Satpol PP Tutup 486 Etalase Rokok di Jakarta, Pengusaha Makin Protes

Ilustrasi usia merokok minimal 18 tahun ke atas.
Sumber :

VIVA – Seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok, kembali mendapat kritikan dari pelaku usaha. Ini menyusul aksi penertiban Satpol PP yang dianggap berlebihan dan meresahkan.

Tukang Taichan Syok, Lagi Asyik Ngobrol Tiba-tiba Mobil Ngebut Tabrak Warung dan 7 Motor

Staf Ahli Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Yongky Susilo menilai, kini beban para pelaku usaha ritel semakin berat usai adanya usulan dari Satpol PP agar desain etalase rokok dibuat tertutup.

“Jika diminta untuk membuat tempat tertutup lagi, tentu akan membebani pelaku usaha. Ini yang saya bilang berusaha di Indonesia ini high-cost economy," ujar Yongki dikutip dari keterangannya, Rabu, 3 November 2021.

Satpol PP Bakal Tongkrongin RTH di Jakbar Usai Heboh Kondom Berserakan

Tak cuma membebani para pelaku ritel modern, warung-warung kecil pun dikatakannya makin merasakan, aksi penindakan oleh Satpol PP juga bikin resah para pemilik warung-warung kecil. 

Seperti yang dialami oleh Subandrio, pemilik warung di Kecamatan Makassar, Jakarta Timur. Ia mengaku pasrah sekaligus heran saat Satpol PP mencopot sejumlah spanduk-spanduk dari perusahaan rokok di warungnya.

Detik-detik Mobil Ngebut Tabrak Warung di Cempaka Putih, 7 Motor Rusak

Baca juga: Ekportir Harus Paham Dokumen Ini agar Makin Cuan, Simak Penjelasannya

“Tentu saya kaget, ada tim Satpol PP datang kemudian bilang mau copot spanduk rokok dan tutup pajangan rokok. Yang dilarang kan kalau dekat dengan sekolah, sementara warung saya di jalan biasa, jauh juga dari sekolah,” ungkapnya. 

Di sisi lain, ia mengaku pencabutan spanduk-spanduk rokok ini juga bisa mengurangi pendapatannya, karena biasanya ada potongan harga oleh merek-merek rokok yang spanduknya dipajang di warung. 

Pengamat Hukum Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menjelaskan, sejatinya para warga, bahkan pelaku usaha ritel modern bisa mengajukan gugatan warga alias class action terhadap aksi-aksi yang dilakukan Satpol PP tersebut.

“Karena tidak ada dasar hukum yang melandasi penindakan Satpol PP tersebut, pemilik warung, minimarket bisa saja mengajukan gugatan class action kepada Pemda DKI Jakarta dan menuntut ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkannya,” katanya.

Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)

Photo :
  • VIVAnews/Arrijal Rachman

Kepala Bidang Ketertiban Umum Satpol PP DKI Jakarta Tumbur Parluhutan Purba pun mengakui, beleid yang terkandung dalam Seruan Gubernur tersebut tak bisa jadi pijakan hukum buat Satpol PP melakukan penindakan.

“Anggota kami tidak memiliki pijakan yang jelas dalam melakukan penindakan, karena Sergub ini bukan menjadi dasar penindakan. Namun kami tetap melaksanakan penegakan hukum dan sosialisasi lebih intens kepada minimarket dan warung,” ungkapnya. 

Dari catatan Satpol PP, sepanjang September 2021 telah dilakukan penindakan pencabutan reklame rokok, dan penutupan etalase rokok kepada 486 pelaku usaha baik ritel modern maupun warung tradisional di 293 lokasi yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta. 

Karena itu, khusus untuk pelaku minimarket atau ritel modern Satpol PP kata Tumbur, telah menganjurkan agar mereka membuat desain etalase yang tidak perlu memperlihatkan kemasan atau bungkus rokok.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya