Sumber :
- Antara/ Sigid Kurniawan
VIVAnews -
Potensi energi angin di Indonesia mencapai 9,4 Gigawatt per Hour (Gwh). Boleh dibilang cukup besar. Namun, pemanfaatannya belum maksimal dan kebijakan pemerintah belum mendukung penggunaan energi angin sebagai sumber energi terbarukan.
Untuk mengembangkan energi angin, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) membangun proyek Wind Hybrid Power Generation (WhyPGen) Market Development Intiatives.
Proyek yang didanai oleh Global Environment Facility (GEF) ini bertujuan mendorong komersialisasi pembangkit listrik hibrid berbasis energi angin di Indonesia. Targetnya menghasilkan sebesar 18,115 GWh, dan dapat mengurangi emisi CO2 sebanyak 16.050 metric ton.
Namun, dalam pengembanan energi angin di Indonesia masih terkendala masalah kebijakan dari pemerintah. Perusahaan-perusahaan di bidang energi mendesak pemerintah agar cepat menetapkan tarif dasar penjualan energi angin.
"Agar para perusahaan mau berinvestasi, pemerintah harus menetapkan harga dari energi angin. Jika tidak ada harga, bagaimana perusahaan mau menjualnya?" ujar Poempida Hidayahtullah, CEO PT Viron Energy, di BPPT, Jakarta, 14 Mei 2013.
Penyesuaian Tarif
Menanggapi kendala dalam penciptaan pasar energi angin, Kepala B2TE BPPT, Sony Sulistiawan mengatakan, proyek WHyPGen merencanakan fitting tarif dari energi angin. Ini bertujuan untuk menarik para investor agar mau bergabung dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga bayu/angin (PLTB).
"Memang kendala dari pembangunan PLTB adalah masalah tarifnya yang belum jelas. Ketidakjelasan ini yang menyebabkan PLTB tidak maju-maju," kata Sony.
Dia menambahkan, WHyPGen mengusulkan fitting tarif untuk energi angin kepada pemerintah, yakni antara Rp1.250 sampai Rp1.750 per Kilowatt per hour.
"Selain harga, proyek WHyPGen juga telah membuat peta potensi energi angin di Indonesia. Saat ini, sudah ada delapan titik lokasi potensi energi angin di Indonesia, yang tersebar di Nusa Tenggara Timur, Banten, Yogyakarta, Jawa Barat, dan Bali," ujar Sony. (sj)
![Booth Mitsubishi di IIMS 2024 / Mitsubishi Xpander]()
![img_title]()
Baca Juga :
Alex Marwata Bicara Pimpinan KPK Berikutnya Harus Tidak Berafiliasi Dengan Pihak Manapun
Namun, dalam pengembanan energi angin di Indonesia masih terkendala masalah kebijakan dari pemerintah. Perusahaan-perusahaan di bidang energi mendesak pemerintah agar cepat menetapkan tarif dasar penjualan energi angin.
"Agar para perusahaan mau berinvestasi, pemerintah harus menetapkan harga dari energi angin. Jika tidak ada harga, bagaimana perusahaan mau menjualnya?" ujar Poempida Hidayahtullah, CEO PT Viron Energy, di BPPT, Jakarta, 14 Mei 2013.
Penyesuaian Tarif
Menanggapi kendala dalam penciptaan pasar energi angin, Kepala B2TE BPPT, Sony Sulistiawan mengatakan, proyek WHyPGen merencanakan fitting tarif dari energi angin. Ini bertujuan untuk menarik para investor agar mau bergabung dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga bayu/angin (PLTB).
"Memang kendala dari pembangunan PLTB adalah masalah tarifnya yang belum jelas. Ketidakjelasan ini yang menyebabkan PLTB tidak maju-maju," kata Sony.
Dia menambahkan, WHyPGen mengusulkan fitting tarif untuk energi angin kepada pemerintah, yakni antara Rp1.250 sampai Rp1.750 per Kilowatt per hour.
"Selain harga, proyek WHyPGen juga telah membuat peta potensi energi angin di Indonesia. Saat ini, sudah ada delapan titik lokasi potensi energi angin di Indonesia, yang tersebar di Nusa Tenggara Timur, Banten, Yogyakarta, Jawa Barat, dan Bali," ujar Sony. (sj)
Harga Xpander dan Xpander Cross Naik Jadi Segini
Xpander memiliki desain eksterior yang modern dan sporty, dengan lampu LED dan grille depan yang agresif.
VIVA.co.id
15 Mei 2024
Baca Juga :
