Kisah Eks Menteri Afghanistan: Kurir Makanan dan Bahasa Jerman

Mantan Menteri Afghanistan, Syed Ahmad Shah Sadaat jadi kurir makanan di Jerman
Sumber :
  • VIVA/Miranti Hirschman

VIVA – Sejak pekan lalu Jerman sudah memasuki musim gugur. Langit pagi itu tampak kelabu dan temperatur berada di belasan celcius. Di sudut Kota Leipzig, pria paruh baya itu menunggangi sepeda sembari  menggendong kotak kubus besar dengan logo mencolok sendok-garpu. 

Taliban Plans to Block Facebook Access in Afghanistan

Pria itu adalah Syed Ahmad Shah Sadaat, mantan menteri komunikasi Afghanistan yang kisahnya viral sejak bulan lalu. Foto-fotonya viral sedang mengantar pizza dengan sepeda. Reporter tvOne dan VIVA, Miranti Hirschman berkesempatan mewawancarai pria 50 tahun itu secara eksklusif di sudut kota Leipzig.

Leipzig merupakan kota besar kedua di wilayah bekas Jerman Timur dan berpenduduk sekitar 600,000 jiwa. Leipzig telah lama menjadi pusat seni, musik, puisi, dan kegiatan kreatif lainnya. Disebut juga Berlin kedua.

Taliban Akan Blokir Akses Facebook di Afghanistan

Sadaat datang lebih awal dengan sepedanya. Ia mengenakan jaket jingga dengan logo Lieferando di dada, seragam tahan air dan mengenakan helm. Sadaat menenteng tas kotak, tempat makanan pesanan yang akan diantar ke seluruh penjuru kota.  

Tiba di Jerman pada Desember 2020 lalu, pemegang kewarganegaraan Inggris dan Afghanistan itu memilih bekerja paruh waktu untuk Lieferando. Selama 40-45 jam seminggu Sadaat bersepeda ratusan kilometer mengelilingi kota Leipzig mengantar pesanan makanan.  

Indonesia Becomes the World's Most Positive Country

Seperti ditilik di aplikasi, Lieferando merupakan perusahaan jasa kurir makanan terbesar Jerman. Menu yang ditawarkan bervariasi, dari makanan khas Jerman, Jepang, Vietnam, Cina. Makanan jenis pizza, kata Sadaat, hanya 5 persen dari total jenis pemesanan. Dalam 1 jam ia dapat mengantar 2 pesanan ke pelanggan.
 
Sadaat memegang dua gelar master dari Universitas Oxford dalam bidang IT dan Komunikasi. Ia sempat dua tahun menjabat Menteri Komunikasi Afghanistan di bawah pemerintahan Presiden Ashraf Ghani.

Ia mengundurkan diri dari jabatannya dan kembali ke Inggris. Sebelum diberlakukan kebijakan baru Brexit, Sadaat bersama keluarganya hijrah ke Leipzig Jerman.

Sadaat mengaku keluarnya Inggris dari Uni Eropa adalah salah satu alasan Sadaat datang ke Jerman, sebelum tahun 2020 berakhir. Hal itu membuat izin kerjanya di Jerman lancar tanpa masalah. Tetapi itu bukan berarti ia pesimis terhadap Inggris.

Disamping itu, alasannya pindah ke Jerman karena ingin belajar satu bahasa Eropa lagi, yakni bahasa Jerman. Tentu mencari peluang sebaik mungkin di Jerman sesuai dengan latar belakang akademiknya di bidang Teknologi Informasi.

"Saya memilih bahasa Jerman karena di Jerman banyak kesempatan di bidang komunikasi dan Teknik Informatika. Saya ingin tetap bekerja di bidang tersebut, tetapi perusahaan-perusahaan Jerman menuntut kemampuan bahasa Jerman, sehingga saya pun harus mempelajari bahasa tersebut," ujar Sadaat yang mengaku  mengambil kursus bahasa Jerman, 4 jam sehari, 5 hari seminggu. 

Mantan menteri di Afghanistan bekerja sebagai pengantar pizza di Jerman

Photo :
  • Twiiter Al Jazeera Arabiya

Sadaat merasa dengan pekerjaannya sebagai kurir makanan paruh waktu, bisa membagi waktunya dengan leluasa, bahkan dapat mengatur jadwal dua pekan minggu sebelumnya. Jebolan Oxford itu mengaku sangat menikmati pekerjaannya sebagai kurir makanan di Jerman.

"Buat saya bekerja sebagai kurir ini juga sekaligus olah raga. Bersepeda keliling kota Leipzig, bernafas dengan udara bersih, mengelilingi taman-taman kota, juga melewati jalan-jalan indah. Saya suka pekerjaan ini," paparnya. 

Muak dengan Korupsi

Sadaat lahir tahun 1971 di Desa Qala Shahi, Afghanistan, terletak di utara kota Jalalabad, dekat perbatasan Afghanistan dan Pakistan. Saat perang dingin Uni Soviet-Afghanistan berkecamuk, Sadaat bersama kedua orang tuanya melarikan diri dari Afghanistan dan mencari suaka di Inggris.  

Ia menyelesaikan studi teknik elektro dan dua gelar master di bidang komunikasi nirkabel serta teknik radio dan satelit di Oxford University. Selama 23 tahun ia berkecimpung di bidang telekomunikasi, mengembangkan lebih dari 20 jaringan di 13 negara, termasuk diantaranya Saudi Aramco dan STC (Saudi Telecom Company).

Syed Ahmad Shah Sadaat sempat menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan IT pada tahun 2016  hingga  2018, dibawah pemerintahan Presiden Ashraf Ghani. Namun di tengah jalan, ia mengundurkan diri dan pindah kembali ke Inggris. 

Ditanya alasan mengundurkan diri dari jabatan prestisius sebagai menteri, Sadaat menjawab diplomatis. 
 
"Setiap orang memiliki alasan untuk mengundurkan diri. Ada masanya saya bahagia (memegang jabatan itu). Tetapi berada di posisi menteri bukan untuk selamanya. Saya memiliki perbedaan pendirian dengan orang orang yang dekat dengan lingkaran istana Presiden. Tepatnya para penasehat Presiden (Ashraf Ghani), saya memutuskan untuk mengundurkan diri," kata Sadaat 

Sadaat menyatakan itu adalah keputusan terbaik dan ia tidak menyesalinya. 

Mantan menteri di Afghanistan, Syed Ahmad Shah Sadat jadi kurir pizza di Jerman

Photo :
  • Twiiter Al Jazeera Arabiya

Beberapa sumber menulis bahwa saat itu Sadaat berkonflik dengan sejumlah petinggi di lingkaran istana Presiden. Ia memilih mundur karena muak dengan korupsi yang terjadi di sekelilingnya. 

Tuduhan korupsi rezim Ghani ini juga menyeruak seiring tumbangnya kekuasaan Ghani oleh Taliban. Bahkan menurut Kolonel Hanif Rezai, Juru Bicara Korps Shaheen ke-209, Divisi Tentara Afghanistan yang berbasis di utara Mazar-i Sharif, maraknya korupsi pemerintahan Ghani menjadi penyebab utama Taliban kembali merebut kekuasaan.

Menurut Kolonel Rezai, kelemahan kepemimpinan Afghanistan saat menghadapi serangan Taliban, ditambah meluasnya korupsi yang dilakukan di seluruh jajaran tentara, dinilai yang jadi penyebab utama kekacauan di negara tersebut.

Sebelumnya, Presiden Ashraf Ghani hanya menjanjikan dukungan dana untuk perang melawan Taliban yang sangat sedikit. Ghani menjanjikan dana untuk peperangan melawan Taliban sejumlah 130.000 Poundsterling. 

Jumlah ini, kata Rezai, tidak cukup untuk membekali logistik pasukan dan membayar pengeluaran mereka. Ini melemahkan tekad tentara Afghanistan untuk bangkit membela daerah dan negara.

"Ashraf Ghani sejak hari pertama tidak tertarik pada rakyat Afghanistan. Itu adalah korupsi sejak hari pertama bekerja," ujarnya.

Kolonel Rezai bahkan menyebut sejumlah pihak telah menjual aset tentara Afghanistan dan mengantongi keuntungan sendiri, usai pasukan internasional meninggalkan negara tersebut.

"Ada korupsi yang sangat komprehensif di seluruh jajaran, dan di seluruh tentara. Di area manapun ada korupsi dan terjadi di semua tingkatan," kata Rezai. Baginya banyak hal telah berubah setelah Ashraf Ghani yang korup memimpin negara tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya