Aturan KTR Dinilai Hambat Laju Ekonomi Daerah, Ini Penjelasannya

Imbauan Kemenkes untuk setop merokok
Sumber :
  • Instagram/@kemenkes_ri

VIVA – Tumpang tindih aturan antara pusat dan daerah masih terjadi saat ini. Hal tersebut menjadi perhatian banyak pihak, sebab terkadang aturan di daerah itu dapat berdampak mengemboskan laju investasi.

DPRD Jambi Setujui 7 Ranperda Jadi Perda: Segera Dibuat Pergubnya

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan, untuk mengatasi peraturan daerah (perda) bermasalah yang tidak sejalan dengan peraturan di atasnya, pihak yang dirugikan dapat mengajukan hak uji materi (judicial review). 

"Judicial review atau hak uji materi dapat dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan atas peraturan tersebut sepanjang bisa memberikan argumentasinya," ujar Trubus dikutip dari keterangannya, Kamis 27 Desember 2019. 

Pajak Progresif Kendaraan Bermotor DKI Jakarta Naik!

Dia mengatakan, hal ini bisa diterapkan guna merespons temuan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), mengenai perda bermasalah yang diduga menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan investasi di daerah. Contohnya, Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). 

Perda KTR diketahui menjadi polemik sebab proses pembuatan kebijakannya dinilai tidak mengikuti peraturan perundangan yang telah ditetapkan. Proses pembuatan kebijakan dilakukan secara tertutup dan diam-diam, sehingga bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi yang tengah digaungkan pemerintah pusat.

RT hingga RW yang Berkampanye Pilpres Bakal Kena Sanksi

Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng menjelaskan, terdapat sejumlah faktor yang menjadi pokok perda dinyatakan bermasalah. Pertama, karena proses pembentukan perda minim partisipasi publik. 

Kedua, dari segi muatan regulasi yang menimbulkan dampak ekonomi negatif. Seperti, biaya produksi dan ketiga penanganan perda oleh Kementerian Dalam Negeri yang dinilai belum optimal karena tidak adanya alat yang ditetapkan pemerintah pusat untuk menyusun perda.

Merespons polemik tersebut Trubus menyampaikan, peraturan tentang pengendalian rokok sejatinya sudah ada di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. 

“Sehingga aturan daerah, dalam hal ini perda yang dibuat, tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya. Dalam PP 109 disebutkan bahwa kawasan tanpa rokok harus tetap menyediakan tempat bagi para perokok,” tambah Trubus. 

Dia menjelaskan, dalam berbagai aturan nasional, baik PP maupun UU tidak ada larangan total rokok. PP 109/2012 diturunkan dari Undang Undang Kesehatan yang di dalamnya juga tidak melarang total aktivitas maupun kegiatan promosi produk tembakau. 

“Ini kan sangat bertentangan dengan aturan yang ada di banyak daerah saat ini," tutur Trubus. 

UU Kesehatan sebagai induk peraturan bahkan tidak mengatur pelarangan total seperti yang banyak ditemui di Perda KTR beberapa kota, misalnya di Kota Depok dan Kota Bogor. Produk hukum tersebut tidak jelas mengacu ke peraturan yang mana. 

“Ini tentu akan berdampak kurang baik terhadap perekonomian di daerah dan berpotensi memengaruhi pendapatan negara dari rokok," paparnya.

Menurut Trubus, saat ini industri hasil tembakau sudah mengalami kelebihan pengaturan (over regulated). Karenanya, ketimbang membuat atau merevisi berbagai peraturan yang ada, pemerintah sebaiknya fokus meningkatkan edukasi mengenai produk tembakau kepada masyarakat. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya