Garda Bangsa dan Gerakan Diet Kantong Plastik

Kantong plastik.
Sumber :
  • http://www.gomuda.com/

VIVA.co.id – Dalam laporannya, UNEP mengatakan bahwa dalam satu tahun sebanyak satu triliun kantong plastik digunakan oleh penduduk di seluruh dunia. Ini berarti setiap satu menit terdapat dua juta kantong plastik yang dibuang. Sebanyak 80 persen sampah di lautan berasal dari darat, dan 90 persennya adalah plastik. Sampah plastik mengakibatkan sedikitnya 267 jenis biota laut menderita akibat mencerna sampah plastik di laut.

Sebagaimana ramai diberitakan media massa, program kantong kresek berbayar diluncurkan di Jakarta pada Minggu, 21 Februari 2016 di Bundaran HI Jakarta. Rencananya program kantong kresek berbayar akan mulai diujicobakan sampai 5 juni 2016. Melalui program ini para konsumen di toko-toko ritel modern harus membayar minimal Rp200 per kantong plastik. Program yang diikuti 23 kota itu bertujuan mengurangi volume sampah plastik yang tidak bisa terurai di alam.

Program yang digagas oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang juga melibatkan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) ini layak mendapatkan apresiasi kita semua. Menurut survei yang diadakan oleh KLHK pada tahun 2015, setiap toko ritel modern rata-rata dikunjungi 100 konsumen per hari dengan kebutuhan 3 kantong palstik per konsumen. Jika dikalikan jumlah hari dalam setahun, dari seribu gerai ritel modern dihasilkan 10,95 juta kantong plastik per tahun. Angka yang luar biasa besar.

Perhitungan lebih lanjut, dengan asumsi ukuran per kantong plastik 20x30 sentimeter, maka sebanyak 10,95 juta kantong plastik yang setara dengan luasan 65,7 hektar lahan dan dapat menutupi kira-kira 60 kali luas lapangan bola setiap bulan digunakan oleh masyarakat. Jika dikalikan 12 bulan, maka akan ada 21.024 hektar lahan yang tertutup plastik setiap tahun atau setara dengan Kota Bandung. Bayangkan setiap tahun berarti satu kota tertutup plastik.

Dasar diberlakukannya program kantong kresek berbayar, salah satunya mengacu pada Undang-undang nomor 39 tahun 2007 tentang perubahan atas UU No 11/1995 tentang cukai. Dalam peraturan tentang cukai bisa diterapkan terhadap barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik tertentu. Di antaranya konsumsinya perlu dikendalikan dan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan hidup. Plastik merupakan salah satunya.

Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, kebijakan mengurangi penggunaan plastik di Indonesia dapat dikatakan agak terlambat. Di Australia, guna mengurangi penggunaan plastik, di setiap toko dijual “tas belanja dari kain” dengan harga yang  murah, namun bisa dipakai berkali-kali.

Di Perancis, supermarket  Carrefour “memaksa” konsumennya untuk membeli tas kain ramah lingkungan. Tidak jauh berbeda dengan Perancis, di Inggris, beberapa supermarket besar memberi discount khusus senilai 1-4 Poundsterling bagi pembeli yang membawa tas sendiri dari rumah. Pemerintah Australia mengkampanyekan “SAY NO TO PLASTIC BAGS”, yang mendorong pembeli dan penjual untuk menggunakan kantong alternatif. Pemerintah Taiwan mewajibkan  supermarket untuk menagih biaya tambahan  apabila  membeli kantong. Inilah salah satu yang menginspirasi pemerintah Indonesia.

Di Indonesia, Sejak 2009 lalu (POM) RI telah mengeluarkan peringatan publik tentang bahaya kantong plastik hitam. Hal ini dikuatkan dengan banyak penelitian yang membuktikan dampak negatif kantong plastik dalam mendegradasi lingkungan.

Pasar ritel di Indonesia sebenarnya hanya menguasai 30 persen dari seluruh barang keperluan masyarakat, sedangkan 70 persennya diperoleh dari pasar tradisional dan warung, yang sebagian besar menggunakan kantong plastik sebagai sarananya. Karenanya, dapat dikatakan lebih dari 90 persen kantong plastik digunakan di pasar tradisional dan warung, yang notabene tidak ramah lingkungan. Banyak yang mengatakan bahwa pasar modern, 95 persennya telah menggunakan kantong plastik yang ramah lingkungan untuk konsumen. Namun benarkah demikian?

Menurut peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agus Haryono, bahwa plastik dengan klaim degradable yang disediakan oleh perusahaan ritel umumnya hanya pecah di alam, bukan terurai secara biologis. Contohnya seperti jenis oxodegradable yang merupakan palstik yang terpecah-pecah karena teroksidasi.

Proses produksi plastik oxodegradable baisanya hanya ditambahkan zat adiktif atau logam berat pada plastik sehingga ketika berada di lingkungan panas dan terkena sinar matahari, lapisan akan luruh. Katalis akan memecah plastik. Akhirnya plastik akan pecah kecil-kecil, bahkan bisa berukuran mikro atau biasa disebut mikro plastik.

Masyarakat bisa terjebak pada klaim ‘ramah lingkungan’ atas produk oxodegradable. Seolah dengan memakai plastik dengan jenis itu, maka sudah go green, padahal plastik hanya terpecah dari bentuk besar ke bentuk kecil-kecil. Namun zat plastiknya tetap ada dan tidak bisa diurai.

DKN Garda Bangsa mempelopori diet plastik

Pada bulan Juli 2013, DKN Garda Bangsa telah melakukan kampanye puasa kantong plastik. Hal ini sebagai bentuk komitmen nyata DKN Garda Bangsa dalam mencegah rusaknya lingkungan dan perubahan iklim.

Melalui hashtag #PuasaKantongPlastik, DKN Garda Bangsa memberikan edukasi kepada masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup yang peduli/ramah terhadap lingkungan (green living). Hal ini merupakan bentuk nyata komitmen dalam perubahan iklim (climate change).

DKN Garda Bangsa mempelopori gerakan ramah lingkungan demi pembangunan berkelanjutan. Salah satu gerakannya adalah puasa kantong plastik yang telah dimulai sejak tahun 2007 dalam rangka mengurangi (reduce) penggunaan kantong plastik.

Bagi DKN Garda Bangsa, perjuangan melestarikan lingkungan merupakan bagian dari perjuangan menjaga doktrin ajaran Islam. Sebab dalam doktrin ajaran ahlu sunnah wal jamaah, ekologi menjadi doktrin ajaran yang menempatkan wacana lingkungan bukan pada cabang (furu’), tetapi termasuk doktrin utama (ushul) ajaran Islam.

Memelihara lingkungan sama pentingnya dengan menjaga lima tujuan dasar Islam (Maqashid al-Syari’ah). Secara ekologi, konsep “tawazun” meniscayakan pemanfaatan alam yang tidak eksploitatif (israf) dan merusak lingkungan. Sementara ta’adul adalah keadilan, dalam kontek keseimbangan alam/lingkungan, konsep ta’adul merupakan pola integral dari tawassuth, tasamuh, dan tawazun. Keadilan inilah yang merupakan ajaran universal Aswaja.

Inilah cara pandang yang mendasari aktivitas dan juga gerakan puasa kantong plastik DKN Garda Bangsa. Dengan berbekal cara pandang yang inklusif ini, semoga dapat berkontribusi dalam pelestarian lingkungan, go green Indonesia. (Tulisan ini dikirim oleh Billy Aries, Wasekjend Garda Bangsa dan Praktisi Lingkungan, Jakarta)