Sumber :
- VIVA.co.id/ Rintan Puspitasari
VIVA.co.id
- Berkunjung ke kota pempek, Palembang, kurang lengkap rasanya kalau tidak melihat langsung rumah tradisional asli dari provinsi Sumatera Selatan.
Melihat bentuk asli rumah Limas yang ada di Palembang, Sumatera Selatan, seolah mengingatkan pada uang kertas Rp10.000.
Baca Juga :
Maskapai di Vietnam Kerahkan Pramugari Berbikini
Jumlah simbar di setiap atap rumah tidaklah sama, dan setiap simbar memiliki makna. Simbar atau tanduk berjumlah dua menggambarkan Adam dan Hawa, sedangkan jumlah tiga melambangkan matahari, bulan dan bintang.
Jika berjumlah empat melambangkan sahabat nabi, sedangkan kalau berjumlah lima, menggambarkan rukun Islam.
Jenjang lantai atau bengkilas, memiliki filosofi kedudukan seseorang. Bagian paling bawah, biasanya digunakan oleh orang dengan kedudukan yang disebut Kemas.
Arsitektur rumah tradisional ini memang di pinggir sungai Musi, dengan posisi salah satu kaki di bagian tanah, sedangkan yang lainnya ada di dalam air.
Rumah ini awalnya milik Pangeran Syarif Abdurrahman Al-Habsyi dan dibangun tahun 1830, kemudian dibeli Pangeran batun dan dipindah ke Pemulutan, kemudian dipindahkan oleh Pangeran Punto ke Talang Pangeran tahun 1930.
Karena ada masalah, rumah tersebut akhirnya dipindah lagi ke Palembang dan diletakkan di menara air tahun 1932, yang sekarang merupakan kantor Wali Kota Palembang.
Pada tahun 1933, rumah ini dijadikan museum rumah Bari, dan pada tahun 1936 dipindahkan ke Kebun Bunga sebelum akhirnya pada tahun 1985, rumah ini dipindahkan ke halaman Museum Balaputra Dewa.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Jika berjumlah empat melambangkan sahabat nabi, sedangkan kalau berjumlah lima, menggambarkan rukun Islam.