Logo DW

Penyintas Perempuan Afghanistan Hadapi Taliban di Meja Perundingan

picture-alliance/dpa/S. Joly
picture-alliance/dpa/S. Joly
Sumber :
  • dw

Di bawah kekuasaan Taliban, perempuan tidak diizinkan bersekolah atau pergi bekerja.

Meski sistem patriarkal masih mengakar kuat pasca penggulingan Taliban lewat invasi AS, situasi bagi kaum perempuan perlahan mulai berubah. Perempuan kini memenuhi sekolah, menjalankan usaha atau dipilih untuk jabatan publik, walaupun masih dalam jumlah kecil.

Koofi adalah salah seorang dari segelintir perempuan yang melakukan pertemuan tidak resmi dengan Taliban pada 2019. Dia memahami tantangan yang harus dihadapai negosiator perempuan. Perundingan, kata dia, "bukan cuma soal isi pembicaraan. Mereka melihat pakaian yang kamu kenakan, apakah jilbabmu berukuran sesuai atau tidak.”

Washington menandatangani kesepakatan damai dengan Taliban pada Februari silam. Di dalamnya, AS berkomitmen menarik mundur pasukannya. Sementara Taliban wajib bernegosiasi dengan pemerintah Afghanistan untuk mengakhiri perang.

Seorang negosiator perempuan Afghanistan, Fatima Gailani, 66, mengaku perempuan ketakutan menanggapi negosiasi dengan Taliban. Menurut pakar Syariah Islam itu, mereka khawatir dikorbankan dalam proses negosiasi.

Ideologi perang para gerilayawan

"Setiap perempuan di Afghanistan punya satu rasa takut. Kami selalu takut bahwa perubahan apapun yang terhadi di Afghanistan, ketika ada perubahan politik, perempuan selalu yang terluka,” kata perempuan yang pernah menjadi juru bicara kelompok Mujahiddin dalam perang melawan Uni Soviet pada dekade 1980-an itu.