Jangan Tinggalkan Media Sosial, Itu Terlalu Picik

Deklarasi anti hoax di Semarang, Jawa Tengah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/R. Rekotomo

VIVA – Penyebaran berita palsu atau hoax dan penyalahgunaan data yang terjadi di media sosial belakangan ini bukan berarti pengguna Indonesia harus meninggalkan platform melainkan harus menata diri dan media sosial yang dimilikinya.

Hal ini diungkapkan pengamat industri media, Daniel Tumiwa, di Jakarta, Selasa, 3 April 2018. "Akan sangat picik kalau 'resign' dari media sosial. Justru kita harus memperbaiki dan introspeksi," kata dia.

Daniel mencontohkan masyarakat Indonesia yang belum berumur 17 tahun tidak boleh mengakses media sosial, dan harus diberi pendidikan soal dunia media sosial.

"Dari mulai pembuatan akun, mengelola privasi hingga edukasi tentang penanganan hoax. Orangtua juga harus berperan aktif dalam mengedukasi anak-anaknya. Apalagi di bawah 17 tahun. Tidak bisa menyerahkan sepenuhnya ke pemerintah," paparnya.

Hal senada dikatakan Daniel Rembeth. Menurut pengamat media ini tidak semestinya pengguna memutuskan hubungan dengan media sosial.

Namun, ia mengingatkan, harus ada pagar-pagar yang dibuat untuk menghadapi permasalahan yang muncul di platform tersebut.

Daniel mengaku bahwa penyebaran hoax tidak bisa dibasmi seluruhnya, karena hoax sangat mudah dibuat.

"Kalau untuk data mining (analisa data internet) kita membatasi dengan memberikan pagar-pagar. Hoax harus dilawan untuk pembelajaran karena unfortunately hoax akan selalu ada. Ini sisi gelap media sosial," ujar dia.

Kedua pakar ini setuju kalau memproteksi diri sangat penting saat masuk ke dunia media sosial. Daniel Rembeth juga mengatakan bahwa dirinya memproteksi dirinya dengan tak ikut-ikutan kuis atau aplikasi yang ada di akun Facebook miliknya.

"Ini saya lakukan jauh sebelum skandal penyalahgunaan data muncul pertengahan bulan kemarin," jelasnya.