Faisal Basri Bongkar Besaran Gaji TKA China di Smelter RI, Pekerja Lokal Cuma Kisaran Upah Minimum

Ekonom Senior Indef, Faisal Basri.
Sumber :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri, mengungkapkan bahwa besaran gaji antara tenaga kerja asing (TKA) asal China dengan tenaga kerja Indonesia di pabrik smelter milik China nyatanya sangat timpang alias jauh berbeda.

Gaji di Timnas Miliaran, Pelatih Shin Tae-yong Mudah Beli Hyundai Palisade tiap Bulan

Tenaga kerja Indonesia di pabrik smelter milik China itu hanya digaji di kisaran upah minimum saja. Sedangkan, TKA asal China justru mendapat gaji antara Rp17 juta hingga Rp 54 juta per bulannya.

"Salah satu perusahaan smelter China membayar gaji antara Rp 17 juta hingga Rp 54 juta. Sedangkan rata-rata pekerja Indonesia hanya digaji jauh lebih rendah atau di kisaran upah minimum," kata Faisal dalam keterangannya, dikutip Senin, 14 Agustus 2023.

Neta Mulai Rakit Mobil Listrik di Indonesia

Gunakan Visa Kunjungan

Ilustrasi Smelter nikel.

Photo :
  • vstory
Kakek 87 Tahun Ini Bikin Heboh Usai Jadi Model Catwalk di China Fashion Week

Faisal menambahkan, banyak dari TKA asal China itu yang datang dengan visa kunjungan dan bukannya visa pekerja. Hal itu menyebabkan para TKA asal China itu tidak perlu membayar pajak penghasilan, yang seharusnya disetorkan ke pemerintah Indonesia.

"Dengan memegang status visa kunjungan, sangat boleh jadi pekerja-pekerja China tidak membayar pajak penghasilan," ujarnya.

Apalagi, lanjut Faisal, nyatanya banyak dari para tenaga kerja China itu yang bukan merupakan tenaga ahli, seperti misalnya juru masak, satpam, supir, dan tenaga statistik. Sehingga, apabila para TKA asal China itu tidak membayar pajak penghasilan ke pemerintah, maka hal itu berarti akan menjadi kerugian negara.

"Akibatnya, muncul kerugian negara dalam bentuk iuran tenaga kerja sebesar US$100 per pekerja per bulan," kata Faisal.

Dengan demikian, maka para perusahaan smelter China yang ada di Indonesia itu bisa jadi hanya membayar pajak bumi dan bangunan, yang nilainya pun kecil. Sehingga, dia menilai bahwa sebagian besar nilai tambah yang seharusnya dimiliki Indonesia, justru malah dinikmati oleh perusahaan China.

"Jadi, nyata-nyata sebagian besar nilai tambah dinikmati perusahaan China," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya