Alih Fungsi Lahan ke Properti hingga Infrastruktur Dinilai Bisa Ancam Masa Depan Pertanian

Iklan penjualan tanah pertanian untuk komersial/alih fungsi lahan (foto ilustrasi)
Sumber :
  • Antara/ Oky Lukmansyah

Jakarta – Alih fungsi lahan pertanian dinilai menjadi ancaman terhadap produksi serta ketersediaan pangan di masa depan. Pergeseran fungsi lahan yang awalnya diperuntukkan untuk bercocok tanam berubah menjadi pengembangan perumahan, industri, atau infrastruktur dapat mengakibatkan hilangnya lahan pertanian yang subur. 

Didominasi Rumah Tapak, Lippo Karawaci Cetak Pra Penjualan Rp 1,5 Triliun di Q1-2024

Alih fungsi lahan juga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan mengurangi keanekaragaman hayati, sehingga juga mengancam keberlanjutan lingkungan. Hal itu diuraikan Pengamat Pertanian dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, Sujarwo. 

Ia mengatakan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergeseran penggunaan sumber daya lahan pertanian. Seperti adanya efek permintaan dari non pertanian yang berkembang jauh lebih cepat. Selama pandemi, lanjut dia, sektor lain yang terkena alih fungsi lahan pertumbuhannya negatif dan pertanian justru tercatat tumbuh positif. 

Bahlil Ungkap Miliader Sukanto Tanoto Disiapkan Lahan Untuk Investasi di IKN

“Tetapi dalam catatan data nasional saat kondisi normal pertumbuhan sektor non-pertanian di atas pertumbuhan pertanian," ungkap Sujarwo dikutip dalam keterangannya, Rabu, 21 Juni 2023.

ilustrasi pembangunan hunian.

Photo :
  • ANTARA/Arif Firmansyah
Gubernur BI Ungkap Tujuan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025-2030

Menurut Sujarwo, keuntungan dari segi ekonomi jika lahan pertanian tidak dilindungi justru akan semakin membuat petani merugi. Dalam kondisi tersebut, lanjut Sujarwo, petani sulit untuk mempertahankan lahan untuk produksi, sehingga kecenderungannya akan berpeluang menjual lahannya.

"Dua hal ini mengancam sumber daya lahan sektor pertanian, di sisi lain keuntungan dari produksi di sektor pertanian relatif kecil dan cenderung menurun karena skala ekonomi yang makin sempit dan inefisiensi makin tinggi," katanya. 

Oleh karena itu, kata Sujarwo, nasib pertanian di masa depan penuh dengan ancaman, sehingga pemerintah bersama masyarakat termasuk perguruan tinggi, harus terus berupaya melakukan inovasi untuk peningkatan profitabilitas usaha tani.

"Dalam arti lain, pemerintah, perguruan tinggi, privat sektor dan masyarakat bertanggung jawab bagaimana pertanian nasional ke depan yang lebih baik dan berkelanjutan untuk menjaga kekuatan ketahanan, kedaulatan, dan kemandirian pangan nasional. Dan dengan inilah kelangkaan pangan dapat kita hindari," jelasnya. 

Maka dari itu, kata Sujarwo, ia berharap pada pemerintah dapat melakukan penguatan ketahanan, kedaulatan, dan kemandirian pangan dapat diupayakan dengan menjalankan peran optimal dalam penegakan implementasi UU No. 41 Tahun 2009 tentang LP2B terkait adanya reward dan punishment.

"Pemerintah akan memiliki kemampuan lebih baik jika pemerintah mampu memonitor implementasi UU ini. Artinya, pemerintah harus punya database ini, baik dalam database numerik maupun spasial. Dengan era teknologi saat ini, proses bisnis menuju digitalisasi lahan pertanian harus terus digalakkan," katanya.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, pihaknya secara tegas menolak alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan di berbagai daerah. 

Untuk itu, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Inspektorat Jenderal (Itjen) terus memperkuat sinergi dan komitmen lintas kementerian atau lembaga hingga aparat hukum guna mencegah dan mengendalikan alih fungsi lahan pertanian. Aparat hukum yang dimaksud, yaitu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH).

“Saya sangat bahagia, karena hari ini kami sepakat, satu hati untuk tidak main-main dengan alih fungsi lahan," tegasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya