Masalah Distribusi Logistik 'Bisa Perbesar' Potensi Kecurangan

Pekerja merakit kotak suara KPU beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Delapan hari menjelang pencoblosan, berbagai daerah di penjuru negeri melaporkan berbagai masalah distribusi logistik, mulai dari kurangnya surat suara hingga logistik pendukung yang belum lengkap.

Penyelenggara pemilu di berbagai daerah kini berlomba-lomba memenuhi kebutuhan logistik pemilu serentak, yang akan digelar pekan depan. Salah satunya, KPU Kabupaten Jayapura di Papua yang mengaku kekurangan kotak dan surat suara.

"Distribusi terkait logistik di lapangan, untuk kotak suara kami ada kurang, terus surat suara, sehingga pemilihan DPR pusat, DPR Provinsi, DPD dan DPR kabupaten/kota itu ada kurang," ujar Ketua KPU Kabupaten Jayapura Daniel Mebri kepada BBC News Indonesia, Senin (08/04).

Hal yang sama dikemukakan oleh Ketua KPU Kalimantan Barat, Ramdam, yang mempercepat proses pemenuhan logistik di pedalaman, mengingat penyelenggaraan pemilu kian dekat.

"Kita terus berkoordinasi dengan pihak penyedia maupun pihak ekspedisi untuk berkoordinasi mempercepat proses pengiriman dan teman-teman di kabupaten sudah melakukan mapping daerah khusus yang menjadi prioritas," ujar Ramdan.

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, menegaskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mempersiapkan rencana alternatif untuk mengatasi kendala yang mungkin timbul akibat belum terpenuhinya kebutuhan pemungutan suara.

"KPU harus betul-betul memastikan contigency plan atau rencana alternatif untuk mengatasi kendala yang mungkin timbul pada hari-H pemungutan suara," ujar Titi kepada BBC News Indonesia.

Misalnya, KPU harus menyediakan surat suara tidak hanya untuk pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT), namun juga untuk pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap tambahan (DPTb), yang merupakan tambahan dari TPS lain.

"KPU harus memastikan mereka punya perencanaan alternatif untuk itu," tegas Titi.

Sementara Veri Junaini dari Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif mengatakan, pemilu serentak membuat antusiasme masyarakat tersita oleh pemilu presiden, membuat pemilihan legislatif diabaikan.

Dampaknya adalah potensi manipulasi terhadap hasil pemilu legislatif, baik di kabupaten kota dan provinsi, sangat mungkin.

"Penghitungannya bisa sampai tengah malam, pengawasan minim, semua pihak sudah begitu kelelahan, nah di sinilah potensi manipulasi suara, jual beli suara akan sangat mungkin terjadi."

Berbagai masalah di daerah

Mardinus Dody, warga Desa Tae, Kecamatan Batang Tarang di Kabupaten Sanggau di Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Serian di Malaysia, mengaku meski sudah terdaftar di DPT, dia mengaku belum paham apa yang semestinya dia lakukan pada hari pencoblosan kelak.

"Untuk apa yang dilakukan saat pencoblosan nanti, sampai sekarang belum begitu memahami apa yang akan dilakukan," ujar Dody

Pemilu yang digelar serentak, selain ada calon presiden dan wakil presiden yang harus dipilih, ada calon anggota legislatif yang harus dipilih, baik DPR pusat dan daerah, serta DPD.

"Ini tentu menjadi kendala, terutama buat kita yang masih awam, belum terlalu memahami [surat suara] yang presiden itu nanti bentuknya akan seperti apa, yang DPR seperti apa, dan DPD seperti apa, dan itu tentu akan menjadi kendala," lanjut Dody.

Sementara itu, DPT di Kabupaten Jayapura juga bermasalah, menyusul banyaknya masyarakat yang mengungsi akibat banjir yang melanda Sentani pada bulan lalu.

"Untuk DPT memang sampai saat ini kita belum pendataan yang akurat terkait pemilih yang mengungsi dan mungkin yang sudah meninggal," ujar Ketua KPU Kabupaten Jayapura Daniel Mebri.

Dia menambahkan, jumlah surat suara untuk keperluan pemilihan presiden di Kabupaten Jayapura sudah memadai, namun tidak demikian halnya dengan surat suara dan kotak suara untuk pemilihan legislatif.

"Surat suara DPR pusat, DPR Provinsi, DPD dan DPR kabupaten/kota itu ada kurang. Tetapi besok sekretaris berangkat ke Makassar untuk pengecekan langsung terkait surat suara yang kurang," lanjut Daniel.

Sementara itu, kondisi geografis di Kalimantan Barat yang dilintasi sungai besar, menyulitkan distribusi logistik pemilu di Kalimantan Barat.

Ketua KPU Kalimantan Barat, Ramdan, mengaku pihaknya sudah memetakan daerah-daerah terpencil yang yang harus mendapat prioritas distribusi logistik, seperti Kapuas Hulu, Kayong di Kepulauan Karimata, Sintang, dan Bengkayang yang berbatasan dengan Malaysia.

"Yang lewat jalur sungai, ada yang menggunakan speed boat . Termasuk yang Karimata itu juga dapat fasiltas bantuan speed boat ," ujar Ramdan.

Titi Anggraini dari Perludem mengungkapkan, ruwetnya logistik pemilu juga terjadi pada pemilu sebelumnya pada 2014, terutama disebabkan oleh kondisi cuaca atau keadaan yang di luar kendali atau force majeure.

" Cuaca membuat distribusi perlengkapan pemungutan suara tidak bisa sesuai dengan rencana dan jadwal yang ditetapkan," ujarnya.

Hal itu membuat pemungutan suara dilanjutkan, atau disebut dengan pemilu lanjutan.

"Waktu itu di beberapa TPS, terutama di daerah-daerah kepulauan terluar, akibat hambatan distribusi surat suara, pemungutan suaranya tidak diselenggarakan pada hari H, tapi dilanjutkan setelah logistik atau perlengkapan pemungutan suara tiba di lokasi," jelas Titi.

Supaya hal ini tak terulang, Titi melanjutkan, KPU harus mencermati secara detail setiap hal yang menjadi hambatan di dalam pemenuhan perlengkapan pemungutan suara, termasuk berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Karena Bawaslu adalah institusi yang akan mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara, maka sinergisitas dua lembaga ini menjadi penting."

"Jadi apa yang akan dilakukan kalau tanggal sekian perlengkapan pemungutan suara masih belum terpenuhi, langkah-langkah apa yang harus diambil," kata Titi.

Perusahaan pencetak surat suara dan penyedia logistik pendukung memiliki tanggung jawab untuk mendistribusikannya ke KPU daerah.

Dari kabupaten/kota, perlengkapan mencoblos itu dikirim ke kecamatan, paling lambat 12 April mendatang dengan dibantu polisi dan tentara.

Setelahnya, logistik dikirimkan hingga tempat pemungutan suara.

Potensi kecurangan kian mengancam?

Pemilu presiden dan pemilu legislatif yang digelar bersamaan, ditambah dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang rekapitulasi daftar pemilih, berpotensi membuat kecurangan pemilu kian mengancam.

Putusan MK ini secara khusus terkait dengan penambahan waktu penghitungan suara yang dianggap akan berpengaruh terhadap pihak lain.

Dalam amar putusannya, MK menambah waktu penghitungan suara yang semula satu hari menjadi satu hari plus 12 jam. Pada pemilu sebelumnya, usai penutupan TPS pada pukul 13.00 WIB, maka surat suara langsung dihitung dan dikirim pada hari yang sama.

Selain itu, dokumen rekapitulasi suara yang disebut C1,hanya akan diletakkan pada kotak suara pilpres, dengan demikian, petugas TPS hanya perlu membuka satu kotak suara, bukannya kelima kotak suara.

Veri Junaini dari Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif mengatakan bagi daerah-daerah terpencil di Papua dan Sulawesi, khususnya di wilayah kepulauan dengan geografis yang sulit, itu merupakan "daerah yang paling rawan".

"Papua misalnya, dari TPS ke distrik itu pasti rawan. Dari distrik ke kabupaten itu membutuhkan jarak yang cukup jauh, kalau dibawa dengan pesawat, pasti tidak semua orang bisa akses di dalan pesawat, tapi saksi partai, saksi kandidat apakah dia bisa mengawasi proses perpindahan, ini yang agak mengkhawatirkan untuk geografis yang sangat sulit.

Dia menambahkan pemilu serentak membuat antusiasme masyarakat tersita oleh pemilu presiden, membuat pemilihan legislatif diabaikan. Dampaknya adalah potensi manipulasi terhadap hasil pemilu legislatif, baik di kabupaten kota dan provinsi, sangat mungkin.

"Penghitungannya bisa sampai tengah malam, pengawasan minim, semua pihak sudah begitu kelelahan, nah di sinilah potensi manipulasi suara, jual beli suara akan sangat mungkin terjadi."

Penguatan terhadap saksi, baik saksi parpol maupun pengawas TPS harus diperkuat, kata Veri. Penyelenggara pemilu pun harus cermat dan menjaga integritasnya.

"Ini karena akan panjang proses rekapnya, sampai tengah malam, bahkan bisa lebih dari tengah malam, karena itu orang bisa sangat kelelahan, salah menghitung dengan jumlah partai dan caleg yang begitu besar, di sinilah potensi manipulasi akan terjadi," ujar Veri.

Betapapun, menurut Veri, manipulasi hasil pemilu itu tidak mungkin dilakukan oleh caleg sendiri, namun melibatkan penyelenggara pemilu.

"Oleh karena itu netralitas dan integritas penyelenggara pemilu mesti menjadi perhatian betul dari penyelenggara pemilu," kata Veri.