architects.

Maka, beginilah jadinya wajah Persija saat ini. Kualitas permainan yang coba dimaksimalkan Teco belum sejalan dengan hasil akhir. Padahal, seperti kata maestro Johan Cruyff: ”Quality without results is pointless. Results without quality is boring.”

Opini Tommy Welly
Pengamat Sepakbola Nasional

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya