Sumber :
- VIVAnews/Fernando Randy
VIVAnews
- Mahkamah Konstitusi memutuskan warga negara Indonesia yang terlambat mengurus akta kelahiran di atas 60 hari hingga satu tahun cukup membutuhkan surat keputusan dari Kepala Instansi Pelaksana setempat.
"Sebelumnya kan kalau terlampat melaporkan dalam waktu 60 hari sampai satu tahun kan harus ke pengadilan, kalau sekarang tidak perlu, cukup dengan keputusan dari Kepala Instansi Pelaksana setempat," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, usai pembacaan putusan UU Administrasi Kependudukan, di gedung MK, Jakarta, Selasa, 30 April 2013.
Dalam amar putusannya, MK membatalkan kata “persetujuan” dalam Pasal 32 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan sepanjang tidak dimaknai sebagai “keputusan”. MK juga membatalkan frasa “sampai dengan 1 (satu) tahun” dalam pasal itu.
Dengan demikian, Pasal 32 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan selengkapnya menjadi, “Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat” kata Akil.
Baca Juga :
Beredar Video WN Polandia Kehilangan Isi Kopernya, Pihak Bandara Ngurah Rai Bali Beri Penjelasan
"Lagipula, proses di pengadilan bukanlah proses yang mudah bagi masyarakat awam, sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya hak-hak konstitusional warga negara terhadap kepastian hukum," ujar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati saat membacakan pertimbangan.
MK menilai, setiap penduduk wajib melaporkan setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya, termasuk kelahiran.
"Akta kelahiran adalah hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan adanya akta kelahiran seseorang mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum karena dirinya telah tercatat oleh negara, sehingga terhadap akta tersebut akan menimbulkan hak dan kewajiban hukum, status pribadi, dan status kewarganegaraan seseorang,” kata Maria. (sj)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Lagipula, proses di pengadilan bukanlah proses yang mudah bagi masyarakat awam, sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya hak-hak konstitusional warga negara terhadap kepastian hukum," ujar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati saat membacakan pertimbangan.