Gurita Mafia Bola

Logo PSSI
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA- Di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis 27 Desember 2018, sekitar pukul 10.12 WIB, polisi melakukan penangkapan kepada seorang yang baru menumpang pesawat Citilink QG-122. Dia dicokok di area kedatangan dan langsung dibawa ke Mapolda Metro Jaya untuk diperiksa.

Hanya beberapa jam berselang, polisi pun menyampaikan keterangan pers soal penangkapan itu. Johar Lin Eng disebut sebagai tersangka yang menjadi target penangkapan. Dia disangkakan melakukan tindakan melanggar hukum, mengatur hasil pertandingan sepakbola.

"(Diduga mengatur pertandingan) Liga 3. (Pertandingan) Di Jawa Tengah," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono, di Mapolda Metro Jaya.

Johar Lin Eng bukan sosok asing di sepakbola tanah air. Dia merupakan pengurus PSSI, salah satu anggota Komite Eksekutif (Exco ).

Rupanya, saat itu bukan hanya Johar yang ditahan. Polisi juga menangkap dua orang terkait kasus sama, seorang mantan anggota Komisi Wasit, Priyanto, dan anaknya, Anik Yuni Kartika Sari alias Tika.

"Peran masih didalami. Yang jelas ketiganya sudah tersangka setelah memeriksa 11 saksi," ujar Argo.

Berselang 24 jam, polisi kembali melakukan penangkapan terhadap pengurus PSSI, Anggota Komisi Disiplin, Dwi Irianto. Pria yang biasa dipanggil Mbah Putih itu diringkus di Hotel New Saphire, Yogyakarta.

Penangkapan Mbah Putih masih satu rentetan dengan kasus yang melibatkan tiga orang sebelumnya. Mereka berperan sebagai broker atau perantara praktik pengaturan skor dalam pertandingan.

"Perannya itu menerima aliran dana dari P dan saat ini kita masih dalami, kita lakukan pemeriksaan apakah hanya sejauh ini keterangannya," ujar Argo menjelaskan.

Penangkapan demi penangkapan oleh polisi dilakukan atas nama Satuan Tugas Antimafia Bola yang dibentuk oleh Kepolisian Republik Indonesia, sesuai arahan langsung dari Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dengan surat perintah nomor 3678 tertanggal 21 Desember 2018.

Sejak dibentuk, Satgas Antimafia Bola sudah bergerak aktif menyelidiki dugaan-dugaan praktik kotor di lapangan bola yang selama ini membuat publik pencinta olahraga 'si kulit bundar' resah. Sejumlah pihak mereka panggil, termasuk pengurus PSSI, KONI dan Kemenpora, untuk memberikan keterangan dan konstruksi masalah di ranah lapangan hijau.


Ketua Media Tim Media Satgas Antimafia Sepakbola Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono

Bau Busuk Mafia Bola

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, tidak menampik bahwa dasar dari dibentuknya Satgas Antimafia Bola adalah desakan serta kegaduhan yang timbul di masyarakat karena merasa kondisi persepakbolaan nasional buruk. Terutama dari mandeknya prestasi Timnas Indonesia.

"Latar belakangnya yaitu prestasi sepakbola indonesia yang tidak beranjak membaik. Sangat kontradiktif dengan cabang-cabang olahraga lain, padahal sepakbola adalah sangat favorit di Indonesia. Tapi, prestasi olahraganya dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2018 seperti itu saja. Sementara di kancah Asian Games kemarin prestasi cabang olahraga yang lain itu boleh dikatakan jauh lebih bagus dibanding sepakbola," kata Dedi kepada VIVA.

"Dan demikian juga memang sudah sangat masifnya pengaturan skor khususnya di Liga 3. Oleh karenanya banyak masyarakat yang menginginkan segera diungkap dan dibongkar untuk mafia pengaturan skor yang sudah sangat masif merusak persepakbolaan di Indonesia. Dasar dari keinginan tersebut masukan dari masyarakat. Maka Polri membuat suatu kebijakan untuk segera membentuk satgas. Satgas Antimafia Bola ini langsung dipimpin Bapak Kapolri dalam rangka mengungkap mafia pengaturan skor ini sampai tuntas dan ke akar-akarnya," ujarnya menambahkan.

Bak bau busuk, isu mafia bola selalu tercium, namun tidak diketahui sumbernya. Selama ini banyak isu berhembus, tapi tidak ada bukti yang bisa diambil untuk menyeret para pelakunya ke balik jeruji besi.

Pada 2015, polisi pernah melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga terlibat skandal pengaturan skor. Mantan pemain Arema, Johan Ibo, diperiksa Satreskrim Polrestabes Surabaya, 9 April 2019, karena hendak menyuap pemain Pusamania Borneo FC saat menghadapi Persebaya Surabaya.

Hanya 24 jam diperiksa, Johan Ibo lalu dilepas. Polisi mengaku tidak memiliki cukup bukti untuk menjeratnya. Kasus tersebut akhirnya menjadi angin lalu, walau kala itu pihak berwajib sempat mengaku masih akan terus melakukan penyelidikan.

Johan Ibo

Kondisi sulit itu diamini oleh pihak BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia). Richard Sambera selaku Ketua Umum mengatakan, meski peduli ingin memerangi mafia bola, namun pihaknya belum punya bukti. Oleh sebab itu, dia meminta kepada publik untuk berperan aktif dengan melaporkan setiap hal atau bukti terkait dengan pengaturan skor dan lain-lain.

"Kita acap kali mendengar rumor, isu ya, bahwa hal itu terjadi. Tetapi, untuk mengetahui secara bukti secara langsung, kita belum punya. Oleh karena itu, kita mengundang anggota masyarakat, kalau tidak mereka melapor ke satgas, silahkan lapor ke kita. Dengan BOPI juga bisa. Kita sudah menyiapkan e-mail kita, kita sudah share di media sosial untuk melaporkan dan buktinya dan akan kita tindak lanjuti," kata Richard.

"Kerahasiaan dijamin ya. Jadi tidak perlu takut untuk melaporkan, karena ini untuk kebaikan sepakbola di Indonesia. Ini untuk kemajuan sepakbola Indonesia. Siapapun yang terlibat. Orang pemerintahan, orang federasi, sipil, siapapun yang terlibat kita akan tindak lanjuti," tegas mantan perenang itu kepada VIVA.

Harus diakui, penangkapan oleh Satgas merupakan sebuah terobosan dalam menangani mafia bola selama ini. Terlebih lagi, aparat juga sudah menetapkan alas hukum yang tepat buat menjerat mereka.

Berbeda dengan penanganan kasus yang sempat diselidiki sebelumnya. Kini, di bawah satgas, polisi bisa lebih fokus mencari bukti-bukti serta bertindak cepat di lapangan.

"Sebelum perintah Kapolri memang Bareskrim pada waktu itu sudah melakukan upaya berbagai penyelidikan. Dari penyelidikan itu belum ditemukan alat bukti yang cukup untuk meningkatkan ke penyidikan pada saat itu. Tapi, setelah dibentuk Satgas tim bekerja secara komprehensif lagi dan teliti sehingga menemukan unsur pidana dan alat bukti. Maka cepat dilakukan upaya paksa dalam hal ini," kata Dedi.

"Ada beberapa pasal yang dipakai untuk menjerat pelaku. Ada pasal penipuan, kemudian pasal tindak pidana suap dan dan tindak pidana pencucian uang (Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau UU No 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap dan/atau Pasal 3, 4, 5, UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU) akan diterapkan," ujarnya menjelaskan.

Selanjutnya, Modus operandi..

Modus Operandi Mafia Bola

Belum lama ini, publik sepakbola nasional dibuat geger dengan pengakuan Januar Herwanto, Manajer Madura FC, dalam sebuah acara televisi swasta. Dia membeberkan borok penyelenggaraan Liga 2, di mana timnya hampir saja menjadi korban mafia bola.

Januar mengaku sempat dihubungi oleh Hidayat, Exco PSSI yang sekarang sudah mundur, agar klubnya mengalah di laga melawan PSS Sleman. Sebagai imbalan, Januar akan dibayar hingga Rp110 juta. Menampik tawaran itu, Januar kemudian mengaku diancam oleh Hidayat. Mantan pejabat PSSI tersebut malah mengatakan, "Saya akan beli pemain kamu."

Untungnya semua itu cuma gertak sambal. Terbukti dalam pertandingan yang dimaksud, Madura FC bisa meraih kemenangan.

Manajer Madura FC, Januar Herwanto

Dari pengakuan Januar tersebut bisa ditarik kesimpulan bagaimana para mafia bola bekerja. Mereka mampu masuk ke semua lini, mulai dari pengurus federasi, klub, pemain hingga wasit. Tidak aneh bila selama ini mereka bisa sangat leluasa merusak sepakbola tanah air.

Kepada VIVA, Januar mengatakan kesalahan membiarkan praktik kotor di sepakbola juga ada pada orang-orang yang tidak terlibat namun mengetahuinya. Mereka melakukan pembiaraan karena berbagai alasan.

"Sebenarnya saya ungkapkan di WA Grup manager (klub Liga 2), terus semuanya memang pada takut dan diam saja. Tapi, mereka, sebagian ada yang japri saya dan nelepon saya bilang 'oh bagus pak saya dukung'. Jadi ini kan persoalannya memang kesalahan kolektif, kita membiarkan mafia ini leluasa bergerak, kenapa? Karena didukung atmosfer para pemain sepakbola dan pengelola klub," kata Januar.

"Kalau atmosfer itu tidak dibentuk kan diam semua. Yang saya heran kok pada diam dan saya bingung diam karena kenapa," ungkapnya.

Polisi melalui satgas mengatakan sudah membaca modus operandi mafia bola. Sama seperti yang diungkap Januar, itu melibatkan banyak unsur dari lapisan atas sampai yang terkecil, misalnya pemain.

"Pengaturan skor itu banyak lah dilakukan mereka. Mempengaruhi wasit, mempengaruhi pemain, mempengaruhi pemilik klub, mempengaruhi unsur lain yang bisa memiliki impact terhadap tim ditargetkan kalah atau menang," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo.

"Itu (modusnya) masih didalami. Yang jelas keuntungan untuk kelompok mereka. Kalau judi bola masih didalami. Judi bola yang banyak diungkap selama ini terkait pertandingan liga luar negeri belum ditemukan di domestik," ujar Dedi ketika ditanya soal keterkaitan mafia bola dengan bandar judi.

Walau sudah menangkap empat orang, tapi rasanya publik masih gerah karena mereka hanya terkait dengan kasus di kompetisi kasta ketiga, Liga 3. Padahal, selama ini isu atau rumor yang beredar lebih dari itu, bahkan menyangkut pengaturan skor di kompetisi kasta tertinggi, Liga 1, bahkan hingga pertandingan Timnas Indonesia.

Seperti belum lama ini juga heboh lagi soal isu 'main mata' mafia bola dalam pertandingan final Piala AFF 2010. Beberapa penggawa Timnas kala itu bahkan sampai disebut menjual diri untuk membantu Malaysia meraih kemenangan 3-0 di Stadion Bukit Jalil.

Satgas mengaku tidak menutup mata dengan itu semua. Penanganan kasus di Liga 3 disebut sebagai langkah awal atau pintu masuk demi membongkar semua kebusukan di sepakbola tanah air.

"Sementara Liga 3 dulu jadi pintu masuk. Nanti akan dikembangkan oleh satgas, kita fokus dulu. Kita urai semaksimal mungkin. Untuk peran masing-masing di Liga 3. Ada laporan Liga 1 dan Liga 2, tapi masih didalami tim," kata Dedi.

"Tapi, tidak menutup kemungkinan para tersangka yang sudah diperiksa hari ini bisa bertambah dan alat bukti, maka bisa dikembangkan lagi baik ke Liga 2, Liga 1 bahkan pertandingan internasional. Penyidik sudah punya timeline dan target-target juga," ujarnya menjelaskan.

Hingga Kamis, 3 Januari 2018, satgas menyatakan sudah ada 50 laporan terkait mafia bola yang hendak ditindaklanjuti. Sedangkan secara keseluruhan ada 267 laporan yang sudah masuk sejak satgas pertama kali terbentuk, meski tidak semuanya dianggap layak untuk ditingkatkan statusnya.

Langkah PSSI...

Posisi dan Langkah PSSI

Bagaimana pun, dalam kasus mafia bola ini, PSSI punya kedudukan paling penting. Mereka adalah badan yang menaungi serta bertanggung jawab atas perkembangan sepakbola di Indonesia sekaligus menjadi delegasi di FIFA.

Banyak pandangan miring kepada PSSI karena selama ini seolah diam atas segala kasus atau isu mafia bola. Tapi, hal tersebut coba dibantah. Sekjen PSSI, Ratu Tisha Destria, membeberkan bahwa selama ini federasi sudah juga bekerja keras demi memajukan sepakbola, termasuk dalam menghapus praktik kotor di atas lapangan.

Langkah PSSI salah satunya adalah menggandeng pihak ketiga, lembaga penyedia data, Genius Sport, untuk bantu memberikan informasi tentang pertandingan yang terindikasi terlibat pengaturan skor. Lembaga tersebut disebut sudah bekerja sama dengan FIFA serta AFC.

"Tanpa publik melihat pun, dari tahun 2017 kita menggandeng Genius Sport itu bukan barang murah dan hal mudah juga. Tapi, kita bekerja untuk sepakbola. Apa itu artinya? Di kala seluruh headlines tidak lagi bicara pemain harapan kita, Egy (Maulana Vikri) yang lain, Ezra (Walian) yang lain. Tapi, PSSI sejak 2017 tidak terhitung berapa banyak kasus yang diinvestigasi dan keputusan Komite Disiplin yang telah dikeluarkan. Tapi, hal itu menurut saya tidak memerlukan sesuatu yang wah, karena PSSI bekerja untuk memperbaiki sepakbola," kata Ratu Tisha kepada VIVA.

Soal stigma buruk dari masyarakat tentang PSSI, menurut Ratu Tisha, pihaknya bisa terima. Namun, pada saat yang sama, dia juga meminta kepada publik agar bisa memberikan kepercayaan lagi serta waktu buat federasi untuk berbenah.

"Menurut saya tidak ada gading yang tak retak. Tidak ada orang hebat yang tidak melewati masa sulit yang sangat ekstrem. Ini adalah proses pendewasaan diri bagi organisasi kita sendiri. Sekian banyak hal yang telah kita lakukan di 2018 hingga November kemarin kita diapresiasi oleh FIFA, bahkan melalui Presidennya sendiri yang menyampaikannya," katanya.

"PSSI punya 853 member, kita punya pekerjaan rumah besar untuk mengedukasi, menata regulasi, dan mensosialisasikan regulasi kepada setiap anggota. Memberi tahu best practice-nya di luar seperti apa, bahkan ketika Indonesia disanksi (FIFA) saja tidak ada pemanggilan terlebih dulu, langsung saja dijatuhkan.

Itu yang harus kita terus-menerus beri pemahaman. Itu yang saya bilang tidak ada gading yang tak retak. Masih banyak yang harus kita benahi dan perbaiki.

PSSI cuma butuh dua hal saja, waktu dan kepercayaan. Kita tidak lagi tidur," tegas Ratu Tisha. (one)

Baca Juga

10 Kasus Mafia Bola di Dunia

Sanksi Seumur Hidup bagi Mafia Bola