Polemik Salam Satu Jari dan Dua Jari Pejabat, Kampanye Terselubung?

Ilustrasi surat suara - Antara/Darwin Fatir
Sumber :
  • bbc

Sejumlah pejabat dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait gestur jari yang diduga merupakan kampanye terselubung untuk mendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Para pejabat terekam memperlihatkan "salam satu jari" dan "salam dua jari", yang diduga sebagai bentuk dukungan kepada calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi) - Ma`ruf Amin, dan calon nomor 02, Prabowo Soebianto - Sandiaga Uno.

Mereka dilaporkan karena diduga telah melanggar Pasal 547 UU Pemilu yang menyebutkan pejabat yang dengan sengaja melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye dipidana tiga tahun penjara dan denda Rp36 juta.

Ridwan Kamil dan Hanif Dhakiri

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menambah daftar rentetan nama pejabat yang dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait gestur jari.

Pada Rabu (9/1), Ridwan dan Hanif dilaporkan oleh Koordinator Pelaporan Bela Islam (Korlabi) ke Bawaslu karena mereka memperlihatkan "salam satu jari" saat menghadiri PKB Jabar Festival di GOR Pajajaran, Kota Bandung, pada awal November tahun lalu.

Merespons tudingan itu, Ridwan menuliskan pada akun Twitter-nya bahwa yang dia dan Hanif lakukan bukanlah kampanye. Jari itu ditujukan untuk ulang tahun PKB yg kebetulan nomor urut partainya adalah nomor 1.

Lagipula, katanya, mereka menghadiri acara tersebut di akhir pekan sehingga mereka tidak perlu mengajukan cuti untuk menghadiri acara kampanye.

Sembilan Pejabat Daerah Riau

Selain Ridwan dan Hanif, Korlabi juga melaporkan sembilan kepala daerah yang terdiri dari bupati dan wali kota di Riau.

Mereka adalah Syamsuar, Bupati Siak; Muhammad Harris, Bupati Pelalawan; Amril Mukminin, Bupati Bengkalis; Muhammad Wardan, Bupati Indragiri Hilir; Mursini, Bupati Kwantan Singingi; Irwan Nasir, Bupati Kep Meranti; Suyatno, Bupati Rokan Hilir; Firdaus, Walikota Pekanbaru; serta Zulkifli AS, Walikota Dumai.

"Mereka dilaporkan atas berkampanye dukung capres dan cawapres nomor 01," kata Sekjen Korlabi, Novel Bamu`min.

Anies Baswedan

Laporan terhadap Ridwan, Hanif, dan sembilan pejabat daerah Riau adalah reaksi atas dilaporkannya Gubernur DKI Jakarta atas gestur dua jari yang dia perlihatkan saat Konferensi Nasional Gerindra di Bogor, Jawa Barat, pada pertengahan Desember tahun lalu.

Anies dilaporkan oleh Presidium Jaringan Advokat Pengawal NKRI (JAPRI) Abdul Fakhridz Al Donggowi, yang juga mengatakan Anies datang ke acara itu pada jam kerja.

Anies telah diperiksa di kantor Bawaslu RI, Senin (7/1) lalu. Ia dicecar 27 pertanyaan terkait kehadirannya dalam pemeriksaan tersebut.

Anies kemudian menampik bahwa gestur dua jari yang ia tampilkan merupakan kampanye. Selama ini, katanya, dua jari selama itu identik dengan jari telunjuk dan jari tengah. Sementara, gestur yang dia tunjukkan adalah jari telunjuk dan ibu jari.

Bawaslu dijadwalkan untuk memutus apakah Anies bersalah atau tidak pada hari Jumat.

Luhut dan Sri Mulyani

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dilaporkan ke Bawaslu oleh seseorang bernama Dahlan Pidou dan Advokat Nusantara ke Bawaslu RI pada bulan Oktober tahun lalu.

Laporan itu bermula saat Luhut dan Sri menghadiri acara Pertemuan Tahunan IMF-World Bank. Dalam video yang beredar di sosial media terlihat Luhut dan Sri meminta Managing Director IMF Christine Lagarde serta Presiden Bank Dunia Jim Yom Kim untuk tidak berpose foto dengan gestur dua jari.

Di bulan November, Bawaslu memutuskan bahwa Sri dan Luhut tidak melakukan pelanggaran kampanye karena mereka tidak terbukti merugikan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Bawaslu Imbau Pejabat Tidak Pose Jari

Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan selain pejabat yang disebut di atas, Bawaslu RI menerima laporan atas sejumlah pejabat daerah di Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sulawesi Barat.

Ia menyebut, berdasarkan UU Pemilu, pejabat negara atau pejabat administratif diharapkan netral dan tidak melakukan tindakan atau mengeluarkan putusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

"Itu nanti didiskusikan di dalam Sentra Gakkumdu antara kepolisian dengan jaksa dan Bawaslu setempatnya, apakah itu disengaja, apakah itu bagian kampanye, atau pun memang itu mengajak orang memilih salah satu peserta pemilu sendiri," kata Fritz.

"Kan sudah ada pembatasannya, kapan misalnya seorang pejabat bisa ikut kampanye, kapan dia tidak boleh ikut kampanye, ada suratnya izinnya atau tidak, apakah dia sedang melaksanakan tugas atau tidak. Klasifikasinya harus dilihat dari situ."

Ia menambahkan, Sentra Gakkumdu akan melihat apa pejabat terkait adalah bagian tim kampanye salah satu pasangan calon atau tidak.

Fritz mengatakan Bawaslu sudah menyampaikan himbauan agar pejabat bersikap netral melalui Menteri Dalam Negeri dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

"Karena kan seorang pejabat kepala daerah dipilih untuk berdiri atas semua pihak," katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan sebetulnya tidak masalah jika pejabat menunjukkan dukungan politik mereka.

Hanya saja, mereka hanya bisa melakukan itu saat masa cuti atau akhir pekan, sebagaimana diatur undang-undang pemilu.

"Kepala daerah itu hanya boleh melakukan aktivitas politik kampanye ketika sedang cuti... Kalau mereka sedang cuti, kampanye itu boleh memberikan gestur (dukungan)," katanya.