VIVAnews - Sampahku adalah masalahku sendiri, jangan dibebankan orang lain. Berbekal kalimat sederhana itu, Harini Bambang Wahono, 77 tahun, berjuang menyelamatkan bumi.
Gerak advokasinya dimulai sejak awal 1980 saat ia diboyong sang suami ke kampung Banjarsari, Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Harini begitu terobsesi menghadirkan suasana hijau nan teduh seperti kampung halamannya di Solo.
Dengan telaten Harini mulai mengumpulkan ibu-ibu buta huruf di rumah mungilnya. Sembari mengajar baca tulis, mantan guru SD itu berbagi ilmu tentang pentingnya menjadikan lingkungan hijau dan bersih.
Upayanya, lambat laun memicu warga rajin menghijaukan pekarangan rumah. Ia juga membiasakan warga memilah sampah organik dan anorganik. Oleh mereka, sampah organik dijadikan bahan kompos dan dimanfaatkan untuk menyuburkan pekarangan masing-masing.
Jika kini Banjarsari begitu hijau dan bersih dengan tong-tong pemilah sampah organik-anorganik, tak lain adalah buah perjuangan panjang Harini Bambang. Idenya pun banyak yang dicontoh sejumlah pemukiman di Jakarta. “Tapi gara-gara ini, banyak tetangga yang iri. Kok cuma saya yang dikenal orang,” ujarnya.
Kampanye lingkungan hidup yang gencar dilakukannya memang membuahkan banyak penghargaan seperti Kalpataru dan juara nasional Penghijauan dan Konservasi Alam pada. Pada 1996, organisasi PBB, Unicef, juga menobatkan Banjarsari sebagai desa percontohan.
Sejak digandeng Unicef, Harini semakin sibuk dengan kampanye pengelolaan sampah terpadu. Hari-harinya diisi dengan memberi pelatihan, ceramah, dan seminar tentang lingkungan, baik di dalam maupun luar negeri.
Sepetak ruang di rumahnya ia sulap menjadi tempat pelatihan (education center). Hampir setiap hari dari pukul 09.00-14.00 WIB, Harini meluangkan waktu untuk memberi pelatihan tentang pengelolaan sampah.
Pesertanya pun macam-macam, mulai dari pemulung, ibu PKK, siswa TK-SMA, mahasiswa, aktivis lingkungan, pejabat, hingga menteri. “Pemulung saya ajari membuat kompos dari sampah yang dikumpulkannya. Lumayan juga buat penghasilan tambahan,” ujar istri Bambang Wahono itu.
Meski usianya sudah lanjut, Harini begitu fasih berbicara tentang pemisahan sampah organik dan anorganik, pembuatan kompos sederhana, daur ulang sampah, hingga pengenalan tanaman obat.
Ditemui di education corner-nya yang penuh alat peraga dan pot tanaman, Harini menuturkan betapa kenangan masa kecil di Solo berkontribusi besar atas komitmennya pada lingkungan.
Dibesarkan seorang ayah mantri tani, Harini tumbuh menjadi penyayang tanaman dan lingkungan. Oleh ayahnya, Harini kecil dan tiga saudaranya mendapat sepetak tanah untuk ditanami satu pohon yang harus dirawat. “Saya sudah mendarah daging dengan pohon-pohon. Kalau ada tanaman layu seperti ada kontak batin,” ujarnya.
Harini yang sejak Oktober 2008 ditunjuk sebagai sukarelawan kesehatan WHO masih memiliki angan yang belum tercapai. Pada diri sendiri, dia berjanji tak akan berhenti berjuang sampai semua orang memiliki kebiasaan baik membuang sampah.
VIVA.co.id
30 April 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Selengkapnya
Partner
Beberapa karyanya yang paling terkenal termasuk Queen of Tears, It’s Okay to Not Be Okay, My Love from the Star, dan banyak lagi. Yuk cek daftar serial top Kim Soo Hyun
Frankly Speaking sangat unik dan mengangkat tema masyarakat tertentu. Song Ki Baek, karakter yang menjadi latar cerita ini, adalah seorang pria lajang berusia 33 tahun
Mengenal Tokoh Pendidikan Muhammadiyah asal Sumenep
Siap
22 menit lalu
Bagi warga Muhammadiyah, Muhammad Saleh Werdisastro bukan hanya sekadar nama. Pengorbanannya ketika hidup, dijawab dengan keabadian dan keharuman sosoknya hingga kini.
INFO HAJI 2O24: Upaya Pelindungan Jemaah Haji Indonesia, dari Syarat Istitaah Hingga Senam Haji
Wisata
24 menit lalu
Tahun 2024 ini, Kementerian Agama RI kembali mengusung tagline Haji Ramah Lansia. Langkah ini dibuat, karena data dari Sistem Komputerisasi dan Informasi Haji Terpadu.
Selengkapnya
Isu Terkini