Sandiaga Uno Usulkan Paket Kebijakan Ekonomi Anti Virus

Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno
Sumber :
  • Lilis/VIVAnews

VIVA – Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia 2015-2018, Sandiaga Uno mengusulkan pemerintah mengganti sistem impor dari kuota menjadi tarif. Kebijakan ekonomi seperti ini dinamakannya paket kebijakan ekonomi anti virus.

Solusi Kaspersky untuk Keamanan Siber Individu

"Kita namakan paket kebijakan ekonomi anti virus," kata Sandiaga dalam diskusi di kawasan Senayan, Jakarta, Sabtu 7 Maret 2020.

Menurutnya, usulan mengubah sistem kuota ke tarif sempat diwacanakannya saat Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu. Melalui sistem tarif, maka sistemnya akan lebih transparan, akuntabel, dan responsif.

Produk Ini Diklaim Mampu Tangkal 4 Virus, Termasuk Covid-19

"Harga naik, tarif kita adjust," kata Sandiaga.

Ia menunggu adanya reformasi struktural dalam hal ini. Karena itu, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian menurutnya harus duduk bersama memutuskan hal ini.

8 Aplikasi Anti Virus Gratis, Kamu Wajib Punya

"Banyak yang bisa supply tapi enggak bisa karena kuota dijatah," kata Sandi.

Ia mengakui dengan sistem saat ini, impor memang dipengaruhi tiga hal. Diantaranya kedekatan, duit, dan dulur atau diistilahkannya 3D.

"Ini mesti kita sama-sama belajar. Salah satunya di mana masyarakat banyak berpikir hadapi virus dan ketidakpastian," kata Sandi.

Selain soal mengubah sistem menjadi tarif, ia menilai di hulu diperlukan kebijakan untuk meningkatkan efektivitas sistem produksi. Contohnya di sektor pertanian bisa lebih menggunakan mekanisasi dan teknologi.

"Sehingga hasil produksi dari pada komunitas-komunitas kita meningkat. Terus dari segi pupuk, manajemen pupuk. Karena sekitar 10 persen dampaknya untuk peningkatan produksi, pupuk itu harus tersedia dan supply-nya itu bisa didapatkan dengan harga yang terjangkau bagi para petani," kata Sandi.

Ia melanjutkan kebijakan harus diubah lebih struktural. "Ini kesempatan yang baik karena ada perlambatan, kita bisa lakukan sekarang, kita bisa lihat nanti dampaknya tiga sampai lima tahun ke depan," kata Sandi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya